Chapter 7

226 28 4
                                    

Semenjak pertanyaan Yujin mengenai Ricky pada Jihoo, sang sahabat nya itu memilih silent treatment pada nya, terlebih setelah pembicaraan Ricky tak berselang lama bunyi bel masuk sekolah, oleh karena itu Jihoo hanya menarik lengannya menuju kelas nya tanpa ada penjelasan apapun pada Yujin.

Tak bisakah Jihoo menjelaskan pada nya apa yang sebenarnya menjadi masalah disana?

Mengapa bertanya mengenai Ricky menjadi suatu hal yang tak di perbolehkan untuk di bicarakan?

Bukankah Ricky saja baik padanya, bahkan mengenal sang kakak?

Beberapa kali Yujin berusaha menyenggol sahabat nya itu agar menatap dirinya menuntut penjelasan atas perkataan yang menurutnya tak selesai sebelumnya.

Hanya saja ... Nihil!

Jihoo tak melirik dirinya sama sekali!

Rasanya ingin sekali ia sedikit berteriak memanggil sahabat nya itu, hanya saja situasi yang ada saat ini tak mendukung dirinya.

Bagaimana mungkin ia berteriak ketika jam pelajaran sedang berlangsung?

Yujin bukan anak nakal, apalagi murid nakal, melainkan ia murid dengan banyak prestasi, walaupun saat ini ia tengah tak fokus dengan apa yang di sampaikan oleh guru.

'Sebenarnya siapa Ricky hyung? Mengapa kemarin Vin-ie hyung tampak tak bersahabat, dan juga mengapa respon Jihoo sangat mencurigakan.' Monolog Yujin yang terus bertanya dalam benak nya tanpa menemukan sebuah kemungkinan jawaban yang ia inginkan.

"Kau berhutang penjelasan padaku," ujar Yujin pada akhirnya setengah berbisik pada Jihoo yang duduk sebangku dengannya itu.

Bulu kuduk Jihoo tampak menegang mendengar ucapan Yujin yang terkesan memojokkan nya.

Oh ayolah Jihoo bukan tak ingin memberikan penjelasan pada Yujin, hanya saja ia tak mau membuat masalah baru yang nantinya dapat merugikan banyak pihak. Belum lagi ia masih belum dapat membayangkan kedua kakak Yujin yang notabene menurutnya 'Menyeramkan'.

Sudah cukup terkejut Jihoo saat mengetahui bahwa Yujin memiliki dua orang kakak, yang bersekolah masih di sekitar mereka, yang sebelum nya Jihoo fikir kedua kakak yang selalu Yujin ceritakan berada di sekolah lain.

Mengapa bisa tak menyadari kedua kakak Yujin berada di lingkungan satu sekolah yang sama?

Tentu saja karena Yujin memiliki nama keluarga yang berbeda sendiri dari kedua kakaknya itu!

Belum lagi Yujin yang beberapa kali mengatakan pada sang kakak untuk tak terlalu memanjakannya jika berada di lingkungan sekolahnya. Demi ketenangan bersama maka kedua kakak nya berakhir menyetujui permintaan Yujin.

***

"Hi Babe," ujar Ricky dengan seenak jidatnya menyapa Gyuvin yang baru saja hendak masuk ke kelas nya.

Rasanya ia ingin merutuk dirinya sendiri, lantaran ia harus bertemu dengan Ricky. Jujur saja ia tak senang jika terus menerus bertemu dengan musuh nya itu. Tak bisakah ia sehari saja tenang tanpa kehadiran pemuda berambur blonde itu?

Sebisa mungkin Gyuvin berpura pura tak mendengar perkataan yang sejujur nya menggelitik telinganya.

'Calm down Vin.'

Langkah kaki nya tiba tiba saja terhenti, di saat tangan Ricky yang justru mem-block jalan masuk kelas nya.

Apakah Ricky tak mendengar bunyi bel yang keras di area lingkungan sekolah nya itu?

"Bisakah kau menyingkir dari hadapanku? Kau menghalangi jalan ku. Sebentar lagi guru akan datang, jadi sebaiknya kau masuk ke kelas mu."

Jika saja guru tak benar benar datang, maka besar kemungkinan Ricky tak akan menggubris perkataan dari Gyuvin. Namun sepertinya semesta mendukung Gyuvin karena bertepatan saat Gyuvin mengatakan seperti itu, sosok guru datang menyelamatkannya.

Gyuvin tak berbohong!

'Sial! Mengapa guru seakan memihak padanya.'

Dengan malas Ricky segera melipir dari kelas Gyuvin menuju kelas nya sendiri.

Ricky mengambil nafasnya dalam dalam dan menghembuskannya secara perlahan.

'Haruskah aku menyapa adiknya kembali ?' Monolog Ricky dalam benak yang mulai memikirkan jalan tengah yang mungkin akan menarik perhatian dari seorang Kim Gyuvin.

Ia tak pernah berniat mencelakai atau pun berniat buruk pada adik dari Gyuvin, hanya saja ia hanya perlu mencari perhatian dari seorang Gyuvin yang masih belum memberikan padanya sebuah kesempatan atas penjelasan yang seharusnya menjadi pembicaraan penting di antara dirinya dan juga putra sulung dari Kim Jiwoong tersebut.

***

"Babe, apakah kau yakin akan menjemput mereka ke sekolah?"

Anggukan kepala di berikan oleh Matthew pada Jiwoong yang baru saja mendarat di bandara Korea setelah mereka pulang dari Kanada.

"Kau tak capek?" tanya Jiwoong sembari merangkul sang istri.

Gelengan kepala Matthew berikan pada sang suami. Ia sudah merindukan ketiga putranya itu, untuk itu ia mengatakan pada sang suami bahwa ia tak lelah sedikit pun.

Menurut nya ketiga putranya itu adalah obat untuk nya.

Terkadang Matthew mengenang di masa masa ketika ia harus membesarkan putra putra nya tanpa Jiwoong, dan tentu saja bersama dengan keluarga Sung.

Jika di fikir kembali, ia merasa beruntung bahwa mantan istri dari sang suami masih hidup, karena jika saja keluarga mantan suami nya itu tak ada dikala titik terendah nya, maka mungkin saja ia tak dapat bertahan dengan kedua putranya yang masih sangat kecil.

Jiwoong menatap wajag sang istri, dan tak lama mengecup keningnya lembut.

"Babe, kau benar benar merindukan mereka?"

"Tentu saja, rasanya hampa tak mendengar suara mereka beberapa hari terakhir ini. Ah, apakah Hanbin atau Hao mengabari mu kapan mereka pulang? Seingatku Hanbin menemui Hao."

Gendikkan pelan Jiwoong berikan pada Matthew, karena memang benar adanya bahwa kepala keluarga Sung tersebut tak mengabari dirinya. Mungkin ia fikir dirinya masih sibuk, dan karena alasan itu mereka tak saling bertukar kabar seperti biasanya.

Matthew mengangguk-anggukan kepala nya pelan, dan berniat untuk menghubungi Hao setelah bertemu anak anak mereka.

'Ah, aku sudah merindukan mereka bertiga. Apakah mereka tak membuat ulah saat kami tidak ada di sekitar mereka?' Monolog Matthew dalam benak sembari bersandar di bahu suaminya itu.

———

TBC

See you next chapter

Leave a comment, and vote

.

.

Seya

Three Beloved BrothersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang