Chapter 4

558 64 29
                                    

Zayyan perlahan membuka kelopak matanya. Sepasang mata itu menyipit, menyesuaikan cahaya yang masuk.

"Gege? Gege sudah sadar?"

Zayyan menoleh ke sumber suara dan mendapati seorang pemuda yang tersenyum lebar. Tetapi, meskipun bibir itu menyunggingkan senyuman, terlihat air mata mulai mengalir di kedua pipinya.

Pemuda itu berlutut di tepi ranjang. Menggenggam tangan Zayyan dengan hati-hati.

"Apa Gege lupa siapa aku? Aku Sing, bocah kecil yang dulu selalu mengganggu Gege."

Zayyan yang baru sadar, hanya mengamati wajah Sing dengan seksama. Ekspresi wajah yang datar dan polos secara bersamaan itu membuat Sing tersenyum kikuk. Ia menggigit bibirnya, takut Zayyan tidak percaya dengan perkataannya tadi.

Lama mereka saling memandang, hingga Zayyan mendengus pelan, dan tertawa kecil.

"Yah, sekarang pun kamu sedang mengganggu Gege, kan?"

Sing terkejut mendengar ucapan Zayyan.

Ia tidak bisa membendung rasa bahagia ini dan menerjang Zayyan yang masih berbaring.

"Gege, aku dan Leo merindukanmu! Sangat merindukanmu. Aku selalu berharap bertemu denganmu lagi. Kamu tidak tahu betapa putus asanya kami memcarimu selama ini."

"Hei! Teganya kalian berpelukan seperti itu tanpa mengajakku!" keluh Leo yang baru saja datang. Ia memajukan bibirnya, tampak sangat kesal.

Ia segera meletakkan nampan yang dia bawa, dan ikut memeluk Zayyan.

"Selamat datang kembali, Zayyan gege!" seru Leo.

Bayi kelinci dan bayi singa itu menempel erat pada Zayyan. Itu membuat Zayyan kesusahan bernapas. Dari dulu, kelakuan dua bocah ini memang benar-benar tidak pernah berubah.

Tidak pernah berubah?

Yah, tentu saja ada yang berubah, kan?

Deg

Zayyan seketika teringat akan sesuatu. Ia bahkan tidak mengerti dengan apa yang dia rasakan saat ini.

Bukankah seharusnya dia senang bertemu dua sahabat kecilnya?

Tapi, apa yang dia temukan sampai dia bisa berada di sini, membuat dia ragu.

Dia melirik Leo dan Sing secara bergantian. Dua pemuda itu menyandarkan kepala mereka di kedua lengan Zayyan, sambil memejamkan matanya dan tersenyum manis.

'Sing, Leo, tidak mungkin, kan...'

Zayyan menggeleng pelan karena pemikirannya.

"Oke, cukup. Sekarang bisakah kalian melepaskanku?" tanya Zayyan sambil menggeliat di dalam pelukan hangat itu.

"Oke, oke, baiklah, Gege."

Leo mengambil nampan berisi makanan. Sedangkan, Sing membantu Zayyan untuk duduk bersandar di kepala ranjang.

"Waktunya makan! Gege pasti sudah lapar, kan? Sejak kemarin, Gege tidak bangun. Itu membuat kami khawatir," tutur Leo.

Senyum kecil bertengger di bibir tipis Zayyan. Ia meraih nampan itu, berniat untuk melakukannya sendiri. Namun, Sing menahan tangannya.

"Eits, kondisi Gege masih lemah. Biar Leo saja yang memberi Gege makan."

Leo mengangguk setuju dengan ucapan Sing. Dia mengangkat sendok yang sudah berisi nasi dan lauk, menyodorkannya ke depan mulut Zayyan. Alisnya naik turun niat menggoda pihak yang lebih tua.

Adapun Zayyan hanya menggeleng pasrah dan menerima suapan itu dengan patuh, setelah mengucapkan doa.

"Gege senang kita bisa bertemu lagi. Apalagi melihat kalian bisa tumbuh dengan baik sampai saat ini," ungkap Zayyan.

Gege, Do You Still Love Your Didi?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang