01 | keluarga Evander

31 12 14
                                    

~ Harta yang paling berharga
adalah keluarga ~

Agie Evander

>>>


Minggu, 06.23 WIB
.
.
.

Sebuah tangan muncul dari balik selimut, bergerak gelisah mencari sesuatu yang membuat tidur lelapnya terganggu.

Urat tangannya timbul saat mengangkat benda pipih yang berdering dengan nada time to wake up yang sengaja ia setel sangat keras. Mata hitam legam itu terbuka, mencoba merotasikan cahaya yang mulai masuk tanpa permisi kedalam kamarnya.

" Astagaaa.." Erangnya sambil mengacak rambut hitam yang sudah melampaui batas leher. Ia menggelengkan kepala demi menetralisasikan rasa pusing yang tiba-tiba menyerang.

Merasa mendingan, laki-laki dengan tinggi kurang lebih 169 cm itu langsung bangkit, menarik handuk yang selalu ia sampirkan di atas kursi dan berjalan dengan sedikit oleng menuju kamar mandi.
.
.
.


Dia keluar dengan handuk yang melingkar di pinggang rampingnya. Memperlihatkan kulit putih dan juga perut rata yang sedikit berbentuk. Sambil mengeringkan rambut, dia berjalan kearah laptop yang masih menyala, hanya untuk memastikan semua file tugas yang ia kerjakan tiga jam yang lalu sudah tersalin ke flashdisk.

Decakan terdengar dari bibir ranumnya. Kurang tidur karena mengerjakan tugas benar-benar membuat kepalanya berdenyut tidak enak. Andai bukan tugas penting, bisa saja dia akan meminta izin untuk tidak masuk. Tapi sayang, karena itu hanya sebuah pengandaian.

Kreek!!!

Duuuuggg!!!

Praaanggg!!!

" Aduuh "

Bu Agie yang tengah membawa barang bekas menuju gudang belakang, menghentikan langkah saat melewati sebuah kamar. Ia kembali mundur beberapa langkah, dan berdiri tepat menghadap pada pintu berwarna coklat karamel.

Keningnya hampir menyatu saat mendengar suara aneh didalam kamar. Jika diperjelas, seperti ada suara benda yang jatuh. Lemari yang dibuka dengan sedikit kasar, bahkan ada suara pecahan kaca. Merasa khawatir, akhirnya bu Agie meletakkan tumpukan buku usang di atas meja dan mulai menggerakkan jari-jari lentiknya untuk mengetuk pintu.

Tok.. Tok..

1 detik,,

2 detik,,

15 detik,,

Ceklek,,

Aroma dari pengharum ruangan memasuki indra penciuman ketika pintu itu terbuka. Aroma coffee yang tidak pernah berubah sejak Bena menempati ruangan itu.

" Ya Allah. Tumben loh kamar kamu berantakan begini, nak. Itu vas bunganya juga kok bisa jatuh? Dan ini, kan belum dicuci, nak. " Cecar bu Agie sambil memegang baju kemeja yang semalam dikenakan oleh Bena.

BenaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang