Kini mereka berdua sudah berada di rooftop.
"So, what do you want to talk about?," tanya Aryan.
Vieria yang tadinya ingin marah jadi urung karena kejadian terjungkang tadi. Rasa marahnya berubah bentuk jadi rasa malu.
"Hmm... aku mau minta maaf sudah menolak lamaranmu."
"That's fine, itu hakmu," jawab Aryan.
"Tapi kumohon banget jangan mengadu apa-apa pada mamaku lagi, aku tahu aku salah," ucap Vieria.
"Apa maksudmu?," tanya Aryan tidak mengerti.
Vieria pun bercerita bagaimana ibu dan adiknya memarahinya habis-habisan. Aryan tidak menduganya.
"Vieria, aku tidak tahu. Just to be clear, aku tidak bilang apa-apa ke mamamu," ucap Aryan.
Vieria menoleh hendak protes, "but.."
Aryan mendadak teringat sesuatu dan memejamkan matanya, "okay, it must be my mom. My fault, aku yang cerita pada mama, pastinya dia cerita ke mamamu juga. Aku lupa mereka berteman."
Akhirnya Vieria paham sekarang, ia pun mengangguk-angguk. "Kamu... cerita semuanya?," tanya Vieria.
"Ya," jawab Aryan sambil tersenyum mengamati Vieria. "Kamu pasti berpikir kalau aku anak mama ya?"
"Aku enggak ngomong gitu ya," jawab Vieria, padahal dalam hati ia ingin menjawab 'iya.' Maksudnya kenapa harus cerita semuanya sih? Kan bisa bilang saja kalau mereka tidak cocok tanpa perlu menolak ajakan menikah dan pesan-pesan yang dibalas singkat.
Aryan berjalan ke pagar dan matanya mengarah ke pemandangan kota Jakarta, "just as you know, Vie. Papaku meninggal saat umurku 16 tahun. It's only me and my mom left. Sejak itu, di rumah terasa sangat sepi. Terutama mama, I often saw her crying over my dad's pictures. Hidupnya pasti berat dan kesepian tanpa papa. Karena itulah... sebagai anak satu-satunya, aku berusaha semampuku untuk mengisi kekosongan itu. Awalnya aku selalu membawa pulang cerita-cerita lucu dari luar agar mama tertawa dan kembali ceria. Hal itu membuatku jadi terbiasa untuk bercerita apa saja padanya."
Vieria tidak menyangka ternyata seperti itu, ia jadi merasa bersalah. Melihat Vieria diam saja, Aryan pun mendekatinya. "But now I realize not everything's should been told. Aku tak bermaksud mengadukanmu, Vieria."
Aryan mengelus kepala Vieria dan berkata, "maaf, ya."
Vieria tertegun dan hatinya terasa hangat ketika Aryan mengusap kepalanya, apalagi sebelum pergi Aryan berjanji tidak akan menganggu Vieria lagi.
...
Sejak saat itu, hubungan Vieria dan Aryan kembali seperti awal, hanya menyapa saat berpapasan. Ibunya juga tidak pernah mengungkit-ungkit perihal Aryan lagi.
Hati Vieria jadi tidak karuan. Ia sendiri merasa bimbang, kesepian juga. Jujur saja ia merindukan masa-masa pendekatan bersama Aryan. Tapi ia tidak mau mengakuinya.
Hingga tanpa terasa waktu sudah berjalan selama 2 bulan.
"Vie, vie, tahu nggak?," tanya Jenny tiba-tiba ke meja Vieria.
"Apaan?," tanya Vieria tanpa menoleh, matanya tetap ke laptop. Pasti gosip baru lagi, pikir Vieria yang tidak terlalu tertarik.
"Ini tentang Aryan."
Begitu nama Aryan disebut, Vieria langsung menghadap temannya dan tertarik.
"Dia lagi dekat sama salah satu cewek, namanya Tilly."
Vieria cukup kaget mendengarnya. "Tilly? What kind of name is that?"
Agak cemburu, Vieria pun bertanya lebih detail, Jenny jadi curiga.
"Katanya lu nggak suka sama Aryan?"
"Emang nggak! Gue... cuma penasaran aja, sih. Biar gimana, gue dan Aryan kan pernah dekat dan dijodohin," jawab Vieria.
Jenny memakan alasan itu dan mengangguk-angguk. Ia pun melanjutkan, "iya, Vie. Itu anak baru di gedung kita. Masih fresh graduate. Cantik, sih. Jadi topik obrolan para pria di gedung. Banyak yang dekatin juga, salah satunya yah Aryan itu. Aryan vs pria-pria itu yah Aryan menang telak, donk. He's single, hot and the most charming one."
"Terus?," tanya Vieria.
"Yah, ceritanya gayung bersambut. Si Tilly ini sepertinya suka juga sama Aryan. Mereka jadi suka bareng gitulah."
Mendengar itu, Vieria terdiam lalu bertanya, "jadi... mereka udah jadian?"
"Kalau itu gue nggak tahu, sih. Belum ada konfirmasi ke arah sana," jawab Jenny.
"Ooh, gitu ya..," ujar Vieria. Mendengar berita ini membuat dirinya sakit hati, rasanya mual dan tidak semangat seharian. Sialnya, dia cuma bisa memendam di hati. Kalau cerita ke Jenny bisa-bisa dibilang menjilat ludah sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aryan dan Vieria
ChickLitAryan tidak ingin Ravina pergi. Aryan pun menahan keinginan Ravina untuk resign dan perlahan-lahan hatinya mulai tertarik pada wanita itu. Mereka berdua mulai sering bersama di luar jam kerja, membicarakan berbagai hal, bergandengan tangan dan berci...