"Siapa, Ram?"
"Seseorang dari sekolah anda, Tuan muda."
Jaemin mendengus, lambat atau cepat mereka akan segera menemuinya. Ia menerima jas yang diberikan oleh Ram, mengenakannya dengan cepat sembari berjalan menuju ruang tamu. Disana, duduk seorang laki-laki paruh baya dan sedang meminum teh.
"Kau tidak punya sopan santun sekali, heh?!" Hardik Jaemin.
Laki-laki itu tertawa pelan, "aku justru mau bertanya padamu, Jaemin. Kau tidak malu masih berpura-pura menjadi bocah sma ingusan?"
Jaemin mendengus, mendudukan dirinya bersebrangan dengan laki-laki paruh baya itu.
"Apa mau mu?"
"Kau sudah ber umur 25," Ujar laki-laki itu, menyesap tehnya.
Jaemin menaikan salah satu alisnya, "lalu?"
Laki-laki itu menaruh cangkir tehnya di meja, melipat kedua tangannya. "Sampai kapan kau akan berpura-pura menjadi bocah SMA, heh? Apalagi kau masuk ke sekolah milikku."
Jaemin menyeringai, "itu bukan sekolah milkmu, bajingan. Kau hanya kepala sekolah, bukan direkturnya."
Laki-laki itu terkekeh, kali ini menatap Jaemin lebih serius. Yang ditatap menaikan salah satu alisnya, apa?
"Sampai kapan kau akan menyamar? Tim mu cukup lihai memalsukan dokumen, juga, astaga, wajahmu itu awet muda sekali."
Jaemin mendengus kasar, "aku baru berumur 25, tidak sepertimu yang sudah berumur 46."
"Ya, ya. Kau benar. Kau 25 dan kau masih bermain di taman bocah SMA. Apa tujuan mu, Jaemin?"
Jaemin menyisir rambutnya kebelakang menggunakan jemarinya, "Bukankah sudah ku bilang, Erik? Ini semua perintah ayah, aku perlu membantu seseorang."
"Seseorang yang kau hajar dan permainkan kehormatannya sebagai penguasa tadi?"
Alis Jaemin berkedut tidak senang, "kau mau aku perlakukan seperti itu juga, Erik?"
Laki-laki itu—Erik—tertawa, "tentu saja tidak. Baiklah, begini saja, tuan Enigma. Selesaikan dengan cepat, satu tahun lagi kelulusan, ksu tidak akan menunda hingga kelulusan, kan?"
Jaemin mengangguk, "tentu saja, semuanya akan selesai di bulan ke lima aku berada di sekolah mu."
"Bagus sekali," Erik berdiri dari posisi duduknya, menatap Jaemin. "Ku ingatkan sekali lagi, Jaemin. Dirketur tidak akan suka dengan kehadiran Enigma di sekolahnya, sembunyikan identitas mu.
Jaemin hanya mengangguk, ia tidak berminat juga untuk memberitahu orang-orang. Hanya saja, berita tentang adanya Enigma tahun ini menggelikan, padahal, Enigma muncul saat beberapa tahun lalu, tetapi, reporter dan dokter seluruhnya diminta untuk tutup mulut hingga saat ini baru di umumkan.
Hal ini memudahkan penyamarannya.
***
"JAEMIN!" suara Jisung di pagi hari mengejutkan Jaemin dari lamunannya.
"Apa?" Tanya Jaemin.
Jisung mendudukan dirinya di sebelah Jaemin, "kau sudah lihat mading sekolah pagi ini?"
Jaemin menggeleng, membuat Jisung bertanya-tanya. Kenapa bisa-bisanya Jaemin tidak lihat?
"Kau Zeus yang baru sekarang," Tukas Jisung.
Jaemin mengangguk, "lalu?"
Jisung menatap Jaemin tidak percaya. Menjadi Zeus berarti Jaemin menjadi penguasa di sekolah itu.
"Kau bisa berbuat semau mu sekarang," beritahu Jisung. Jaemin berkedip tidak peduli, bulu mata panjang nya bagai menari-nari. Ugh, Jisung iri.
"Bagaimana pun itu, aku tidak peduli. Zeus, Hera, Apollo, Hades, itu hanya dewa mitologi Yunani." Ujar Jaemin, kembali fokus pada buku bacaannya.
Jisung mengernyitkan alisnya melihat buku yang dipegang Jaemin, "Playing to Win: How Strategy Really Works? Kau membaca buku seperti ini untuk apa, Jaem?"
Jaemin menoleh, tertarik. "Kau tau ini buku apa?"
Jisung mengangguk, "Ayahku memiliki buku itu, strategi untuk menjadi pemimpin perusahaan yang baik. Kau seperti akan memimpin perusahaan saja," tukas Jisung.
Jaemin tertawa, "ayahmu seorang CEO?"
Jisung lagi-lagi mengangguk, Jaemin tidak terkejut, sih. Sekolah ini kan memang di peruntukan bagi mereka yang merupakan anak dari orang kaya seperti CEO, Jenderal, atau bahkan anggota pemerintahan.
"Kau harus membaca buku ini, aku rekomendasikan." Jaemin bukan semata-mata merekomendasikan buku yang sedang dibacanya ini. Seorang anak dari CEO pasti akan meneruskan usaha ayahnya nanti.
Tetapi diluar dugaan, Jisung menggeleng. "Aku tidak mau menjadi CEO atau Direktur utama, merepotkan. Akan lebih baik jika aku menjadi penyanyi saja."
Jaemin terkekeh pelan, tawanya tersumpal ketika suata pintu yang dibuka secara kasar mengagetkan seisi kelas.
Jeno berdiri di sana dengan pelipis yang ditempelkan dengan kapas dan plaster luka. Jaemin meringis, sepertinya kemarin ia memukul pemuda itu terlalu keras.
Jeno menatap Jaemin tajam seakan ingin mengoyak dan mencabik cabik Jaemin. Jaemin balas menatap Jeno santai. Seakan mengejek, "apa?"
Jeno menggertakan giginya keras, menggeram rendah. Ingin rasanya Jeno pukul Jaemin, tetapi itu tidak akan mungkin. Jaemin terkekeh melihat Jeno yang dengan gusar mendudukan dirinya di kursi miliknya.
Jisung menyikut Jaemin, membuat Jaemin menoleh.
"Sepertinya Jeno sangat marah padamu."
Jaemin menyeringai, siapa yang tidak akan marah jika gelarnya sebagai orang terkuat jatuh begitu saja, dijatuhkan oleh anak baru pula.
Jaemin sih tidak peduli, ia tidak akan marah jika gelarnya di ambil. Gelar lelucon.
"Heyyy, Jaemin!" Donghyuck menyapa.
Apa-apaan?
Jaemin mendongak menatap ke arah Donghyuck, "apa?"
Donghyuck menggeleng sambik tertawa usil, "kalau kau butuh sesuatu, bilang aku saja" ujar Donghyuck, memberikan gestur mengusir ke murid perempuan yang duduk di depan Jaemin, menyuruhnya pindah. Donghyuck mendudukan dirinya di bangku depan Jaemin.
Disusul dengan Renjun, mendudukan dirinya di samping Donghyuck, "selamat, kau Zeus yang baru."
Jaemin mengernyitkan alisnya, apa-apaan ini? Kenapa mereka tiba tiba mendekati Jaemin seperti ini?
Jeno mengepalkan tangannya erat, amarahnya memuncak tetapi ia tidak bisa melakukan apapun, Jaemin menatap ke arah Jeno yang berusaha mati-matian menahan amarahnya.
Ah, Jaemin paham. Seluruhnya akan langsung berpusat pada Zeus yang baru. Jeno? Mereka akan melupakannya. Seperti ia tidak pernah ada.
Jaemin hendak tertawa, sekolah ini memang menarik.
KAMU SEDANG MEMBACA
FIGHT!
ActionBukan Jeno jika ia menyerah dalam pertandingan boxing nya. Tetapi, apa-apaan lawannya ini?! ABOVERSE JAEMJEN/MINNO Enigma!JM Alpha!JN