Bab. 2 : Saudara

748 108 6
                                    

Setelah waktu cukup lama berselang, keenam anak di depannya akhirnya sudah mulai tenang. Sekarang Solar bisa lebih santai untuk memikirkan semua masalah ini.

Semuanya berkat bantuan temannya yang tiba-tiba saja datang, dengan alasan kerja kelompok. Sekarang keenam saudara itu tengah asik bermain bersama temannya.

Blaze dan Duri asik bermain game bersama Gopal. Taufan dan Gempa bersama Yaya dan Ying di dapur memasak kue, lalu Ais dan Fang tengah asik menonton film baru.

Kecuali ....

Halilintar yang sedang duduk di pojokkan ruang seorang diri, sambil mengawasi sekitar dengan waspada.

"Baiklah, aku akan kembali ke kamar menyelesaikan ramuan," pamit Solar sambil menaiki anak tangga.

"Hei, apa kau tidak ingin melakukan sesuatu pada si sulung?" tanya Fang menoleh padanya, diikuti Ais yang mengintip dari balik sofa.

Solar terdiam sejenak menatap Halilintar, lalu menghela nafas pasrah.

"Tidak perlu, dia akan baik-baik saja."

Mendengar ucapan itu, entah mengapa tubuh anak itu terlihat menenggang sambil berusaha menyembunyikan ekspresi wajahnya. Namun, Solar tak mempermasalahkannya dan segera kembali ke kamar menyelesaikan tugasnya.


.

.

.

•••

Ya. Harusnya begitu, tapi tiba-tiba saja Halilintar justru mengikutinya dan sedang menatapnya ganas dari depan pintu. Hanya diam dan mengawasi.

"Hei, berhentilah menatapku seperti itu. Kau hanya akan menggangu--"

"Kemana Solar? Apa kau sebegitu pengecutnya menculik kami, bahkan sampai membawa temanmu untuk memanipulasi saudaraku?!" tanya Halilintar dengan nada mengintimidasi.

Solar membelalakkan matanya, terkejut dengan pertanyaan dari anak tertua itu. Ah, benar. Dia baru ingat, waktu kecil mereka tinggal di ibukota dan belum pernah kemari. Jadi tak heran, jika Halilintar menuduhnya penculik.

"Hah ... Kau masih belum tau siapa aku? Sungguh menyedihkan, ya."

Solar melepas kacamatanya membuat manik silver itu dapat terlihat dengan jelas. Melihat kenyataan itu, Halilintar terkejut bukan main. Tapi, sayangnya itu justru berakhir menjadi kesalahan.

"Kau ... Kau mengambil mata Solar? CEPAT BERITAHU AKU DI MANA DIA?"

"Hah? Apa? Tidak!"

"Berhentilah menipuku!"

"Hei, apa kau masih belum sadar? Aku lah Solar!"

"Tidak, tidak! Solar tidak sebesar itu!"

Ugh, sayangnya dia ada benarnya. Mereka adalah tujuh saudara kembar, akan aneh jika salah satunya memiliki perbedaan yang jauh seperti ini.

"Blaze! Berhentilah mengacau!"

Sebuah pertengkaran kembali terdengar dari ruang bawah. Solar yang baru saja mengerjakan setengah dari tugasnya langsung menghentikan aktivitasnya.

ABANG SOLAR?! [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang