4. LAGI DAN LAGI

200 25 0
                                    

Pikiran aneh serta seribu tanda tanya berlalu lalang seperti hati jadi biru. Nanami menatap Gojo dengan netra serupa. Bagaimana ia selalu menyampaikan perkara lewat matanya.

Gojo mengerti maksud orang yang tidak ia pilih itu. Dia paham maksud Nanami, tapi ia acuh. Peduli pada hal yang lebih ia kejar, dia diamkan Nanami seolah mereka bukanlah manusia saling kenal.

Rasanya sakit. Nanami membatin sendirian. Ia merasa cukup terkuras atas hubungan tak nyata mereka. Seolah hanya berpegang sendiri tanpa teman.

Ia membalik badan, duduk di anak tangga dan menghela nafas sekuat mungkin. Coba redakan hati dan warna merah kepalanya. Dongakan kepala buat tatapannya lurus ke langit-langit teras asrama yang tidak begitu bagus.

Selain kayu, tidak ada apapun yang menarik mata.

Dia memikirkan betapa jauhnya ia berkelana sendirian di rasanya yang rapuh. Padahal ia sendiri tau perasannya hanya untuk si matahari itu, alias Haibara. Namun sekarang kenapa malah berpindah ke orang yang tak sudi mengaku? Ke albino yang penuh tanda acak.

Dia denguskan nafas kesal, kendalikan hati yang tak mau diam serta tau betapa berisiknya isi kepala.

"Wajah masam itu selalu pas denganmu." Panjang umur, manusia teracak yang ia benahkan menegur.

Albino terlihat menyungging senyuman remeh, dan ia balas dengan wajah semakin kecut.

"Peduli apa, kenapa kau disini?" Ia berucap datar, mengalihkan dongakan kepalanya.

Gojo melihat ke depan, ia tampak berpikir konyol. "Kenapa ya? Mungkin mau liat pacar." balasnya penuh selenehan.

Nanami menggedik bahu. Merinding sendirian dengar kalimat jijik tak terkira.

"Geli." Satu kata hingga Gojo mendelik tidak suka.

"Mode cuek lagi, ya?" Ia tertawa ringan, Nanami dengan segala perawakan aslinya adalah makanan yang paling ia suka.

Ini adalah masalah Gojo yang entah bagaimana juga jadi masalah si blonde, padahal ia tidak seharusnya terlibat.

Masalahnya adalah jika sudah bosan dengan Suguru, albino tak berperasaan akan mencari mainan lain yang tentu saja seorang Nanami. Kemudian dengan kejamnya, ia akan membahas dari A-Z tentang pacar yang ia kagum-kagumi sampai Nanami berharap ia tuli dan tidak muntah mendengarnya.

Tidak ada balasan dari bibir sedikit pucat blonde. Ia diam tak mau bicara. Sudah tau hanya dijadikan pilihan kedua dan bukan pertama, buat apa sambung omongan cuma-cuma orang yang membuatnya demikian?

"Mendengar suaramu buat kepalaku sakit. Aku harap kau pergi karna aku sudah kemari duluan." Pada akhirnya Nanami mengusir kasar, ia tidak peduli akan drama yang akan Gojo buat berikutnya.

"Sayangnya tempat ini bukan milik keluargamu? Jadi kenapa mengusir begitu?" Sudutkan matanya, Gojo betul-betul tak senang dengan segala respon yang ia dapat.

Menoleh sebentar lalu menunduk, ia ambil arti maksud dari Gojo yang tak senang. Peduli pada dunia, ia lebih baik melarikan diri daripada berdebat tiada akhir.

"Yasudah, aku yang pergi." Katanya menekan lutut, bangkit.

Bukannya membiarkan pelarian si blonde yang frustasi itu, tangan albino teringkih menahan langkahnya. Ia genggam pergelangan Nanami dengan nama mulai perdebatan baru, perdebatan yang buat Nanami mual.

"Kemana?" Ia bertanya, datar.

Mendengus, "kemana lagi?" balik melontar, nadanya malas.

Wajah Gojo semakin cemberut. Kenapa susah sekali masuk ke mood baik mainan favoritnya? Ia gigit bibir bagian dalam sebagai upaya, misi mengerti perubahan drastis sikap pirang yang menurutnya sulit ditangkap.

"Kau ini, kenapa susah sekali dimengerti? Seharusnya kau bisa seperti Suguru yang tidak banyak hal." Ia menyarkas, enggan lepas pergelangan tangan Nanami.

Sumpah demi dirinya sendiri, lisan yang terucap tadi buat darahnya mendidih. Nanami menghempas tangan Gojo dan melirik tajam.

"Kau tidur saja dengan orang itu, sialan. Kau ingin aku jadi dia? Bercanda apa kau sekarang?"

Gojo tertegun luar biasa. Tangannya mengepal sukar.

"Oh? So you're saying that i should spend one night with him, fuck him the way i did you?" Anggukan dan nada tinggi Gojo beserta penekanan tiap katanya tampak kekal. Ia mengamuk di rasa kurang bisa ia hempas.

Nanami rasa ia bisa menampar bibir bajingan albino yang tiada habisnya. Tapi ia masih punya sabar yang tersisa, maka ia lebih pilih berlalu bersama rayuan kejam yang akan ia toreh setelah ini.

"Sumpah, Gojo. Kalau kau datang hanya dengan perkara dan drama yang tidak habis," Nanami membelakangi,"I'd like to be insane just like you." Lanjutnya menatap intens.

"Why? You are the one who spoke like that! So what did i do wrong??" Gojo tidak bergerak dari tempatnya.

Tahu bahwa Nanami mengintropeksi rasa sakitnya sendiri, Gojo masih berusaha jadi obat walau ialah sang luka. Dia masih mau buta pada penyakit yang Nanami derita akibat dirinya.

"What did you do wrong? Are we gonna start this shit again? You want me to speak like a hell so you're gonna able to relize what the fuck you did was wrong? Am I right? Because if yes, then the answer is No, Satoru."

Nanami membalik badan. Bibirnya menderu dengan amarah dan matanya menyala. Ia kesal bersamaan dengan rasa sabar yang hilang. Jadi ia ungkap semua yang ia tahan, yang memang seharusnya jadi rahasia sendirian. Sampai berani menyebut nama depan Gojo.

"Due that shit, I rather beg you; please don't be so selfish. You know you chose him more than me."

Permohonan Nanami buat kepala ramai, Gojo beserta segala keterkejutannya mencari-cari celah kata tepat yang akan ia lontar sebagai celaan.

"Huh?" Seketika Gojo membisu.

Ia tak pernah terima kalimat sefrontal itu sebelumnya dan ia juga tidak pernah berencana akan menerimanya. Jadi saat kekecewaan Nanami terucap jelas, dia merasakan hatinya mengecut sakit, terkejut pada cepatnya kalimat tak sedikit Nanami terbentuk jelas.

Maka dengan segala ketidaksengajaan, Gojo dengan ceroboh membiarkan sindiran keras yang ia terima melimpah ruah di jantungnya. Ia berkaca-kaca tanpa sepengetahuan, terdiam pada rasa yang enggan ia pahami.

Nanami menautkan alis, albino yang menangis tiba-tiba itu buat ia bingung. Apa ia terlalu keras tadi? Pada akhirnya Nanami hanya akan kembali kesal pada dirinya sendiri. Dia kesal karena dia tidak dewasa dan membiarkan pikiran jahat menguasai.

"Do you mean it?" Gojo lap matanya dengan lengan baju. "Do you mean your words?" Suaranya mulai pecah seakan tangisannya mulai terisak.

Biru dengan cermin buat rasa pahit tersendiri. Nanami menelan ludahnya penuh sesal dan ia menggeleng. Mengalah lagi walau tak pernah menang.

"No, i don't mean it," katanya membakar kewarasan diri. "Sorry."

Itu bukan lukisan yang ingin Gojo lihat atau dengar. Ia ingin sarkasan yang lain namun entah kenapa hatinya sakit yang betul-betul sakit.

Jadi ia biarkan Nanami membelakanginya lagi, berjalan di tapak yang sempat ia tahan-tahan. Tak seberapa lama, manusia itu pergi ketika ia masih termangu.

Ia diam berdiri tidak bergerak seraya berpikir, apa yang ia lakukan salah? Sejujurnya dia tidak begitu mengerti.

Atau apakah Nanami sebenarnya menganggap mereka lebih serius daripada ia kira saat pertama kali ia memutuskan memacari dua orang sekaligus?

Tapi dia merasa itu tidak mungkin. Karna Nanami sendiri kini juga sedang bersama Haibara kala mereka bersama-sama dibelakang orang-orang. Jadi apa yang albino itu lakukan salah? Haruskah ia minta penjelasan?

Apalagi, hal yang paling buat bingung adalah kenapa ia bisa sekesal ini pada sikap cuek, frontal, dan keras Nanami? Padahal dulu ia menyukainya.

Dia bingung.

---

CRAWLING BACK TO YOU (GoNana) (SatoSugu) (HaibaNana) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang