1. Hidupku

198 34 0
                                    

22 Mei 2024

Tangannya gemetar, wajahnya pucat ketika melihat kondisi rumahnya yang berantakan dengan barang berserakan di mana-mana . Ia menutup wajahnya dengan tangan, menahan air mata yang sebentar lagi akan turun. Dua minggu yang lalu, ada beberapa preman rentenir yang menagih hutang ke rumah karena ibu tirinya meminjam uang untuk membiayai kehidupan putri kandungnya yang sedang menempuh pendidikan di luar kota.

Semua harta benda milik ayah kandung Rose di gunakan sebagai aset masa depan putrinya sendiri agar kelak putrinya mampu bekerja di perusahaan besar dan menerima gaji lebih tinggi untuk tinggal di perumahan elit di tengah kota.

Hari ini ibu tirinya pergi meninggalkan Rose seorang diri di rumah yang sudah berantakan dan kacau akibat penggeledehan secara paksa oleh para preman rentenir yang datang beberapa saat yang lalu. Itu pun Rose diberitahukan oleh tetangga setempat jika rumahnya dihancurkan oleh para rentenir gila itu.

Untuk sekarang Rose tidak bisa menyalahkan ibu tirinya tentu saja karena ia tidak tau ke mana ibu tiri dan juga saudara tirinya itu berada. Pertanyaannya sekarang adalah kemana ia harus mencari uang untuk membayar utang ibu tirinya?

Tabungannya tidak bisa ia gunakan untuk itu karena khusus untuk membiayai terapi ayahnya pasca operasi pengangkatan tumor ganas di kepalanya yang dilakukannya setahun yang lalu.

**

"Satu espresso dan choco cheese cake untuk meja 2." Suara nyaring Rhea yang berteriak dari arah dapur membuyarkan lamunan Rose.

Sore ini kafe tempatnya bekerja, toko roti dan kopi milik keluarga Rhea memang sedang ramai didatangi orang. Sesuatu yang sangat Rose syukuri karena ia masih berpenghasilan meskipun sedikit merintis untuk melunasi utang ibu tirinya.

"Rose, ini pesanannya!" Lagi Rhea berteriak pada Rose.

Dengan tergesa Rose menuju ke arah dapur, mengambil choco cheese cake dan espresso lalu meletakkannya di atas nampan dan memberikannya pada Jay yang merupakan satu-satunya karyawan pria di kafe ini.

"Di meja 2 ya Jay." Rose berkata pada Jay setelah menyodorkan nampan ke meja tempat penyajian.

"Lo kenapa? hari ini kayaknya nggak fokus?" Jay bertanya dengan hati-hati.

Rose tersenyum seraya menggeleng pelan. "Nggak kok, gue baik-baik aja mungkin karena semalem kurang tidur aja."

"Oh, yaudah gue anterin pesananya dulu ya."

Rose mengangguk.

Rhea keluar dari dapur mendekat ke arah Rose lalu menguncinya di antara meja agar Rose tidak bisa menghindar. "Lo kenapa? lagi sakit kah?"

"Nggak Rhe, gue nggak sakit. Kenapa?" Rose bertanya padanya.

"Lo kelihatan pucet Rose dan sepertinya lo banyak pikiran." Rhea tiba-tiba menempelkan telapak tangannya pada kening Rose, memeriksa suhu tubuhnya. Rose tertawa geli melihat aksi Rhea tersebut.

"Hei kenapa lo ketawa, gue serius lo! Gue khawatir, kalo ada masalah coba cerita aja biar gue bisa bantu. Apa ini ada hubungannya sama ibu tiri lo yang kabur itu?"

Rose tersenyum mencoba melakukan yang terbaik supaya teman-temannya tidak khawatir terkait kondisi yang tengah ia alami.

"Udah ah, mending lo sekarang ke dapur lagi rame nih kafe. Nanti lo bisa kena tegur bos karena nge gosip mulu bareng gue."

"Ih, kan gue lagi khawatir. By the way lo lihat wanita yang duduk di pojok itu gak?" Rhea berkata setengah berbisik pada Rose.

Secara otomatis Rose melihat ke arah yang ditunjukkan oleh Rhea. Duduk di pojok menghadap ke arah jendela dan menatap ke arah jalanan di luar adalah seorang wanita setengah baya, mungkin usianya hampir mirip dengan ibu tirinya. Dia sedang sibuk berbicara dengan seseorang di sebrang telepon dan tidak melihat bahwa kami sedang memperhatikannya.

"Ya, gue liat. Emang kenapa sama ibu itu?" Rose bertanya penasaran pada Rhea.

"Ih, lo gak sadar kah?"

Rose menggeleng polos.

"Wanita itu sedari tadi terus merhatiin lo," Rhea kembali berbisik pada Rose, membuat Rose kembali melirik ke depan, ke arah wanita yang dikatakn oleh Rhea tadi. " Sepertinya dia diam-diam mengambil foto lo deh pake hape nya."

"Masa sih?"

Saat Rose melirik ke arah wanita itu, ternyata dia juga sedang menatap ke arahnya.

Pandangannya luruk tepat ke matanya. Dia seperti mempelajari setiap inci di wajah Rose, kemudian dia melirik ke arah sesuatu yang tengah di pegangnya, seperti sebuah foto.

Tak lama kemudian wanita itu berdiri dan melangkah mendekati kami. Rhea dengan cepat menyenggol lengan Rose, "Rose, wanita itu dateng."

Rose menghela napas perlahan melirik Rhea dari sudut matanya. "Mungkin ibu itu mau bayar," suaranya terdengar santai namun dalam hati jantungnya berdegup sangat kencang seakan merasakan ada bahaya yang datang mendekat.

Kini wanita itu telah berdiri di depan kami. Dia menatap ke arah Rose tidak berkedip.

"Maaf, ada yang bisa saya bantu?" Rose bertanya selaku kasir yang bekerja di bagian pembayaran.

Wanita itu terkejut. "Oh, maaf. Saya tidak bermaksud tidak sopan, bisakah saya berbicara sebentar denganmu?"

Rose dan Rhea bertatapan, mereka sama-sama mengerutkan kening mendengar perkataan wanita itu.

"Ada yang ingin aku bicarakan, sebentar saja." Wanita itu tersenyum padanya, senyumannya keibuan sekali mengingatkan Rose pada kenangan mama nya. "Jangan khawatir saya tidak memiliki niat jahat sama sekali."

Mengangguk setuju Rose pun berdiri dari kursi dan mengikutinya berjalan ke arah mejanya yang berada di pojok. Mereka sudah duduk berhadapan saat ini. Wanita itu mengulurkan tangannya ke arah Rose, "Sebelumnya saya ingin memperkenalkan diri, nama saya Yunha Kim, tapi kamu boleh memanggil saya tante Yunha saja."

Menyambut uluran tangannya, Rose memperkenalkan namanya. "Saya Rose Jung, tapi cukup panggil Rose saja."

"Senang berkenalan denganmu Rose, apa kamu pemilik kafe ini?" Dia bertanya sambil memandang sekeliling kafe yang ramai.

Rose menggeleng, "Bukan te, saya cuma pegawai di sini."

"Ah, jadi begitu. Maaf jika saya membuat kamu khawatir Rose, tapi saya ingin meminta sedikit bantuanmu. Kamu tahu, saya sudah empat kali berkunjung ke tempat ini hanya untuk melihatmu?"

Rose menunggu dengan sabar apa sebenarnya yang wanita ini inginkan darinya.

"Maafkan saya Rose, saya bingung harus memulainya dari mana. Aku mempunyai seorang anak, namanya Eunwoo. Dia bukan anak kandungku, saat itu ibu Eunwoo mengalami musibah setelah melahirkannya, lalu saya diamanahi oleh ayah Eunwoo untuk mengasuhnya sampai sekarang." Yunha mulai bicara. "Sekitar tiga bulan yang lalu dia dan tunangannya mengalami kecelakaan. Eunwoo berhasil selamat walaupun dia masih harus duduk di kursi roda dan kehilangan ingatannya. Tetapi sayangnya tunangannya, Jaeya meninggal dunia saat itu juga. Ini fotonya, lihatlah." Tante Yuhna memberikan padaku sebuah foto yang sejak tadi dipegangnya.

Rose mengambil foto itu dari tante Yuhna dan seketika terbelalak kaget melihat foto Jaeya yang tengah ia lihat. Rose menatap tak percaya ke arah tante Yuhna. Dia memberikan Rose senyuman dan anggukan kecil tanda dia menyadari apa yang menjadi penyebab keterkejutanku.

"Wajahnya mirip sekali denganmu." ujarnya pelan. "Awalnya saat pertama kali saya datang ke sini saya pun tidak percaya dengan apa yang saya lihat. Saya mengira kamu adalah Jaeya, tunangan putraku. Tetapi saya yakin bahwa kamu dan Jaeya adalah orang yang berbeda. Kalian juga bukan anak kembar, ini adalah keajaiban."

Tante Yuhna kembali menatapnya. Matanya dipenuhi harapan dan pancaran kebahagiaan di sana. "Sekarang saya akan menyampaikan permintaan padamu."

"Permintaan?" Rose menatapnya bingung.

"Ya, saya ingin kamu berpura-pura menjadi Jaeya untuk Eunwoo, Rose."

Bersambung..

Last LetterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang