Bab 4 [perlawanan]

8 2 0
                                    

Alun-Alun Sunyoto

Saat Ratih bergegas untuk menuju tempat acara setiap hari libur yang di Alun-Alun Sunyoto, Ratih tak lupa membawa jajanan pasar yang tradisonal. Belum sempat sampai di acara tersebut Ratih dihalangi oleh sekelompok pemuda.

"Hai," sapa salah seorang pemuda berpakain serba hitam dengan rambut panjang sebahu ikat kepala yang dikalungkan.

"Mau apa kalian, kalian siapa?" kata Ratih sedikit gagap, "kalian apakah suruhan dari bapak yang hemm kala itu?"

"Haa ... haa ... haa, kita kembali lagi, kenapa kaget ya?" ucap salah seorang pemuda itu sambil tertawa terbahak-bahak, "memang benar, gadis ini ayu tenan kalau di lihat-lihat," rayu salah satu seorang pemuda itu sambil memegang tangan Ratih dengan keras.

"Hei! Kalian jangan macam-macam sama saya, kalau sampean mau hidup, pergi sana jangan ganggu aku!" ucap Ratih marah.

"Walah galak yo," sindir mereka sambil tersenyum sinis.

Ketika tangan Ratih berdiam sejenak, memejamkan mata, dan berusaha mengeluarkan tenaganya untuk melawan para sekelompok pemuda tersebut, karena amarahnya sudah tak terbendung lagi.

"Hiya!" serangan dari Ratih menyeret tangan mereka dengan larinya yang cepat, "rasakan, kepriye rasanya diseret sama aku, penak to?"
Beberapa dari mereka hanya melihat Ratih menghajar temannya itu, akhirnya mereka pun tidak mau tinggal diam melihat rekannya dihajar Ratih. Mereka menyusul temannya yang diseret Ratih, tetapi setibanya mereka hanya melongo karena kedua temannya sudah ada di atas pohon beringin yang sudah terikat oleh rantingnya. Ratih sudah membuat mereka terikat di pohon. Salah-satunya mereka yang ada di atas pohon menahan rasa sakit dan takut sebab dilempar dan diikat di atas pohon. Rekan kelompoknya pemuda geram dan semakin marah kepada Ratih.

"Beraninya kalian dasar bocah bau kencur, hiya!" para pemuda itu meyerang dan mengacungkan senjata clurit yang tajam di atas, tetapi Ratih melesat lari dengan cepat berupaya menghindari lawan dan Ratih sudah berada di belakang mereka. Ratih yang bersikap tenang sambil menggulung rambut yang didekat telingga dengan jari telunjuknya, tak lupa membawa siputnya yang dipegang pada pundaknya.

"lho nang endi ... Kok ilang?" tanya mereka binggung mengagaruk-garuk kepalabserentak dan bertatap-tatapan dengan mata melotot, mulut mengangga.
Puk!
Mereka merasakan ada yang menepuk pundaknya. Mereka sepontan menegok kebelakang itu, betapa terkejutnya mereka dengan mata yang melotot dan mulut menganga, Ratih yang berada di belakang mereka. Seketika mereka kembali menyerang, tetapi Ratih hilang dengan lari cepat menghindar hingga sebegitu kelanjutannya untuk mempermainkan mereka. Sampai-sampai bahwa Ratih bergegas meningalkan mereka. Sang siput lah yang mulai mempermainkan mereka dengan lendirnya. Siput Ratih mulai membesar bak sepeda montor melaju di area dekat mereka dengan meninggalkan jejak lendir yang lengket dan licin. Akibat lendir yang licin para pemuda tersebut gak sanggup berdiri gagah dan terikat dengan lendir perak siput milik Ratih.

Tidak sampai disitu di tengah perjalanan pun Ratih merasakan seperti ada yang mengikutinya, jejak langkahnya begitu pelan, tetapi perasaan was-wasnya Ratih begitu terasa. Ratih mulai panik dan mencari tempat tersembunyi, naasnya Ratih mendapat serangan api yang melingkar mengelilingi dirinya. Api yang kecil tetapi sangat panas dan membuat Ratih seperti terbakar. Sayangnya Ratih tidak bisa melihat sosok itu, hanya hati kecilnya berbisik, 'pasti akan bertemu dengan sosok itu di lain waktu.'

Perlahan api itu mengecil, dalam hatinya, 'mungkin sosok tersebut hanya mengerjain diriku.' Baru beberapa melangkah kakinya dari tempat itu, kembali lagi muncul api tersebut, tidak lama kemudian kakinya terasa berat seperti ada seseorang yang memegang kakinya dengan sangat erat dan kuat. Setelah itu Ratih perlahan melihat ke bawah, ternyata tidak ada yang memegang kakinya ataupun ada sesuatu seperti ada bebatuan yang mengenai dirinya. Lah tadi apa ya?
Karena tidak ada apa-apa Ratih sontak mengalihkan berfikir positif untuk melanjutkan perjalanannya yang sempat terhenti, tiba-tiba ada kejadian seperti ada yang menepuk pundak, sontak Ratih mengepalkan tangannya erat-erat bersiap memukul bandul.

Kisah Negeri Manunggal Spin-Off: Dewi Ratih si Tabib dari KalisuwungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang