Magic

2.9K 278 0
                                    

Ares duduk di ruang kerja, menatap jendela yang menghadap ke taman kediaman. Entah kenapa hatinya merasa ada sesuatu yang terjadi setelah membaca surat dari Johan Amarilys.
Tepat pada waktunya, Thorne datang dan mengetuk ruang kerja Ares yang terbuka.

"Ada yang bisa saya bantu, Yang Mulia?" Thorne menundukkan kepala, menanti perintah dari Ares.

"Apakah kau tahu keadaan Silencia Amarilys?"

"Saya tidak tahu apa yang anda maksud, Yang Mulia."

"Sebuah surat datang kepadaku sore hari ini. Menyatakan kalau Silencia Amarilys pingsan tadi pagi." Ares mengetahui jika rumor Silencia adalah seorang wanita jahat dan pengacau dan pasti memiliki banyak musuh. Tapi setelah bertemu dan berbincang beberapa kali dengannya, Ares tidak merasakan wanita itu sebagai orang jahat. Ares memang menganggap rumor adalah kebalikan sebuah fakta.

"Apa perlu saya turun tangan, Yang Mulia?" Tanya Thorne.

Ares mengangguk. "Selidiki apa yang terjadi di manor keluarga Amarilys."

Ini tidak masuk akal bagi Ares, bukankah beberapa hari lalu mereka bertemu, dan Silencia baik-baik saja?

Thorne mengangguk dan membungkuk sebelum keluar ruangan.

Ares tidak dapat meredam rasa penasarannya. Apa yang terjadi dalam tiga hari hingga membuat Silencia sakit sampai harus menunda pertunangan?
"Apakah aku harus berkunjung?" Gumamnya.

***

"Duke...maafkan saya Yang Mulia, saat ini Duke Amarilys sedang tidak di tempat." James, butler keluarga Amarilys terkejut atas kedatangan Ares.

"Aku tidak peduli. Aku akan menemui Silencia, tunjukkan kamarnya." Ares merasa ia dihalang-halangi oleh James. Hal ini semakin membuatnya curiga. Apakah Silencia diracuni, apakah Silencia di lukai atau di kutuk oleh seseorang. Ia harus memastikan sendiri dengan matanya.

"Tidak bisa Yang Mulia Duke. Maaf. Ini adalah permintaan tuan Duke Amarilys.." James mencegah Ares untuk masuk lebih jauh ke dalam manor sekuat tenaganya.

Ares menyisir rambutnya ke belakang dengan jarinya. Tidak mungkin dia melawan butler James. "Silencia! Silencia!" Teriak Ares sambil berjalan menuju lantai dua manor.

"Astaga.. Pemandangan apa ini?" Ash Alkaid berdiri dan menuruni tangga perlahan. "Sesaat saya pikir ada penyerangan di manor Amarilys, ternyata Duke Aresio Sergey sedang berteriak di rumah orang yang sakit." Ash Alkaid tersenyum.

"Siapa kau?" Ares merasa gelisah dengan senyum Ash dan ini membuatnya waspada. "Apa kepentinganmu berada di sini?" Tanya nya lagi.

"Tidak penting siapakah saya dan untuk apa saya berada di sini. Saya hanya ingin menjaga agar anda tidak melukai orang-orang di kediaman Amarilys."

"Melukai? Omong kosong apa yang kau katakan?" Ares menyadari pria berambut abu-abu itu mengenali Ares sebagai Duke, ia juga berbicara dengan arogan dan sombong. Ares tiba pada kesimpulan pria itu pasti bukan orang biasa. Tidak ada orang biasa yang dapat berbicara dengan arogan di kediaman keluarga Amarilys. "Aku tidak akan pergi jika tidak melihat Silencia. Dia adalah calon tunanganku yang berharga," tukas Ares.

"Hmm, tunangan ya? Sayang sekali atas perintah Duke Johan Amarilys tidak ada yang boleh mengunjungi Nona Silencia, apapun statusnya." Ash meletakkan tangannya di dada.

"Bagaimana jika aku memaksa masuk?" Ares geram, urat lehernya mengencang.

"Anda akan berhadapan dengan saya." Ash tersenyum, mengayunkan tangan dan sebuah sinar berwarna hijau muncul dari ujung jarinya. Sinar itu melesat laju menuju di mana Ares berada.

Ares mengeluarkan pedang dan dengan cepat menebas sinar hijau itu. Kediaman Amarilys bergetar.

"Pedang aura ya?" gumam Ash. Pedang yang di keluarkan Ares dari sarungnya memiliki aura gelap. Hanya pedang aura yang dapat mematahkan dan memantulkan serangan sihirnya.

"Apa kau tahu menyerang anggota kekaisaran adalah hukuman mati!" Teriak Ares pada Ash yang nampak tidak peduli.

Ares menerjang ke depan, pedang auranya bercahaya kehitaman. Ia mengincar dada Ash. Pertarungan ini harus diselesaikan secepat mungkin agar manor Amarilys tidak runtuh.

Ash menghindar ke samping, sihir yang berwarna hijau keemasan mengelilingi tubuh nya bagai perisai. "Yang Mulia, anda harus berusaha lebih baik daripada ini, sihir saya lebih kuat daripada ayunan pedang anda yang masih kasar," ejek Ash dengan senyum pada ujung bibirnya.

Ares menggeram, matanya berkobar karena amarah saat dia mengayunkan pedangnya lagi. Kali ini, Ash mengangkat tangannya, dan perisai cahaya hijau berkilauan muncul di hadapannya. Pedang Ares menggores permukaan, percikan api beterbangan ke segala arah.

"Kehebatanmu menggunakan sihir perisai tidak akan dapat menyelamatkanmu." Ares menatap tajam pada Ash yang masih memasang kuda-kuda.

"Aku tidak butuh diselamatkan." Ash menyeringai. Dengan satu jentikan jarinya, ia mengirim seberkas cahaya hijau keemasan ke arah Ares.

Ares melompat menghindari cahaya dan mendarat dengan kedua kakinya. Ares lalu memantulkan kembali cahaya hijau itu kepada Ash, kali ini Ash mengangkat kedua tangannya. Sebuah dinding hijau tebal melindungi Ash dari serangan balik Ares.

Ash dan Ares mengelilingi satu sama lain, keduanya saling waspada. Mata mereka saling menatap dan mencari celah. Ruangan menjadi tegang karena besarnya energi di kedua senjata mereka saat beradu.

James, para pelayan dan prajurit keluarga Amarilys berkumpul tapi tidak ada yang bisa menghentikan pertarungan ini.

Tiba-tiba, Ares mengarahkan pedangnya tepat ke jantung Ash, mengerahkan seluruh kekuatannya untuk menyerang. Tapi Ash sudah siap untuk serangan itu. Dengan jentikan jarinya, dia mengirim kilatan cahaya hijau ke arah Ares, menghantam tepat di dada. Pedang aura milik Ares terlempar jatuh dari genggaman. Ares terpental ke belakang, dadanya sakit seakan terbentur batu yang sangat besar. Ares kembali berdiri. Jika Ares manusia biasa ia pasti akan pingsan atau mati.

"Saya hanya menjalankan perintah Duke Amarilys," tatapan mata Ash dingin. Ia ingin menghajar Ares lebih jauh, namun Silencia sangat memerlukan istirahat dan ketenangan saat ini, jadi ia mengurungkan niat.

"Silencia, aku ingin bertemu dengan Silencia. Aku hanya ingin melihatnya." Ares terengah. Ia belum kalah. Ia masih sanggup bertarung. "Aku tahu siapa kau. Kepala menara sihir. Ash Alkaid." Ares mengambil pedangnya dan memasukkan ke sarung. Ada hubungan apa Silencia dengan Ash Alkaid? Ares masih tidak tahu, semua tampak mencurigakan baginya.

Ash berbalik dan kembali menapaki tangga. "Baguslah jika anda sudah tahu, nah pergi dan Kembalilah tujuh hari lagi, Duke," dan ia pun melangkah pergi meninggalkan Ares yang menantikan jawaban di tengah ruangan.

"Duke..." Mohon James. Semua pelayan dan prajurit pergi meninggalkan aula utama.

Ares menatap satu per satu pelayan dan prajurit keluarga Amarilys yang berlalu. Lalu ia menghembuskan nafas panjang.

"Hah! Baiklah. Tolong ucapkan permintaan maafku kepada Duke Amarilys," ujarnya saat berlalu pergi.

Perasaannya masih gelisah, ia tidak bisa membiarkan Ash Alkaid berada di sisi Silencia. Tidak ada yang dapat di ketahuinya lebih lanjut. Ia hanya harus menunggu laporan dari Thorne.

Ash tiba di kamar Silencia. Ia kembali duduk di sisi gadis cantik itu, menggenggam tangannya dan berusaha merestorasi aliran mana nya.

"Hmmm.. Maaf kan aku Silencia, aku meninggalkanmu sebentar karena ada cecunguk yang mengamuk untuk mengetahui keadaanmu," Ash tersenyum. Tubuh Silencia tidak ada respon apapun.

"Ah aliran mana yang begitu kuat. Begitu cantik. Seperti kekuatan suci," Ash Alkaid mendesah. Orang lain mungkin tidak melihat, namun Ash Alkaid bukan penyihir biasa. Dia adalah pemimpin menara sihir yang kekuatannya tidak bisa dibandingkan dengan siapapun. Ia dapat melihat hal-hal yang tidak bisa dilihat orang lain. Dan aliran mana serta sihir Silencia di matanya berwarna putih keemasan. Dan itu sangat cantik.

The Duke's Adopted Daughter (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang