Chapter One : Eleven

1.2K 117 55
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Dua hari sudah berlalu, aku masih setia berada di atas ranjang rumah sakit, kaki kanan terbungkus gips menggantung pada tiang agar tidak terbentur oleh kaki kiri. Setelah sadar sehabis operasi, aku selalu memeriksa ponsel, menunggu kabar dari seseorang, kak Karina.

Sampai hari ini dia tak kunjung datang, hanya menyampaikan perminta maafnya melalui kak Seulgi. Jujur itu membuatku sedih, dan merasa kehilangan. Sifatnya yang bar-bar menjadi hal kurindukan saat ini. Apa ini merupakan karmaku? Karena sempat menjauhkan kak Karina.

"Karina masih belum bales chat lo?" tanya kak Seulgi, dia duduk di sebelah ranjang, sedang menikmati buah apel pemberian teman-temanku.

Aku menghela napas dan menggelengkan kepala. "Dia nggak masuk lagi tadi?" tanyaku.

"Iya, udah gue tanyain ketemennya, mereka juga dicuekin sama Karina," jawabnya.

Ada apa dengannya? Apa ada masalah dengan orang tuanya? Tidak biasanya dia menghilang tanpa memberi kabar, bahkan kedua sahabatnya, kak Chaewon dan kak Yeji.

"Lo mau gue datengin ke rumahnya?" tanya kak Seulgi.

Aku menggelengkan kepala. "Nggak usah kak, mungkin dia butuh waktu buat sendiri, gue nggak mau ganggu dia," bohongku.

Pintu terbuka, menampilkan kak Wendy membawa satu kantung belanja besar, terisi penuh oleh snack pesananku dan kak Seulgi. "Anjrit rame banget minimarket di bawah, banyak yang sakit apa gimana deh," dumal kak Wendy, dia menaruh kantung belanjaan di atas meja.

"Gue mau yupi," ucapku.

"Emangnya lo boleh makan yupi?" kak Wendy menatapku, dia menaikan sebelah alisnya.

"Bolehlah!" seruku.

"Mih emang dia boleh makan yupi?" tanya kak Wendy saat mami baru saja masuk sehabis mengantar kak Wendy belanja.

"Nggak boleh dong, kan kata dokter nggak boleh makan sembarangan, kaya ciki sama yupi, kalau mau nyemil mami udah beliin biskuit sama susu banyak, jangan lupa susunya masukin kulkas Wen," jelas mami, dia menutup pintu.

"Tuh denger," ujar kak Wendy.

Aku melipat tangan di dada, mengerucutkan bibir. Aku marah, karena tidak bisa memakan permen kesukaanku.

"Itu kenapa makanannya nggak dimakan?" tanya mami, melihat piring makanan pemberian rumah sakit tidak kusentuh sedikit pun.

"Nggak mau," ucapku.

"Disuapin Karina mau nggak lo?" tanya kak Seulgi.

"Maunya sama kak Irene," ucapku, dan mendapat hadiah tepukan keras di bibirku.

"Aaah!" aku meringis saat kak Seulgi memukul bibirku.

"Ngomong sekali lagi, gue jait mulut lo," ancamnya.

BIADAB FAMILY (PENDING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang