Operasi

135 1 0
                                    

Sudah bulan ke 9 dan Vieria merasa perutnya mau meletus, karena ada dua bayi besar siap lahir. Setiap hari ia tidak nafsu makan karena merasa kembung.

"Vie, setelah cek up, aku langsung ke kantor ya. Ada meeting. Nanti kamu diantar mas Farel pulang."

"Kamu gimana?"

"Nanti aku suruh mas Farel bawa motorku. Udah lama juga aku nggak mengendarainya, kinda miss it," jawab Aryan senang.

"Dasar," ucap Vieria memutar bola matanya.

Namun keinginan Aryan hanya tinggal angan-angan ketika mendengar ucapan dokter.

"Sudah matang banget nih bayi-bayinya, tensi ibu juga tinggi. Hari ini saja ya lahirannya. Nanti saya buatkan jadwal operasi di malam hari," ucap sang dokter.

"Oh, begitu. Baiklah, dok kalau itu yang terbaik," ucap Vieria.

Aryan terpaksa membatalkan jadwal meeting hari itu dan mengosongkan jadwalnya seminggu penuh untuk menemani Vieria.

"Jadi gue cancel terbang ya, bro."
"Lu aja yang ke Bangkok sebagai perwakilan perusahaan kita."
"Make sure the data is correct."

Vieria mendengar percakapan Aryan di telepon. Setelah panggilan tertutup, Vieria langsung bertanya, "nggak apa-apa kamu cuti seminggu?"

Aryan mendekati Vieria yang sudah terbaring di kasur rumah sakit dan mengenggam tangannya, "you are more important."

Vieria tersenyum haru sambil mengusap perutnya, "sebentar lagi kita akan bertemu mereka."

"Iya, finally," ucap Aryan terharu.

Kehadiran Aryan cukup menenangkan Vieria yang tegang. Perasaannya tidak tenang karena ini lahiran pertama.

Bagaimana kalau terjadi kompilasi saat operasi? Bagaimana kalau bayinya meninggal saat lahir? Bagaimana kalau keracunan air ketuban? Kelilit tali pusar, dsb. Vieria jadi overthinking sendiri.

Semua keluarganya pun ikut datang mendukungnya, dari ibu mertua, ibu dan ayah kandungnya, juga saudara kembarnya, Velcro.

"Nggak sabar ketemu keponakan. Pasti pada mirip gue," ucap Velcro padanya.

Vieria malah memicing, "gimana bisa mirip lu? Mirip bapaknya lah!"

"Kita kan kembar, Vie. Berarti nggak mirip lu juga, donk?"

Sial, benar juga dia, pikir Vieria. Jangan-jangan kedua anaknya malah mirip Velcro nanti.

Tiba-tiba perawat masuk ke kamar dan membawa Vieria ke ruang operasi, semua keluarga dan Aryan ikut mengantar.

Hati Vieria berdebar cepat. Vieria mengenggam tangan Aryan, "Ar... aku takut."

"Hey, it's okay. I'm right here, aku akan menunggumu di luar, tidak kemana-mana. Kamu harus tenang, for our babies," ucap Aryan sambil membelai-belai kepala Vieria.

Vieria melempar senyum terakhirnya sebelum masuk ruang operasi. Walau di luar tampak tenang, dalam hati Aryan juga tidak karuan tegangnya. Semoga semuanya baik-baik saja dan lancar, doa Aryan.

 Semoga semuanya baik-baik saja dan lancar, doa Aryan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Aryan dan VieriaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang