eight || akhir perjuangan

282 20 0
                                    

Dari apa yang telah dipertahankan, kebanyakan tidak menghasilkan apapun. Selama ini yang ada justru semakin lemah, dan tidak bisa melakukan banyak hal. Namun, dia pun perlu beranjak pergi untuk tidak menetap pada hal yang menyakitkan. Bertahan memang tidak ada gunanya sama sekali.

Bertahannya pada sebuah kehidupan hanya menghasilkan pesakitan yang tiada habisnya. Awalnya dia memang bertahan demi kehidupannya sendiri. Setelah diperjuangkan mati-matian, tidak ada satupun yang mengesankan.

Aneh sekali memang, apa boleh buat. Jika tidak kuat lagi, dia tidak seharusnya memaksakan diri. Dia menyerah bukan karena tidak mampu lagi bertahan. Dia menyerah, karena dia tidak mau lagi tersakiti.

"Kak kita pergi ke rumah sakit ya," ucap Linda yang sudah bersiap-siap untuk pergi ke rumah sakit bersama putra sulungnya.

Karlian sekedar menatapnya sekilas, dia tidak langsung bangkit dari tidurnya. Dan segera menutup seluruh tubuhnya menggunakan selimut. Bagaimana caranya mengatakan jika dia sudah menyerah? Karlian tidak mau lagi bertahan pada hal-hal yang tidak membuahkan hasil.

Belasan tahun lamanya Karlian hanya mendapatkan rasa sakit yang tak tertahankan. Dia tidak bisa seperti orang lain, dia tidak bisa melakukan banyak hal sesuai dengan keinginannya.

"Kenapa kok malah nutupin pakai selimut gitu, Karlian kita cuma cek-up sebentar kok."

"Karlian udah enggak mau lagi, ma. Karlian capek bertahan kayak gini terus," sahut Karlian yang pada akhirnya mengatakan apa yang ingin sekali dikatakannya.

Setidaknya sudah ada yang diusahakan meskipun mengalami kegagalan. Dia memberikan peluang pada dirinya sendiri untuk berjuang. Dan, lebih mengesankan lagi dia pun selalu berpikir positif guna menenangkan keadaannya.

Karlian tidak menyerah hanya karena ingin mati. Dia menyerah untuk beristirahat juga. Seandainya orang-orang didekatnya memahami tentang itu. Agar Karlian bisa beristirahat dengan damai.

"Tapi kalau Karlian nyerah, Karlian enggak bisa dapatin apapun yang pernah Karlian harapkan lho."

"Mau sampai kapan, ma? Berjuang dan bertahan itu bukan hal yang mudah juga. Terkadang Karlian selalu kepikiran buat nyerah aja, enggak adil banget rasanya. Tapi kalian selalu nyuruh Karlian buat bertahan, semua alasannya demi kehidupan? Entahlah rasanya Karlian capek," sahut Karlian membuat Linda terdiam atas perkataannya.

Setelah itu Linda memutuskan untuk keluar dari kamar putranya. Dia tersenyum sambil mengusap lembut pundak Karlian. Tidak mungkin dia harus marah akan hal itu, Karlian memang sudah semestinya merasa lelah. Dia lelah jika terus-terusan menahan sakitnya.

Perubahan pun tidak ada sama sekali, dia kesakitan. Tapi tidak ada yang bisa meringankan rasa sakitnya sedikit saja.

Dunia ini memang tidak mengajarkan kemudahan. Namun, dunia memberitahukan jika kau belajar lebih kuat. Maka kau akan menaklukkan banyak hal. Sedangkan menurut Karlian, dunia sama sekali tidak tahu apa-apa. Dia hanya memperhatikan banyak orang dengan rasa sakitnya masing-masing, tanpa berniat untuk membantunya bertahan.

Hidup akan membawa seseorang ke sebuah tempat dimana seseorang harus berhenti, dan terakhir kalinya mereka dapat menatap semesta yang tak lagi mengajaknya bercanda.

Hanya saja untuk saat ini, Karlian belum berada di titik seperti itu. Dia masih berada di tempat yang sama, tempat yang penuh dengan rasa sakitnya yang tak terobati itu.

"Mama kenapa nangis?" Tanya Karlan yang tidak sengaja mendapati Mamanya menangis sesenggukan di ruang tamu.

"Karlian beneren udah nyerah. Sebenarnya ini aneh, dia yang selalu kepengin buat sembuh. Sekarang malah mutusin buat enggak ngelakuin apapun, dia juga bilang capek."

Demi Kehidupan [✓] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang