Jangan lupa buat voteee nyaa
happy reading✨✨
---------
"WHAT THE HELL!!!! LU TERIMA?? anjirr!."
Lentera menutup mata serta telinganya karena mendengar teriakan Zia yang begitu merusak indera pendengeran. hari ini, saat jam istirahat Lentera memilih untuk menemui Zia dan menceritakan kejadian kemarin sore dimana Dika teman sekelasnya itu menyatakan perasaan padanya. sontak Zia langsung kaget setelah mendengar jika Lentera menerima lelaki itu dengan lapang dada.
sebenarnya Zia tak habis pikir dengan pemikiran Lentera. bagaimana bisa gadis itu menerima orang baru di saat hatinya masih untuk orang lain?.
selepas itupun Lentera hanya mengangguk dengan santainya. "iya, kasihan soalnya hhe" ucapnya.
"kasihan? lebih kasihan lu nya gak sih?." Lentera mendelik mendengar itu.
"maksud lochh??." tanya Lentera.
"gak. tapi, Ra... lu yakin?." Zia kembali bertanya untuk memastikan.
"yakin lah, daripada gue berharap terus sama Nathan kan?." jawab Lentera dengan yakin, tapi sepenuhnya itu hanya keluar dari mulutnya bukan pasti dari hatinya. hati Lentera masih ragu untuk menjalani hubungan ini. semua hanya paksaan.
"iya si. ya udahlah lu juga kok yang jalanin. semangat ya!." kata Zia, tentu ia tak bisa berkata lebih. toh itu hidup Lentera, Zia pun tidak bisa mengatur lebih kan?.
Lentera mengangguk. selepas itu manik matanya tertuju pada sekumpulan remaja lainnya yang tengah mengobrol tak jauh dari tempat Lentera duduk. Lentera tersenyum kala melihat salah satu dari lelaki itu tertawa, yang membuat sakit, lelaki itu tertawa saat mengobrol dengan perempuan lain. Lentera tak mengenal perempuan itu.
pada akhirnya ia menunduk. mencoba melupakan apa yang pernah terjadi. tetapi sesulit itu kan melupakan hal yang tak bisa di lupakan? jika memang dunia mentakdirkan, semua akan mungkin. Lentera hanya cukup percaya tentang alur dunia tidak akan stay di titik itu saja.
"sakit. dan emang gue yang bikin rasa sakit itu ada." kata Lentera pelan.
"kalo gak ada rasa sakit gimana manusia bisa jadi lebih kuat?. dia berhak bahagia dan lo juga, Ra. sesakit apapun, tolong jangan nyerah, ya? tangan kiri lo masih belum bersih."
Lentera menatap tangan nya yang terbalut jas almamater. Lentera memang selalu memakai jas almamater agar tangan nya yang kotor itu tidak di ketahui orang lain. Lentera sadar, ia sudah merusak bagian tubuh yang seharusnya dia jaga dengan baik. walaupun dengan alasan untuk sebuah ketenangan.
"tangan kiri gue gak akan pernah bersih." ucap Lentera dengan senyum kecut nya.
"harus dong! katanya nanti pas lo ultah mau pake dress lengan pendek, jadi harus bersih tangan nya, biar lebih cantik." kata Zia berusaha menyemangati. sudah banyak cara Akzia lakukan agar Lentera tidak melakukan hal bodoh itu lagi, sialnya teman nya itu memang sulit untuk di beri tahu.
~Lentera~~
selepas pulang sekolah seperti biasa Lentera sekarang pulang bersama Dika yang notabennya adalah pacarnya. Lentera memang belum benar benar kenal dengan Dika, tetapi ia coba untuk bisa terlihat lebih akrab dengan lelaki itu.
motor yang keduanya naiki membelah jalanan ibu kota yang cukup ramai sore ini. suara bising dari kendaraan lainnya mampu memekkakan telinga. Lentera yang duduk di belakang Dika terbatuk batuk karena adanya asap kendaraan lain. ia pun sontak memeluk Dika untuk menutupi hidungnya lewat punggung lelaki itu.
Dika yang merasa adanya kehangatan aneh di belakang itu langsung merasa senang juga salting. di balik helm miliknya, ia mampu menyembunyikan senyum indahnya.
"kamu gapapa kan, Ra?." tanya Dika sedikit berteriak agar terdengar di telinga Lentera.
Lentera yang masih menyembunyikan wajahnya itu pun kini mulai mengangkat kepalanya. "iya gapapa kok." jawabnya.
"kamu gak biasa naik motor, ya?." tanya Dika mencoba menghadiri percakapan antara keduanya.
"gak juga, gue kan biasanya suka naik angkutan umum atau engga bis. ortu gue juga gak punya kendaraan." jelas Lentera.
Dika ter-angguk angguk mendengarnya. lelaki itu kembali diam karena bingung yang tiba tiba menghampiri dirinya, bingung harus membicarakan apa dengan Lentera karena ini pertama kalinya mereka berdua seperti itu. biasanya Dika hanya memperhatikan Lentera dari jauh.
"Dika mau cerita deh, Ra. dari pada diem dieman kayak gini hihi." ucap Dika
"boleh, Ka." jawab Lentera dari belakang, yang sebenarnya ia tengah menikmati sejuknya angin sore ini yang begitu mengibas wajahnya.
"aku dulu pernah di selingkuhin sama pacar pertama aku." Lentera terfokus pada ucapan tersebut, ia dengan baik menyimak ucapan Dika. "pertama kalinya pacaran dan pertama kalinya juga di selingkuhin, bahkan selingkuhannya itu temen aku sendiri. waktu SMP aku berantakan banget, Ra. suka di marahin sama guru, gak pernah absen keluar masuk ruang BK. yang ujungnya di ceramahin."
"tiap hari tuh kayak gitu, kadang suka banget berantem cari keributan sama kelas sebelah. pulang ke rumah babak belur di marahin sama bapak, tapi tetep di manja sama bunda. oh iya, aku juga orangnya emang manja apalagi ke bunda hhe. ya, ke orang orang tertentu aja. mungkin ke kamu bisa ya, Ra?."
Lentera terdiam terkejut, ia bingung harus menjawab apa sejujurnya semua ini hanyalah kebohongan yang seharusnya tak pernah ia mulai sejak awal. pada akhirnya ia mengangguk, "mungkin bisa, Ka!."
"pasti trauma banget ya di selingkuhin gitu apalagi selingkuhan nya temen sendiri." Lentera berucap pelan, ia bingung harus menjawab apa.
"ya gitu lah, Ra!. waktu itu aja aku sampe gak masuk sekolah dua Minggu karena sakit gara gara masalah itu."
"saking cintanya?." tanya Lentera
Dika mengangguk. "tapi itu dulu, sekarang udah beda. kan udah ada Tera."
keheningan kembali tercipta. Lentera enggan membuka topik yang berkepanjangan dan membahas hal yang tidak perlu Dika ketahui.
selang beberapa menit di perjalanan akhirnya Lentera sampai di depan rumahnya. rumah yang sederhana namun menyimpan banyak luka. Lentera turun dari motor ia membenarkan rambutnya yang tampak berantakan. selepas itu ia menatap Dika dan tersenyum begitupun dengan lelaki itu.
"makasih ya udah anterin gue." ucap Lentera berterima kasih.
Dika mengangguk. "sama sama," ucapnya. "ya udah masuk gih." titah lelaki itu.
"engga deh, lo duluan aja yang pergi." kata Lentera.
"kamu aja, Ra."
"lo aja, Dika."
"kamu, Ra."
karena tidak mau berdebat lebih lama, Lentera pun akhirnya lebih memilih pergi lebih dulu. "ya udah deh, duluan yaa, dadah!." katanya lalu berbalik badan dan pergi meninggalkan Dika.
Dika pun langsung menyalakan kembali mesin motornya dan berlalu pergi setelah melihat Lentera mulai memasuki rumahnya.
baru saja satu langkah Lentera memasuki rumahnya. ia langsung mendapat pertanyaan dari ayahnya. banyak pertanyaan sehingga ia bingung harus menjawab yang mana terlebih dahulu.
-------
nexttttt!!!!
KAMU SEDANG MEMBACA
ANAGAPESIS (on going)
Teen Fiction"jika mencintai seseorang harus bisa juga mengikhlaskan, lantas apa yang dimaksud dengan cinta itu indah?." ------- "gue minta sama lo buat gak usah nampakin muka lo di hadapan gue lagi!." lelaki itu terpaku, bagaimana bisa dia melakukan hal itu...