07 | Janji adalah hutang

1 1 0
                                    

Dikala waktu sore tiba, senja dengan keindahannya datang menjamah kota yang kini terlihat padat oleh penduduknya. Jalanan yang kian ramai dengan berbagai macam jenis dan suku yang menyatu padu diperbatasan lampu merah.

Mereka berbondong untuk mencapai tujuan akhir. Yakni rumah untuk tempat istirahat ternyaman.

Senja yang ada dihadapan mereka mampu memberikan rasa damai serta menghilangkan sedikit rasa letih karena aktivitas yang telah mereka lakukan.

Disana terselip dua manusia yang terlihat menikmati pemandangan dengan sedikit obrolan yang terkadang membuat mereka tertawa.

Lampu merah yang kini telah berganti hijau menjadi perpisahan untuk mereka menatap senja. Dengan obrolan yang masih berkelanjutan, Kaham menancapkan gas untuk melanjutkan perjalanan.

" Jadi besok kita free, kan? "

" Ha? "

" Besok matkul free, kan? " Kaham sedikit memiringkan kepala agar suaranya terdengar jelas di pendengaran Bena.

" APANYA? " Bena sedikit berteriak. Suara Kaham selalu terbawa angin dan yang terdengar hanya bagian awal dan akhir.

" MATKUL! FREE! KAN?! "

" E buset, santai dong Ham. Air liur lo terbang-terbang anjir. " Kaham yang tadinya sudah naik pitam kini dibuat tergelak dengan tingkah Bena yang sedang mengusap wajah.

.
.
.

" Apalagi yang lo tunggu? "  Tanya Kaham dengan wajah bingung. Sudah hampir 2 menit mereka saling menatap.

Kaham yang sedang menunggu kepulangan Bena, dan Bena yang juga sedang menunggu sesuatu dari Kaham.

" Jangan pura-pura lupa lo. Cepat kasi ke gue! " Pinta Bena dengan tangan bergerak tepat di hadapannya.

" Bukan pura-pura,, tapi gue memang nggak ingat. "

" Potocard jisoo yang lo dapat dari menang lotre kemarin, lo janji mau kasi ke gue kalo gue mau jadi tahanan. Udah ingat? "

" Gue rela kasi photocard Jisoo asalkan lo mau jadi tahanan. "

" Gue dapatnya hampir gila lo malah enak-enakan tinggal ambil. Taik emang.. "

" Itu sih DL. Buru sini,, sebelum ibu gue tercinta nelpon dan tanya posisi anak tamvannya ini.. " Tanpa menjawab, Kaham beranjak meninggalkan Bena dan memasuki rumahnya. Dia tidak mengajak Bena masuk karena dia tau tanpa diajak anak itu akan masuk dengan sendirinya. Apalagi ada sesuatu yang dia inginkan. Hal paling mustahil jika dia akan pulang dengan tangan kosong.

Saat tiba diruang keluarga, Ibunya tersenyum begitu ramah, membuat Kaham merasa tersentuh. Namun saat mendengar ibunya mengucapkan nama Bena, dia refleks berbalik dan sudah menemukan Bena yang kini mulai bergabung bersama keluarganya. Terkadang Kaham heran, Bena adalah orang asing yang pertama kali dia bawa kerumah dan langsung mendapat perlakuan setara dengan dirinya. Iri? Tentu kadang dia rasakan. Tapi semuanya dia tepis dengan kasar. Bena itu baik, sebagaimana dia menyayangi Bena, begitu juga yang Bena lakukan padanya. Jadi hal yang wajar jika sekarang Bena sangat akrab dengan keluarganya.

" Om, om,, " Bena menghentikan perbincangannya dengan ibu Faradilla dan menengok pada bocah yang baru ingin memasuki usia 3 tahun sedang menarik baju kaos yang dia kenakan. Dengan gemas Bena mengangkat bocah itu ke pangkuannya.

" Kenapa, Nisaa? "

" Becok ica ulang taun, om.. " Kaham yang datang dengan pakaian santai sedikit mengerutkan kening ketika mendapat tatapan tajam dari Bena.

" Kok lo nggak ada kasi tau ke gue kalo besok Nisa ulang tahun? "

" Bukan nggak mau kasih tau. Lo tadi sibuk jadi gue lupa. "

" Lupa terus alasan lo. Mana photocard nya? " Kaham menghela napas, disaat kesal Bena tetap saja mengingat Jisoo yang hanya bisa dia pandang lewat gambar. Ya walaupun dia juga seperti itu.

Wajah kesal itu berubah menjadi riang. Dia menatap photocard dengan wajah Jisoo yang terpajang begitu cantik didalam sana.

" Om,, " Karena kesenangan, Bena sampai lupa jika ada bidadari kecil yang masih duduk di pangkuannya.

" Iya, sayang? " Jawab Bena dengan menyelipkan beberapa helai rambut tipis yang menutupi area mata Anisa Davintang.

" Becok datang ya, om. "

" Om nggak janji ya saa, tapi akan om usahakan. " Anisa hanya tersenyum malu seakan mengerti dengan maksud dari perkataan Bena.

" Ekhem. Giliran ada om Bena, Om Kaham dilupakan? " Anisa yang melihat raut sedih diwajah Kaham memilih untuk turun dan berlari menghampiri. Jari-jarinya yang begitu lembut dan kecil bergerak mengusap salah satu pipi diwajah Kaham dengan tujuan agar raut sedih itu menghilang. Anisa tidak suka melihat om yang selalu menjaganya bersedih. Bahkan dia akan menangis sangat keras jika melihat Kaham terluka sedikitpun.

" Yaudah, kalo gitu Bena pamit pulang dulu tante. Takut dicari sama ibu hehe.. "

" Oh iya, nak. Kamu hati-hati dijalannya. Titip salam juga sama ibumu ya, nak.. "

" Iya, siap. "

" Loh sudah mau pulang, Ben? " Tanya Amiera yang baru datang dari arah dapur.

" Iya Uni. Udah mau maghrib. "

" Yaudah kamu hati-hati. Besok kalo nggak sibuk main kesini ya, Nisa ulang tahun. "

" Siap, uni. Yaudah kalo gitu Bena duluan ya. "  Mereka menjawab. Sedangkan Kaham beranjak menemani Bena sampai didepan teras.

" Woy Ham, makasih ya.. " Kaham berdecak di ikuti senyuman tipis.

" Hati-hati lo. Titip salam juga buat ibu. " Bena mengangkat jempol sedada sebagai tanda persetujuan.

Pip..

Dengan kecepatan sedang Bena bersenandung riang menelusuri sepanjang jalan menuju rumahnya. Hari ini ada banyak hal yang membuatnya senang. Mulai dari pengumuman jika besok Matkul free. Dan yang lebih menyenangkan hatinya adalah podcast Jisoo yang dia dapat tanpa perjuangan seperti yang dilakukan oleh Kaham dan ribuan orang lainnya diluaran sana..
.

.

.




To be continued..








BenaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang