Jahat

132 2 0
                                    

Begitu duduk di kursi pengemudi, Aryan langsung menyalakan mobil dan AC. Ia pun memandang Ravina di sampingnya.

"Rav... mmm," desah Aryan ketika Ravina melumat mulutnya tiba-tiba dan merangkul leher Aryan sangat kuat.

Aryan awalnya menolak, namun lama-lama ia terbuai juga. Tangannya mulai memeluk pinggang Ravina dan menyusur sampai bokongnya. Reflek Ravina mendesah.

"Ah, Aryan."

Kepala Ravina mendongak ke atas, hingga lehernya terbuka. Aryan langsung menciuminya.

"Ah, ah, ah," Ravina terus mendesah. Demi apapun, ini hal yang ia inginkan dari dulu. Bermesraan dengan Aryan. Ia sudah menyukai Aryan sejak pertama kali masuk.

Sebagai atasan Ravina, Aryan terlihat tampan, ramah dan pintar. Benar-benar pria idamannya. Ravina mencari tahu tentang kehidupan pribadi Aryan. Begitu tahu atasannya sudah menikah, Ravina kecewa dan hanya bisa menyembunyikan rasa sukanya.

Namun, begitu Ravina merubah penampilan. Kepercayaan dirinya mulai timbul dan ia mulai berani mengungkapkan perasaannya pada Aryan. Ia tidak menyangka Aryan menahannya pergi dan menyambut cintanya. Betapa bahagianya Ravina, walau hanya menjadi selingkuhan.

Ravina membiarkan bibir Aryan mengecap lehernya dan tangan Aryan mengerayangi tubuhnya. Ravina pun mulai berani membelai penis Aryan.

Gerakan Ravina itu membuat Aryan menghentikan kegiatannya, ia seperti tersadar dan mendorong pelan wanita itu.

Ravina bingung, "kenapa, Aryan?"

Aryan menunduk sesaat, berusaha mengembalikan fokus dan menurunkan nafsunya dulu.

"Aryan?," panggil Ravina lagi.

Aryan akhirnya memandang Ravina, "Rav, kita harus menghentikan semua ini sebelum melangkah lebih jauh. Aku sudah menikah."

Ravina terkejut mendengar kalimat Aryan. Serasa naik ke puncak gunung dan dihempaskan. Bukankah Aryan yang waktu itu menahannya pergi?

"Apa maksudmu?"

"Maafkan aku." Hanya itu kata-kata yang diucapkan Aryan, tanpa penjelasan apapun. "Aku memang berencana memberitahumu setelah date kita hari ini."

Ravina melotot, ia ingin menangis, tapi tidak di depan Aryan. Reflek ia menampar Aryan dengan keras sebelum keluar dari mobil.

Aryan terkejut dan mengejar Ravina.

"Ravina, tunggu!," ucap Aryan begitu menangkap lengan Ravina.

"Lepas, Aryan. Sebelum kutampar lagi!"

"Well... that's okay. Aku pantas menerimanya. Tapi setidaknya, biar kuantar sampai rumah."

"Buat apa? Biar ngurangin rasa bersalah gitu?"

"Ng, bukan itu maksudku. Pikiranmu sedang kacau sekarang, biar kuantar pulang. Aku hanya khawatir, you look like... about to cry."

Ravina merasa terserang harga dirinya. "Aku? Nangis gara-gara ini? Never! Lepaskan, Aryan! You are the last person I want to see right now!"

Aryan pun mengerti dan melepaskan Ravina. "Text me when you get home, Ravina."

Stop caring to me, Aryan. Perbuatanmu hanya membuatku semakin berharap padamu. How could you this to me? Pikir Ravina berjalan menjauh sambil menahan tangis.

...

Begitu sampai di rumah, Ravina menangis sejadi-jadinya. Untunglah dia hanya tinggal sendirian di rumah yang ia beli sendiri.

Bosan menangis, karena air matanya sudah kering. Rasa sedih Ravina berubah jadi amarah. Ia pun melakukan sesuatu yang jahat. Dia segera meraih ponselnya.

Ravina melihat pesan dari Aryan.

Aryan
Sudah sampai rumah?

Ravina menyeringai. Dasar pria tidak tahu malu! Awas kamu!

Ravina melanjutkan aksi jahatnya dengan ketikan jari-jarinya di ponsel.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Aryan dan VieriaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang