Pertama.

509 35 6
                                    

Seorang bocah lelaki kelas 5 sekolah dasar tampak berjalan riang. Walau hujan menerpa tubuh mungilnya, walau cuaca seakan bergemuruh mencurahkan tangis, walau seluruh tubuh serta tas kecilnya basah, ia tidak peduli. Hatinya terlampau cerah untuk menyadari semua detail itu.

Hari ini ayahnya pulang dari dinas luar kota setelah berminggu minggu lamanya. Ia sudah tak sabar menagih janji ayahnya untuk mengajak jalan jalan di akhir pekan, bermain bersama. Membayangkan kegiatan apa saja yang akan mereka lakukan untuk menghabiskan hari, membuatnya terkekeh senang.

Ia kemudian mempercepat langkahnya kakinya dengan mulut bersenandung. Tinggal beberapa meter lagi ia akan-

Langkahnya tiba tiba terhenti tanpa ia kehendaki. Seolah tubuhnya bergerak di luar perintah otak dalam kepalanya. Matanya yang bulat menatap tak percaya pada dua lelaki dewasa tak jauh dari tempatnya berada. Dua laki laki dewasa tengah mencecap bibir satu sama lain. Jimin tau persis apa sebutan untuk kegiatan yang tengah mereka lakukan. ia memang masih anak anak, tapi ia tau bahwa kegiatan yang tengah ayahnya lakukan disana, seharusnya dilakukan bersama ibunya.

Ciuman adalah hal lumrah untuk suami istri bukan? Lalu, kenapa ayahnya melakukan hal itu dengan lelaki lain? Padahal ayah juga seorang laki laki ?

Otak kecilnya mendadak terasa penuh. Kemudian, tanpa sadar, walau dengan suara tercekat, mulut jimin memanggil,

"Ayah."

...

Jimin bangun dengan terkejut ketika satu memori buruknya berhasil menyelinap dalam mimpinya. Jimin membawa tubuhnya bangun, terduduk di atas kasur ukuran besar yang terkesan mewah. Oh, tentu, hal kecil itu wajar bagi penyanyi papan atas negara. Prestasi Jimin bahkan sampai ke pasar Billboard sana.

Pemuda berusia 27 tahun itu mengerang,kedua tangannya menangkup wajahnya. Ayolah, tekan Jimin pada dirinya sendiri untuk tidak menangis. Ia sudah cukup dewasa, ia bahkan bukan anak sekolah dasar lagi. Untuk apa menangisi para sampah itu?

"Tidak apa apa Jimin ah, semua baik baik saja," ucap Jimin seolah menenangkan seorang anak kecil yang sedang sedih. Pun begitu, kedua tangan Jimin memeluk tubuh mungilnya sendiri, mengusap perlahan seolah menghibur. Ya, Jimin tengah menghibur dirinya sendiri.

Sekian menit kemudian, ia menengadahkan kepala nya. Menatap langit langit kamarnya. Ia tau, dirinya tak akan bisa tidur malam ini.

Mimpi sialan! Umpatnya dalam hati.

Ia meraih ponsel pintar nya, membuka lipatan flip touch screen, lalu hendak menekan kontak satu orang yang selalu berhasil mengusir rasa gundah dalam hatinya. Namun jarinya terhenti, Jimin menatap lama kontak bertuliskan ibu.

Ini sudah sangat larut. Apakah ibu masih belum tidur? Bagaimana kalau Jimin malah mengganggu ibunya? Bagaimana bila ibunya menjadi khawatir karena dirinya?

Jimin lalu beralih ke kontak lain bertuliskan alien bodoh. Tak lama, Jimin dapat mendengar suara berat khas orang baru bangun tidur.

"Kalau kau tidak mengatakan hal penting dalam lima detik, aku matikan telpon nya," suara Kim Taehyung, teman sekaligus manajernya tengah kesal karena tidur nyenyaknya berhasil diganggu seseorang. Tidak perlu bertanya siapa orang itu, jelas Jimin pelaku utamanya.

"Taehyung ah, aku bermimpi lagi."

Terdengar helaan nafas panjang di seberang sana. Juga terdengar beberapa suara, nampak Taehyung berusaha bangun untuk teman kecilnya.

"Tidak apa apa, sekarang semua baik baik saja," kata Taehyung menenangkan. Sebagai teman juga manajer, tentu Taehyung mengerti mimpi apa yang baru disebutkan Jimin. Peristiwa masa kecil yang menjadi tragedi besar untuk Jimin. Peristiwa yang meninggalkan luka sangat dalam hingga trauma sampai insomnia.

Desire.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang