one

21 4 0
                                    

"Anya, cepetan siap siapnya!"

"Sabar, bentar lagi nih!" Jevanya setengah berteriak

Semenit kemudian Jevanya mulai keluar kamar dengan pakaian serba putih lalu berjalan menuju ke sumber suara yang sedari tadi meneriaki nya.

"Ayo!"

Haidar─kakak keempatnya itu mulai menatap setiap inci dari tubuh adiknya, lalu menatap tak suka "tumben banget lo mau ikut," cibirnya

"Biasanya juga nge drakor nge dekem dikamar."

Plak

Jevanya memukul abangnya itu dengan keras "anya sakit tau!" Haidar meringis

Jevanya memilih tak perduli dengan abangnya itu, ia berjalan mendahului Haidar sebelum ia benar benar masuk kedalam mobil yang akan membawa mereka ke suatu tempat.

.

.

.

"Bun, yah, anya kangen sama kalian."

"Anya pengen banget liat kalian tau," Jevanya terisak sembari menghapus air mata yang terus menerus keluar dari matanya

"Anya juga mau minta maaf sama bunda. Gara gara bunda ngelahirin anya, nyawa bunda jadi taruhannya─" ia menjeda ucapannya seraya menyeka air matanya

"Maafin anya, bun..."

"Anya lo ngomong apaan sih?" Tanya Leo. Ia menghembuskan nafas kasarnya ke udara dengan raut wajah yang sedikit kesal

Ya dia wajib kesal! "Ini semua bukan salah lo dan ini semua sudah menjadi takdir yang diatas, jadi mulai sekarang berhenti salahin diri lo sendiri, okay?"

"Bener tuh kata bang leo, ini semua udah takdir dan kita sebagai manusia harus bisa menerimanya," Chasya mengiyakan ucapan Leo

"Tapi kak, gue bener bener ngerasa bersalah banget," sarkas Jevanya berapi api, namun terdengar pelan ditelinga mereka

"Coba aja waktu itu bunda gak ngandung dan ngelahirin gue, pasti mereka masih hidup dan kalian juga hidup bahagia didunia ini sama mereka."

"Hush!" Sambar Jian cepat "mulutnya ya gak bisa dijaga! Lo gak boleh ngomong kayak gitu lagi, dosa tau!"

"Kalau enggak bisa dijaga mulutnya, mending lo jahit aja ji."

Celetukan Haidar hampir membuat Jevanya tertawa, namun ia mengurungkan niatnya karena menurutnya ini bukan saat yang tepat untuk tertawa.

Apalagi ini di pemakaman. Bagaimana jika para mayatnya hidup kembali dan ikut tertawa?

Jevanya lantas tertawa dalam hati.

"Serah lo dar," jengah Aldi

"Mending mulut lo aja tuh yang di jahit," Reyjuno membuka suaranya

"Biar gak kebanyakan bacotnya."

"Dih, dih, lo juga banyak bacot tau!" Tukas Haidar tak terima

"Weh kok jadi pada ribut gitu sih? Lo pada gak liat kita lagi ada dimana, apa?" Lerai Nareza akhirnya, sedari tadi ia sudah sangat jengkel pada Haechan

"Daripada ribut mendingan kita pulang, bentar lagi hujan!"

.

.

.

Bukannya pulang, Leo justru membelokkan mobilnya ketempat jualan bakso lesehan yang berada tak jauh dari perumahan mereka.

Menurut Leo, hujan hujan begini tuh enaknya makan yang anget anget, apalagi bakso.

Mereka berdelapan sudah mencari tempat duduk yang pas dan terlindung dari hujan, walaupun masih kena cipratan sedikit sih.

"Kak, kenapa gak ke resto aja coba?" Tanya Chasya tiba tiba

"Kasian anya 'kan jadi kedinginan."

"Sayang duitnya, mending ditabung," jawab Leo dengan santai

"Apa yang dibilang beng Leo itu ada benarnya, kak! Lagipula gue gak masalah kok mau makan dimana aja, asalkan porsinya seperti biasa aja, hehe."

Entah kenapa wajahnya Leo langsung kayak gimana gitu pas denger Jevanya bicara kek gitu, kayak pengen nonjok aja.

"Yah, lo mah bisa aja," Leo menggelengkan kepalanya

"Iya, iya, seperti biasa, dua kali lipat 'kan?"

Jevanya mengangguk cepat, namun sepertinya Haidar sudah ingin mencecar Jevanya dengan perkataannya.

"Bukan adek gue sumpah, ditempat rame kayak gini aja masih minta porsi tambahan. Apalagi kalau di resto? Lima kali lipat mungkin."

"Ih bang, gak gitu konsepnya! Gue juga masih punya malu tau!" Cerocos Jevanya, tak terima dengan perkataan yang dilontarkan oleh abangnya itu

Bisa bisanya dia buka kartu Jevanya ditempat kayak begini. Walaupun disini jumlah populasinya gak banyak, tapi tetep aja Jevanya malu!

Dan dalam watu yang bersamaan juga, orang orang yang berada disana langsung memperhatikan kedelapannya─mungkin lebih tepatnya memperhatikan Jevanya dengan tatapan aneh tanpa sebab.

Seperti tatapan ingin menertawakan, namun tak jadi.

Buru buru Jevanya menutupi wajahnya menggunakan tangan kirinya lalu melahap bakso dengan tergesa seraya merutuki Haechan didalam pikirannya.

'Gak disana, gak disini, kerjaannya bikin malu adiknya mulu, Haechan sialan emang!'

tbc.
‎ ‎

don't skip vote and comment after reading this stories, thank you!

‎ ‎‎𝒊𝒗. ‎ brother  :  nct dream Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang