Chapter One : Two

858 101 63
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Aku keluar kamar berjalan gontai menuju meja makan, di mana kedua orang tuaku tengah berbincang kecil di kursi favorit mereka―sudah jelas mama duduk di kursi utama dan mami berada di sisi kiri mama.

"Good morning honey," suara lembut mami menyapaku dengan senyuman hangat tergurat di wajahnya.

"Morning mih," ucapku tidak bersemangat sambil menarik kursi. Menduduki kursi minimalis di kelilingi bantalan empuk berwarna abu, siapapun akan nyaman berlama duduk di atasnya. Apalagi mami baru menggantinya beberapa hari lalu.

Mama membuka suara sehabis menyicip sedikit kopi hitam dicangkir putih. "Gimana sekolah di sana?"

"Aku boleh pindah?"

Seharusnya, orang tua yang normal akan terkejut mendengar lontaran pertanyaan itu keluar dari mulut anaknya. Tapi, mama sibuk mengusap layar ponselnya, mami tengah menyiapkan piring untuk anak-anaknya. Mereka nampak tenang, tidak gelisah sedikit pun.

"Kenapa?" Mama menatapku.

"Aku nggak mau satu sekolah sama mereka!" protesku sambil menunjuk dua manusia sudah menjadi kakakku bertahun-tahun.

Mata mama menelusuri ke mana arah jariku menunjuk. "Lagian mereka tahun depan lulus kok, tahan aja dulu," celetuk mami.

"Manja banget lo jadi anak," ketus kak Seulgi, dia duduk di hadapanku, bersebelahan dengan mami.

Mengenai si anak sulung satu itu. Aku masih sangat kesal dengan perbuatannya saat di toilet kemarin. Menurutku pembalasannya tidaklah seimbang. Aku hanya menumpahkan susu coklat sedangkan dia menumpahkan air pel kotor dan bau. Napasku berhembus kasar saat aku mengingat kejadian itu kembali.

Ujung sepatuku menghantam keras kakinya, tepatnya pada tulang kering. "Aahh!! Fuck!!" Dia meringis sambil mengusap kakinya.

Mami memukul mulut kak Seulgi menggunakan sendok makan. "Kim Seulgi?! How dare you curse in front of the food!"

"Aw! Dia loh mih nendang kaki aku!" protesnya sambil menunjuk ke arahku. Aku menjulurkan lidah, meledeknya terkena omelan pertama mami di pagi hari.

"Kamu juga dek! Iseng banget sama kakaknya, kalau dibalas balik nanti kamu yang nangis, protes ini itu! Bisa nggak kalian sehari nggak bikin onar?!"

"Elu sih iseng banget heran, bikin mami ngomel-ngomel," bisik kak Wendy, dia duduk di kiriku.

"Kamu juga!" pekik mami berhasil mengejutkan kak Wendy. "Jangan suka jahilin adek kamu! Kalau kamu jahilin, berantemnya bukan sama kamu, tapi Seulgi!"

"Ya kan itu tujuan aku mih," ujar kak Wendy, kedua bahunya terangkat seperti tidak ada beban sedikit pun.

Mami menghembuskan napas kasar. "Pokoknya sekali lagi kalian buat ulah, mami bakal sita semua fasilitas kalian, termasuk supir, kalian bakal naik transportasi umum, paham?" tegas mami, dijawab dengan anggukan dari ketiga anaknya.

BIADAB FAMILY (PENDING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang