Kepada Lirikan-Lirikan Rahasia
Naruto by Masashi Kishimoto
Tidak mengambil keuntungan apapun atas fic ini
standar warning applied
Beberapa hari kemudian Hinata kembali ke Suna, penampilannya sedikit berantakan karena wajahnya dengan jelas terlihat lebih lesu dari biasanya, Temari yang bertanya dengan penuh khawatir makin membuat Hinata bersalah.
Sang calon kakak ipar tidak tahu bahwa Hinata bimbang untuk melanjutkan ikatan pernikahan dengan sang adik.
Hari itu, Hinata mencari cara untuk menghindari Temari, wanita sebaik itu tidak seharusnya memiliki seorang adik ipar yang berpotensi melukai hati adiknya.
Balasan pesan dari Gaara juga hanya dibalas ala kadarnya, berkali-kali Gaara meminta untuk bertemu setelah sebelumnya bertanya apa ada sesuatu yang sedang terjadi? Apakah Hinata butuh sendiri atau justru perlu perlu mendapatkan ketenangan karena stress pra nikah?
Semua kekhawatiran Gaara hanya dibalas ucapan tidak apa-apa tanpa kejelasan apapun, Hinata makin merasa bersalah akan perlakuan Gaara yang begitu perhatian kepadanya, tapi apakah rasa sungkan akan bertahan lama sebagai dasar sebuah perkawinan?
Hinata tidak bisa menyakiti kembali hati seseorang lagi, tapi ini berkaitan dengan sisa hidupnya, apakah dia mampu bersama dengan Gaara untuk selamanya ketika pikirannya masih sering berkelebat seorang Naruto?
Pikirannya entah kemana, Hinata tak bisa hanya fokus ke acara pernikahan.
Gadis itu mengacak rambutnya asal ketika sebuah pesan dari Gaara muncul kembali, sudah satu minggu Hinata tak ingin bertemu, mengabaikan beberapa pesan yang rutin Gaara sampaikan, tapi entah firasat darimana, pesan sang calon suami yang kali ini dikirimkan ke ponselnya tidak boleh diabaikan.
Kita perlu bertemu, segera.
Aku akan mengirimkan lokasi kafe
dimana aku ingin bertemu denganmu.Hinata menarik napas dalam-dalam, dia sedang meringkuk di apartemennya, ada urgensi yang sepertinya terbawa di pesan Gaara itu, mungkin Gaara sudah lelah dengan sikap tak kooperatifnya selama beberapa hari ini, kesabaran orang tentu ada batasnya, mungkin Gaara sudah pada puncak kesabaran.
Bunyi pesan susulan terdengar, sebuah lokasi kafe tak jauh dari Hinata berdiam diri terlihat, hanya butuh berjalan kaki sepuluh menit.
Aku akan menemuimu sebentar lagi.
Balasan dikirimkan, Hinata menatap pantulan dirinya sendiri di cermin, menampar kedua pipinya keras, menciptakan tanda merah yang samar terlihat, mencoba membuat dia sadar diri.
Gaara selama ini selalu mengerti dirinya, mencoba sebaik mungkin memberi cinta pada Hinata, tak adil bagi pemuda itu bila Hinata membalasnya dengan kelakuan tidak bertanggungjawabnya selama seminggu penuh.
Hinata menoleh pada pigura foto yang menampilkan foto dia dan laki-laki bersurai merah itu, ada senyuman jarang yang terpantul dari bibir si pemuda sembari memeluk Hinata yang tersenyum canggung.
Hinata memutuskan untuk menghadapi Gaara, belajar mencintai pemuda itu demi pernikahan yang tinggal beberapa bulan lagi.
Blouse berwarna merah muda dan rok putih gading menjadi pilihan Hinata untuk menemui sang calon suami, Kafe Himawari, kafe kecil dengan arsitektur minimalis berwarna putih menjadi tujuannya.
Pintu terbuka ketika dering lonceng terdengar, sekali pindaian pandang, Hinata menemukan eksistensi Gaara yang terdiam dipojokan, memakai Sweater turtleneck hitam sembari menyesap kopi yang sudah terlebih dahulu dia pesan.
Hinata mencoba menyunggingkan senyumnya yang rusak ketika akhirnya berhasil duduk di depan sang pemuda.
"Hai," sapa Hinata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kepada Lirikan-Lirikan Rahasia
FanfictionWaktu itu, Hinata-sensei yang menangis terisak terlihat begitu wajar dimata rekan-rekannya. Beliau menangis di upacara kelulusan sekolah. Waktu dimana para guru melepaskan anak didik mereka setelah ditempa tiga tahun lamanya. . . Tapi penyebab utama...