Jenuh

150 1 0
                                    

Vieria tertawa dan memeluk Aryan, "cuma bercanda, honey."

Mereka tertawa bersama dengan posisi Vieria menyender di dada bidang Aryan. Aryan mengelus-ngelus rambut Vieria. "Mulai besok aku akan sibuk. Vie."

Vieria menjawab sebelum mereka tidur, "aku tahu."

...

Hari-hari berikutnya, Aryan benar-benar sibuk fokus mengurusi usaha barunya.

Awalnya masih pulang sore, semakin lama semakin malam. Hal itu membuat Vieria sangat kesepian berada sendirian di apartemen.

Sekolah bakingnya terpaksa berhenti karena keuangan mereka sedang sulit. Pekerjaan rumahnya pun hanya sedikit di ruangan kecil ini. Aryan jarang makan malam di rumah, sehingga Vieria juga jarang memasak.

Vieria jadi sering menghubungi teman-temannya. Juga Jenny, yang bercerita kalau dia sekarang sudah punya pacar seorang Executive Director.

Vieria iri melihat kehidupan Jenny sebagai wanita karir dengan pacarnya yang kaya, terlihat fancy dan glamour. Ia mulai membandingkan dengan hidupnya sendiri dan menyesal berhenti dari pekerjaannya yang dulu. Vieria kurang lebih jadi menyalahkan Aryan.

...

Tidak seperti biasanya, hari ini Vieria menunggu Aryan pulang tengah malam.

"Hai, Vie. Belum tidur? I'm so tired today," ucap Aryan sambil melepas jas dan dasinya. "Meeting dengan investor berlangsung cukup panjang."

Vieria diam saja mendengar Aryan bercerita. Sekarang pembahasan Aryan tidak jauh-jauh dari bisnis. Vieria bosan.

Setelah mandi, Aryan langsung naik ke kasur, memejamkan mata sambil memeluk Vieria.

Vieria melepas pelukan Aryan, Aryan membuka matanya. Merasa ada yang salah, ia pun bertanya, "what's wrong?"

Vieria masih diam, membelakangi Aryan.

"Vie"

"Vie"

"Vieria!," panggil Aryan agak kencang.

Vieria pun menoleh padanya, "apa sih? Berisik tahu!"

"Aku panggil kamu sudah tiga kali."

"So what?," tanya Vieria memutar bola matanya dan membuang mukanya lagi.

Oke, ini mulai keterlaluan, pikir Aryan. Ia pun membalikkan tubuh Vieria agar memandangnya.

"What's wrong with you?," tanya Aryan tegas.

"Aku bosan, tahu! Sampai kapan kita hidup seperti ini?!"

Aryan menghela nafas, "sabar ya, sayang. Usahaku untuk berkembang membutuhkan waktu. Aku juga pelan-pelan mengumpulkan uang agar kamu bisa sekolah baking lagi. Please understand."

"Apa itu sangat berat untukmu? Kalau iya, kita pisah saja!," ucap Vieria keceplosan bicara. Sungguh, ia tidak bermaksud berpisah dengan Aryan.

"Jangan bicara begitu!," ucap Aryan marah.

"Ini salahmu, Aryan. I shouldn't resign from my job. I shouldn't start baking school. I shouldn't planned to get pregnant," ucap Vieria kesal.

"Vieria, ini sudah malam. Besok kita bahas tentang ini, oke," ucap Aryan yang merasa lelah, butuh istirahat dan tidur. Ia takut emosi akibat lelah dan mengatakan kata-kata kasar pada Vieria.

Vieria sungguh kesal, "kayak kamu punya waktu aja besok! You know, ini sudah hampir setahun, but your small company isn't develop much. Kenapa kamu nggak kembali kerja seperti pacarnya Jenny? Dia itu udah jadi Executive Director!"

"Dengan kata lain, kamu malu denganku?," tanya Aryan melotot dibanding-bandingkan dengan orang lain oleh istrinya sendiri. Selama ini ia bekerja keras untuk Vieria, berusaha memenuhi kebutuhannya walau belum mewah. Tapi setidaknya, ia pastikan Vieria merasa aman dan tak kekurangan.

"Iya! Kamu bekerja keras setiap hari, tapi mana hasilnya?!"

Wajah Aryan campur aduk, antara tak percaya, sedih, kecewa, marah. "Jadi... maumu apa sekarang?"

 maumu apa sekarang?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Aryan dan VieriaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang