Chapter Two : Fourteen

547 59 7
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Hari telah berganti malam. Seluruh anggota keluargaku sudah berkumpul di meja makan, beberapa hidangan makan malam tertata rapih di atas meja. Aku segera duduk di kursi utama, mengambil gelas sudah terisi penuh air putih, aku meneguknya sekali untuk membasahi kerongkonganku yang terasa kering.

"Yang kamu bujuk Winter dong, dia dari pagi loh di dalem kamar terus, tadi aja dia nggak makan siang," celetuk istriku.

Sontak aku melihat ke arah kursi yang selalu diduduki Winter. Tidak berpenghuni. "Dia masih ngambek?" tanyaku.

Tiffany mengangguk lemah. "Aku takut dia sakit yang," jelasnya.

"Yaudah sih biarin aja mih, lagian siapa suruh pake ngambek segala, nggak jelas," celetuk Seulgi.

"Mending sekarang mami makan yang banyak biar dedek bayinya nggak keroncongan," ucap Wendy.

"Mami nggak napsu makan," ucap Tiffany, dia menyandarkan tubuh disandaran kursi.

Aku menghela napas. "Aku bujuk dulu deh," ucapku seraya bangkit dari kursi.

Aku kembali naik ke lantai dua, menuju kamar Winter berada. Hendak mengetuk pintu kamar, pintu itu terbuka cepat, menampilkan seseorang mengenakan pakaian serba hitam, dia menatap tajam ke arahku. "Oh masih hidup, mau kemana kamu?" tanyaku.

"Kabur," ucap Winter, dia masih berdiri sembari memegang pintu.

"Mau pake motor atau mobil?" tanyaku.

"Jalan kaki, awas!" sentak Winter.

Aku melangkah mundur, membiarkan si bungsu keluar dari kamarnya menuju tangga. "Punya uang nggak? Makan di luar sana," ucapku.

Winter berhenti sejenak, dia menoleh menatapku dari balik bahunya. "Kenapa aku nggak dicegat?" tanyanya.

Aku mengkerutkan dahi tak paham. "Kenapa harus?"

"Halo? Aku mau kabur ini!"

"Yaudah kabur aja, nanti mama transfer uang makan sama transportasinya ya, ponsel mama ada di meja makan," ucapku dengan santai.

"Nyebelin banget!" Winter menghentakkan kakinya sebelum dia berlari menuruni anak tangga.

"Winter, ayo makan dulu."

"Winter kamu mau kemana? Winter?!"

Suara bantingan pintu rumah menggema hebat. Yup, si bungsu telah pergi. Aku menghela napas, kembali turun menuju ruang makan. Terlihat Tiffany tengah berdiri di depan tangga, menatap ke arah pintu dengan wajah khawatir.

"Yang ih itu Winter mau kemana?" tanyanya.

"Kabur katanya," ucapku.

"Kejar dong anaknya, kok kamu biarin aja sih!" protesnya.

"Biarin aja, udah gede, paling juga dia kabur ke rumah Kari―Aw!" Aku meringis saat Tiffany memukul bahuku sangat keras.

"Anaknya kabur malah dibiarin! Gimana sih kamu!" Tiffany terus memukulku tanpa henti.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 06 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

BIADAB FAMILY (PENDING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang