Karlan berusaha untuk menjalani kehidupannya dengan sebaik mungkin, dia harus bisa memperjuangkan segalanya yang di inginkan. Sebab jika dia berhasil, maka kakaknya akan selamat. Dia bisa hidup lebih lama lagi, dan memiliki kehidupan yang normal. Banyak sekali yang ingin dilakukannya bersama sang kakak. Karlan yakin sekali, jika dia bisa mengwujudkannya. Karena bagaimanapun perjuangannya tidak akan sia-sia.
Apapun pasti dilakukan oleh Karlan, demi kakaknya dia pasti melakukannya tanpa meminta imbalan. Karlan setulus itu, dia tidak mau kakaknya kenapa-kenapa. Lagian kakaknya juga orang yang terpenting dalam hidupnya, bagaimana bisa dia tetap diam saja saat kakaknya merasakan sakit.
Semestinya pasti ada banyak hal sulit yang tidak diinginkan, justru harus dijalani. Terasa sangat sulit, tapi tetap harus diterimanya pula. Pada akhirnya hidup pun tidak mudah untuk dipahami.
Karlan terus memikirkan kakaknya, bagaimana bisa kakaknya yang benar-benar lemah itu bertahan tanpa mengeluh sedikitpun pada kedua orangtuanya. Namun, menunjukkan amarahnya pada Karlan karena dia merasa iri. Bagi Karlan hal seperti itu wajar saja terjadi.
Bukannya Karlan menyalahkan sang kakak, ataupun tidak terima saat kakaknya menunjukkan amarahnya pada. Meskipun sebenarnya, dia tidak tahu apa-apa. Karlan ingin kakaknya menunjukkan segalanya, tanpa perlu berpura-pura tidak kenapa-kenapa. Akan lebih baik jika dia bisa jujur pada kenyataannya sendiri. Hanya itu yang ingin Karlan lihat dari kakaknya.
"Kenapa lagi?" Tanya Bitar yang sudah bisa menebak jika Karlan sedang memikirkan sesuatu yang serius.
Meskipun tidak diberitahu pun, Bitar sudah bisa menebaknya. Lagian, Karlan merupakan adik yang baik. Dia tidak mungkin bisa untuk tidak memikirkan kakaknya, sebab Karlan berkeinginan kakaknya baik-baik saja sepertinya.
Karlan pun menatap Bitar dengan matanya yang berkaca-kaca. Anak itu hampir saja menangis, dia tidak bisa menahan kesedihannya. Kakaknya bertahan demi kehidupannya sendiri, demi makanan enak yang ingin sekali di makannya. Dan juga demi sebuah kehidupan yang layak. Segala-galanya Karlian lakukan dengan tekadnya sendiri.
Bahkan dia berusaha mati-matian untuk itu. Sebuah alasan yang sangat sederhana sekali. Sehingga sampai saat ini pun, dia masih bertahan dalam rasa sakit yang tak tertahankan.
"Ka-kalau memang ada yang perlu diceritain, cerita aja Karlan. Aku udah bilang enggak baik kalau kau pendam sendiri," tutur Bitar yang merangkul pundak Karlan.
"Apa yang bisa aku lakuin buat kakakku ya, Bitar. Semuanya benar-benar enggak ada hasilnya sama sekali, walaupun keluargaku berusaha dengan keras," katanya yang berusaha untuk menahan tangisannya. Tidak mungkin dia menangis di tempat seperti ini.
Teman-teman sekelasnya pasti akan bertanya-tanya, apalagi Karlan seorang laki-laki. Dia tidak boleh terlihat lemah.
Sepertinya Karlan pernah mendengar, jika tidak akan apa-apa bila saat ini belum bisa menjadi apa yang di inginkan. Semua orang juga perlu berproses. Pelan-pelan saja, dan percaya pada dirimu sendiri.
Tapi, sepertinya Karlan lupa. Bahwa semua orang pun memiliki prosesnya sendiri. Ada yang berproses dengan cepat, bahkan berproses dengan lama sekali. Hasilnya pun belum tentu memuaskan, jadi perjuangannya pun akan di anggap sia-sia pula.
"Karlan enggak apa-apa, semesta punya jalan terbaiknya. Semesta juga mengikuti rencana dari Tuhan," ucap Bitar yang selama ini berusaha untuk selalu ada. Dan memberikan semangat pada Karlan.
Bitar juga berkeinginan untuk mendukung setiap langkah Karlian. Anak yang luar biasa dalam pertahannya, dia bertahan dengan sangat baik. Dari awal saat Karlan menceritakan tentang kakaknya, Bitar langsung mengaguminya. Bahkan sebelum bertemu dengannya secara langsung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Demi Kehidupan [✓]
FanfictionApa jadinya sebuah pertahanan untuk tetap hidup, sedangkan kematian justru berada di depan mata. Untuk apa juga masih bertahan, jika pada akhirnya kematianlah yang lebih dulu datang menghampiri. ✻ʜɪɢʜᴇsᴛ ʀᴀɴᴋɪɴɢ✻ ✐1obat ✐3rasasakit ✐5derita ✐5jantu...