Mematikan mesin motornya dan melepas resleting jaket kulit yang dipakainya, pemuda itu tidak lekas berannjak dari motornya. Meskipun tadi sempat ada sedikit masalah saat di apotek, tidak serta merta membuat senyum di bibirnya memudar dan menguap begitu saja. Bahkan saat sudah sampai di kamar kost dan memberikan titipan temannya pemuda itu masih saja tersenyum 'seperti orang gila' kalau kata sabahatnya.
"Pulang-pulang tersenyum lebar macam orang sinting begitu, kau membuatku takut Choi" ucap lelaki yang tengah duduk bersandarkan punggung kasur asrama dengan laptop menyala di pangkuannya "Kau tidak sedang ditempeli setan dari apotek tadi kan?" lanjutnya dengan nada setengah mengejek melihat kelakuan tidak biasa teman asramanya ini.
Choi San, lelaki yang dimaksud itu balas menatap lelaki yang lebih tua 2 tahun diatasnya dengan malas dan jadilah melemparkan kantong plastik berwarna putih berisi obat pereda nyeri lambung dan obat tambah darah pesanan sang sahabat dengan asal. "Bersyukurlah Hyung, asal kau tahu ini tadi aku untung-untungan masih mau pergi membelikanmu obat di apotek yang lumayan jauh dari kost kita. Apotek depan sedang tutup tau"
Mengabaikan Hyung sekamarnya yang terkikik melihat dirinya merubah wajah sedikit kesal, Choi San berjalan mendekat ke arah nakas dan mengambil kunci mobil lalu beranjak dari sana. Yang ada kalau terus disini, dirinya pasti habis diledek oleh Hyungnya itu. Lebih baik berangkat ke kampus sekarang karena kelasnya akan dimulai setengah jam lagi. "Oh ya, aku beruntung tau Hyung bertemu seseorang tadi di jalan. Cukup untuk mengembalikan mood pagiku yang rusak karenamu"
"Hng? Apa maksudmu San? Ya!"
Sebelum benar-benar keluar dari kamar Hyungnya dan menutup pintu, lelaki yang sudah tampak rapi dengan kemeja putihnya yang tadi tertutup jaket itu bersuara "Aku pinjam mobilmu. Ada praktikkum di luar dan aku tidak mau kemejaku kusut atau berkeringat oke. Hyung istirahat saja disini, buburnya aku letakkan di meja makan nanti tinggal hangatkan saja"
"Hei, Choi San-!!"
"Sudahlah, aku tahu Hyung tidak ada kelas hari ini. Jadi menurut saja padaku" potong pemuda yang diteriakkan namanya itu dari arah pintu kamar dan setelahnya ia benar-benar menghilang darisana menyisakan sang kakak tingkat yang masih menggerutu di depan laptopnya yang menyala.
Di dalam mobil Kim Hongjoong-lelaki yang tadi minta dibelikan obat nyeri lambung-itu seorang Choi San tertawa kecil mengingat bagaimana kejadian di persimpangan lampu lalu lintas pagi ini. Bisa dibilang dirinya adalah orang yang introvert dan memilih diam dengan sekitar jika itu tidak penting baginya, menyendiri dan acuh sudah seperti rutinitas harian untukknya. Namun pemuda yang ia temui tadi jelas berbeda, dengan hanya melempar 'senyum formalitas' ia bahkan sudah berhasil menarik perhatiannya.
Sebenarnya jika di ingat-ingat lagi penampilan pemuda dengan kemeja kotak-kotak hitam putih serta topi hitam yang menutupi hampir sebagian wajahnya yang ia temui tadi terbilang biasa saja. Apalagi jeans hitam yang sedikit robek dibagian pahanya itu dan sorot mata tajamnya membuat San yakin orang yang tidak mengenalnya pasti akan takut dengan pemuda itu. Tapi kemudian melihat tas tabung yang dipakai orang asing itu dan juga tas slempang kecil yang ada ditubuhnya, Choi San menebak dia pasti salah satu dari anak fakultas teknik di kampus yang sama dengannya. Terlebih arah tujuan mereka yang sejalan, membuat asumsi San 90% yakin benar.
Kalau boleh di deskripsikan, melihat bibir yang mencebik dan menggerutu tanpa suara pemuda itu entah kenapa membuatnya merasa pemuda asing itu tampak lucu dan tanpa ia sadari ketika sosok yang diperhatikannya—karena kebosanan menunggu lampu lalu lintas yang tak kunjung hijau, jadi San mengedarkan pandangan mencari objek yang menarik—itu menoleh padanya, tahu tahu dirinya sudah tersenyum dan mengangguk pada sosok tersebut. Entahlah, sepertinya hanya rasa ingin menyapa dan berharap mungkin senyum darinya dapat sedikit mengurangi gerutuan pemuda itu? Makanya San refleks melakukannya, iya, mungkin.
Terserahlah, Choi San sendiri tidak yakin dengan itu. Tapi yang pasti dirinya tidak menyesal melakukan interaksi singkat dengan pemuda yang ia tebak sebaya dengannya itu.
**
KAMU SEDANG MEMBACA
YELLOW -traffic lamp [On Going]
Fiksi RemajaBaik Choi San maupun Kim Hongjoong tidak pernah mengira jika ternyata tempat yang seringkali membuat mereka tertahan di tengah perjalanan menuju tempat tujuan adalah titik awal kisah mereka dengan seseorang yang kemudian dengannya mereka memilih men...