Aryan sudah mengantisipasi hal ini beberapa bulan sebelumnya atas bocoran dari bos yang dekat dengannya. Namun yang membuatnya pusing adalah Vieria dan ibunya yang masih belum tahu.
Aryan tiba di rumah saat malam, mengamati Vieria dan ibunya sedang bersantai di ruang tamu melalui jendela. Ia menghela nafas dan melangkahkan kaki dengan berat menyampaikan kabar buruk hari ini.
"Hai, Aryan. Selamat datang!," ucap Vieria saat melihat suaminya memasuki rumah.
"Nak, makan dulu. Mama siapkan ya," ucap ibunya.
Disambut seperti itu membuat Aryan merasa bersalah. Tapi biar bagaimanapun, mereka berdua harus diberitahu.
"Aryan, ada apa?," tanya Vieria yang melihat Aryan diam sejak tadi.
"Vieria, mama, duduklah dulu. Aku ingin memberitahu hal penting."
Apa ini? Sepertinya sangat penting, dan biasanya yang seperti ini kabar buruk, pikir Vieria dengan hati berdebar.
Vieria dan mertuanya duduk bersebelahan, sementara Aryan duduk berhadapan di depan mereka.
"Jangan kaget, ya. Mulai besok aku sudah tidak bekerja lagi di perusahaan yang sekarang," ucap Aryan menghindari kata dipecat.
"Hah? Gimana?," tanya ibunya syok.
"Apa maksudmu?," tanya Vieria agak lebih tenang.
"Pemilik perusahaan memutuskan untuk menarik investasinya di Indonesia dan menjual perusahaannya ke pihak-pihak yang berminat. Jadi, bagian pemasaran sudah tidak dibutuhkan lagi. Hari ini adalah hari terakhir aku bekerja di sana."
"Apa? Jadi maksudnya kamu tidak punya pekerjaan lagi sekarang?," tanya Vieria.
Aryan mengangguk, "untuk sementara, Vie, ma. Tapi jangan khawatir. Aku sudah merencanakan semua."
"Rencana apa, nak?," tanya ibunya.
"Aku akan memulai membuka usaha sendiri. Oleh karena itu, kita akan pindah rumah."
"Pindah kemana?," tanya ibunya.
"Untuk sementara mama akan tinggal dengan om Danu, adik mama. Tadi aku sudah bicara dengan om melalui telefon dan dia tidak keberatan. Aku juga akan mengiriminya uang bulanan untuk berjaga-jaga."
Ibunya mengangguk-angguk, walau sedih akan tinggal terpisah. Tapi ia menurut saja, demi impian anaknya. Aryan menyentuh tangan ibunya, "cuma sementara, ma. Aku janji jika keadaan sudah membaik, kita akan tinggal bersama lagi."
"Hmm... lalu aku gimana?," tanya Vieria pelan-pelan, takut menganggu momen ibu dan anak.
Kini Aryan menoleh pada istrinya, "kamu ikut denganku."
Ternyata yang Aryan maksud ikut dengannya adalah mereka tinggal bersama di apartemen tipe studio. Apartemen itu adalah milik Aryan yang pernah dibelinya untuk investasi.
Pertama kali memasuki apartemen itu, Vieria menangis. Ia tidak bermaksud memandang remeh, tapi sejak kecil ia tidak pernah hidup susah dan terbiasa hidup di rumah besar. Orang tuanya sebenarnya sudah menawarkan mereka untuk tinggal bersama atau memakai salah satu rumah milik mereka yang tidak terpakai, namun Aryan menolak. Vieria tidak pernah membayangkan dirinya tinggal di ruangan minimalis seperti ini.
Kini Vieria menangis di sisi kasur. Aryan yang melihatnya pun menghibur, "hei, hei.. Vieria, it's okay. Semuanya akan membaik."
Vieria tidak tahu harus berkata apa, selain menangis meratapi nasibnya, "aku takut."
Aryan bisa mengerti kekhawatiran istrinya, ia sendiri pun merasa bersalah harus membuat Vieria memulai dari nol.
"Ssh, kamu percaya aku kan, Vie? Percayalah. As long as we stick together, we will be fine," ucap Aryan membelai wajah Vieria yang sedih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aryan dan Vieria
ChickLitAryan tidak ingin Ravina pergi. Aryan pun menahan keinginan Ravina untuk resign dan perlahan-lahan hatinya mulai tertarik pada wanita itu. Mereka berdua mulai sering bersama di luar jam kerja, membicarakan berbagai hal, bergandengan tangan dan berci...