Jaemin melihat-lihat makanan yang tersedia di kantin sekolahnya. Kantin sekolah ini nyaman, kursi dan meja bersih yang tersedia banyak, pewangi ruangan dan pendingin ruangan. Seperti makan di restoran saja, Jaemin menyeringai. Memang, sekolah satu ini tidak main-main, selain harganya yang oke, fasilitas nya pun juga oke. Tidak sia-sia pemuda itu membayar SPP hingga 300 juta lebih untuk satu tahun.
Matanya dengan lihai menjelajah seisi kantin, ia bisa dengan cepat menilai situasi seperti apa yang kira-kira akan terjadi. Sekolah seperti ini biasanya memiliki 'mereka' para penguasa sekolah. Bukan secara harfiah, tetapi mereka yang pasti akan selalu menduduki meja yang sama setiap harinya, di kantin. Ah, atau lebih tepatnya, penguasa kantin.
Jaemin jadi mau tertawa sendiri, penguasa kantin, itu konyol.
Memutuskan untuk segera makan karena perutnya sudah kosong sedari pagi, Jaemin melangkahkan kaki jenjang nya menuju salah satu stand makanan. Ia akan melakukannya.
"Baksonya satu, bu."
Petugas kantin yang mengelola stand bakso mengangguk, segera gesit menyiapkan bakso yang diminta oleh Jaemin. Tidak perlu waktu lama, Jaemin segera menerima satu mangkok baksonya yang mengepul panas. Jaemin menyunggingkan senyumnya, terlihat enak.
"Hati-hati dek, panas— eh.." Petugas kantin itu terkejut sekaligus terkesima.
Lihatlah, Jaemin tanpa basa basi menerima mangkok panas itu dengan tangan kosong, malah kini cengar cengir karena akhirnya bisa makan. Tidak terlihat rautnya kesakitan karena kuah bakso yang panas.
Baiklah, Jaemin memutuskan untuk duduk di salah santu bangku yang berada di pojok kantin. Semoga ia tidak mengganggu entitas lain yang mungkin saja akan mengganggu waktu makannya.
Tetapi baru saja Jaemin membuka mulutnya hendak menyendokan satu suap bakso dan mienya, suara lantang mengejutkannya. Jaemin segera mendengus, astaga, ternyata kehadirannya disini mengganggu entitas lain.
Dan tak lain tak bukan, itu adalah Jeno. Pemuda itu datang bersama beberapa orang. Mungkin temannya, Jaemin tidak peduli.
"Woy bule," panggil Jeno ketus.
Jaemin menaikan salah satu alisnya, apa?
"Tempat itu milikku." Ujar Jeno sesampainya di tempat Jaemin duduk. Ucapannya mengundang seluruh mata yang ada di kantin untuk memperhatikan.
Jaemin mengangkat bahunya, oke.
Pemuda itu segera bangkit dari duduknya, membawa mangkok baksonya yang masih mengepul hangat bersama.
Eh? Jeno menatap Jaemin heran. Bisa-bisanya pemuda itu langsung pindah begitu saja tanpa mengucapkan sepatah kata apapun.
Tidak terima, saat Jaemin sudah mau mendudukan dirinya di bangku lain, Jeno tetap berseru.
"Itu tempat milik temanku, bule."
Memang betul itu tempat duduk temannya, tapi biasanya Jeno tidak peduli jika tempat duduk temannya di duduki. Tapi astaga, ia jadi kesal sendiri melihat Jaemin sehingga Jeno berseru itu adalah milik temannya.
Jaemin menatap Jeno, meminta penjelasan.
"Pindah sana." Jeno menjawab, mendekat ke arah meja tempat Jaemin hampir duduk.
Jaemin menggeleng, tidak mau.
"Heh!" Sergah Jeno ketika Jaemin hendak mendudukan dirinya lagi.
"Kau itu bisu atau bagimana sih?! Ngomong!" Kesal Jeno.
Jaemin mendengus, ia jadi jengkel sendiri. Lihat, baksonya mulai mendingin. Ia hanya ingin memakan baksonya.
"Kenapa, bule? Kau mau berkelahi?" Tantang Jeno.
"Oke, aku pindah." Jawab Jaemin, pemuda itu memilih untuk mengalah, membawa baksonya pergi dari sana. Saat ini, baksonya jauh lebih penting dari acara adu jotos lainnya.
Jaemin membawa baksonya cukup jauh dari tempat Jeno, keterlaluan jika Jeno tetap bilang meja itu milik temannya, kakeknya, neneknya, Jaemin tidak peduli. Ia hanya mau makan.
Jeno mengeraskan rahangnya, lihat saja, akan ia hajar Jaemin besok saat boxing. Jeno jadi kesal sendiri.
"Astaga Jen, terimakasih loh sudah membela tempat duduk milikku." Temannya berujar setelah Jeno akhirnya duduk.
Jeno melotot, "Diam, Hyuck."
Donghyuck tertawa, "oke capt."
Pemuda berkulit tan itu menoleh ke arah satu orang yang belum duduk. Ia menyerahkan uangnya.
"Beliin kita bakso Ji. Aku pakai bihun, Jeno lengkap, Renjun paling batagor saja, pedes."
Pemuda tinggi itu mengangguk, menerima uang yang diberikan Jisung dan segera bergegas menuju tempat Donghyuck memintanya untuk dibeli.
"Thanks, Jisung!" Seru Donghyuck.
Jaemin memperhatikan dengan seksama, apa ini? Mereka memiliki budak, dan pemuda tinggi dengan wajah polos itu adalah budaknya? Aneh-aneh saja.
Jaemin kembali melahap baksonya, matanya gantian memperhatikan ke arah pemuda tinggi tadi. Namanya Jisung.
Jika dilihat dari uang yang diberikan Donghyuck, tentu saja itu kurang untuk membeli daftar makanan yang disebutkan. Jaemin menyeringai, sudah menduganya. Pemuda tinggi itu terlihat panik saat mengetahui uangnya kurang sehingga mau tak mau ia mengeluarkan uang dari sakunya dengan wajah sedih. Dengan jumlah yang lebih banyak dari uang yang diberikan.
Aduh, jelas sekali ini perbudakan— eh? Atau pemerasan? Pemalakan? Jaemin mengangkat bahunya, ya begitulah.
Dan lagi, pemuda itu membawa makanan yang diminta, terlihat kesulitan karena nampannya bergoyang. Tetapi dia akhirnya berhasil. Jisung menaruh makanan nya di meja, hendak ikut duduk sebelum Donghyuck menyergah.
"Heh? Kau belum membeli minuman."
Jaemin yang bisa mendengarnya hampir tertawa, lelucon macam apa ini. Uang untuk membeli makanan saja tidak cukup, apalagi jika pemuda itu harus membeli minum.
Wajah pemuda tinggi itu menjadi pias, "Tapi uangnya gak cukup kak—"
Donghyuck melambaikan tangannya, "aduh, pakai uang milikmu dulu Ji. Nanti diganti kok, iyakan, Renjun?"
Pemuda kecil disamping Donghyuck hanya mengangguk, sudah asik memakan batagornya. Begitupula dengan Jeno yang sudah memakan baksonya.
Terlihat pasrah, Jisung mengangguk, segera bergegas untuk membeli minum.
Jaemin masih setia memperhatikan, ia bisa menyimpulkan dari raut wajah pemuda tinggi itu. Hal ini tidak terjadi satu atau dua kali. Dilihat dari ekspresi wajahnya, jelas sekali mereka sering meminta Jisung untuk membeli sesuatu, memberikan uang kurang, dan berkata "Gunakan dulu uangmu, akan kami ganti" Tetapi tidak pernah diganti, astaga, dasar penjahat. Jaemin jadi mau tertawa.
Pemuda tinggi itu segera kembali beberapa menit kemudian, membawa 3 minuman kaleng dan satu air mineral. Menaruh keempatnya di meja.
"Heh! Bukan ini yang aku mau?" Seru Renjun saat melihat minuman kaleng di depannya.
Aduh, Jisung mengaduh. Begitupula dengan Jaemin yang hanya menyimak, banyak mau sekali mereka.
"Tidak apa-apa, Ay, minum air putih saja nih." Ujar Donghyuck memberikan botol air mineral kepada Renjun.
Sesaat, Jisung terlihat keberatan, itu minumannya. Tetapi urung ketika Renjun sudah membuka tutup botol mineralnya, segera menenggak minuman itu.
Jisung menghela nafas pelan, baiklah, mau tak mau ia hanya bisa berpasrah. Segera duduk, dan menyantap makanannya yang sudah mendingin karena ditinggal membeli minuman tadi.
Jaemin menyeringai, baksonya telah habis, ia selesai makan. Tetapi ini benar-benar menarik karena ia bisa melihat dengan langsung bagaimana sistem perbudakan di sekolah itu. Ia tidak salah memilih sekolah ini.
Dan semuanya menjadi menarik sejak Jeno mengajaknya untuk bertanding boxing besok. Ini menyenangkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
FIGHT!
ActionBukan Jeno jika ia menyerah dalam pertandingan boxing nya. Tetapi, apa-apaan lawannya ini?! ABOVERSE JAEMJEN/MINNO Enigma!JM Alpha!JN