Setahun kemudian.
Vieria dan Aryan menantikan buah hati, namun keberuntungan belum di pihak mereka. Bahkan Vieria dengan berat hati memutuskan untuk mundur dari pekerjaannya karena menurut dokter kemungkinan besar ia kelelahan.
"Kalau aku nggak kerja, kamu sanggup cari nafkah sendiri?," tanya Vieria sebelumnya.
"Jangan dipikirkan, I can handle it," ucap Aryan.
"What about my skincare, makeup and dress?," tanya Vieria.
"Iya, itu juga."
Hari pertama Vieria tidak kerja, ia menangis diam-diam. Vieria merasa menjadi orang tidak berguna. Hanya di rumah saja, bahkan pekerjaan rumah tangga sebagian besar sudah dikerjakan mertuanya, ia hanya membantu sekedarnya.
"Kenapa kamu nangis?," tanya Aryan ketika ia pulang kerja dan melihat mata istrinya yang sembab.
"Nothing."
"Kalau nothing kok nangis?"
Ditanya seperti itu, malah membuat Vieria semakin sedih dan terisak. Aryan jadi makin penasaran.
"Vieria, kasih tahu kenapa..."
"It's okay. Aku cuma merasa... nggak berguna saja setelah nggak kerja."
Aryan berusaha memahami Vieria dan menunduk agar bisa melihat wajah istrinya. "Lihat aku, Vieria."
Vieria pun memandang Aryan dengan sedih. Namun, Aryan memandangnya dengan tegas dan lembut.
"Jangan pernah mikir seperti itu. Kamu istriku, tanggung jawabku. Aku membutuhkanmu lebih dari yang kamu tahu. So... jangan berpikir macam-macam, oke. Just stay by my side, be my home," ucap Aryan sambil membelai wajah Vieria.
Vieria agak terhibur mendengar penuturan Aryan. Ia pun mengangguk dan tersenyum.
Aryan senang istrinya kembali tersenyum, ia mulai mencium bibir Vieria, berusaha menghiburnya agar Vieria tidak memikirkan hal yang sedih lagi.
"Mmm, mmm, mmm," desah Vieria mulai terbuai. Ia pun mengalungkan tangan di leher Aryan dan membalas ciumannya.
"Did that help?," bisik Aryan.
Vieira mengangguk, Aryan lanjut dengan menindih Vieria di kasur. Malam itu berakhir dengan panas.
...
Aryan juga sebenarnya tidak tega melihat Vieria di rumah saja. Ia tahu Vieria terbiasa bekerja. Aryan pun berusaha memenuhi impian Vieria.
Berhari-hari Aryan memikirkan kegiatan bermanfaat yang bisa dilakukan istrinya, yang tidak terlalu berat namun cukup mengisi waktu. Ia ingat Vieria pernah berkata suka sekali roti dan kue.
"Vie, kamu mau sekolah baking and pastry art?," tanya Aryan.
"Ya, if I have a chance."
"Kurasa sekarang waktu yang tepat."
Vieria terdiam, ia memikirkan biayanya. Ia pernah mengecek harganya cukup mahal, sementara sekarang ia sudah tidak bekerja. Aryan tahu apa yang Vieria pikirkan.
"Aku yang bayar, Vieria."
Mata Vieria berkaca-kaca mendengar kalimat Aryan, "really, Aryan?"
"Ya, you don't have to worry about money. I'll take care of it."
Vieria pun memeluk Aryan, "thank you so much. Ya, aku mau!"
...
Dimulailah hari-hari Vieria sekolah baking, Aryan bekerja dan tante Natasha yang mengurus rumah. Semua berjalan lancar hingga Aryan mengalami krisis di kantornya.
Perusahaan yang dimiliki oleh orang asing itu memutuskan untuk menutup perusahaannya di Indonesia, berimbas pada PHK beberapa karyawan. Termasuk Aryan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aryan dan Vieria
ChickLitAryan tidak ingin Ravina pergi. Aryan pun menahan keinginan Ravina untuk resign dan perlahan-lahan hatinya mulai tertarik pada wanita itu. Mereka berdua mulai sering bersama di luar jam kerja, membicarakan berbagai hal, bergandengan tangan dan berci...