𝙘𝙝𝙖𝙥𝙩𝙚𝙧 𝟴

105 18 2
                                    

Beberapa hari terlewati setelah Ia bertemu dengan pemuda tengil berwajah persis dengan Travis

Pemuda yang tempo hari mengembalikan kamera milik Junkyu yang tertinggal di cafe. Sebab cafe itu menjadi tempat Ia bekerja setelah pulang sekolah. Ia pernah melihat Junkyu membawa kamera itu, dan Ia mengenalinya lalu mengembalikannya

Namanya Haruto, Watanabe Haruto. Pemuda keturunan Jepang yang baru saja menduduki bangku kelas 12 SMA. Berusia 11 tahun dibawahnya.

Masih bocah, menurut Junkyu. Bahkan pemikirannya saja masih cetek. Masih belum bisa mengontrol ucapan maupun sikap

Entah mendapat angin darimana, si jangkung itu tiba-tiba mendekati Junkyu

Terkadang jika sempat, Ia akan mengantar dan menjemput Junkyu kerja. Lebih banyak merusuh dan terkadang membuat yang lebih tua jengah. Hidup tenang nya terusik oleh bocah tengil

Tapi dilain sisi, pemuda itu kerap menghibur Junkyu dengan ucapan nyeleneh nya. Kelakuannya terkadang berhasil membuat Junkyu tertawa

Dan lagi, pemuda itu pula sepertinya berhasil mengubah pemikiran buruk Junkyu tentang mengakhiri hidup

Entah apa saja yang Ia katakan, namun mampu membuat Junkyu masih bertahan sampai sekarang. Pria 28 tahun itu tidak lagi semenyedihkan dulu

Kembali pada pagi ini,

Haruto sudah muncul didepan rumah Junkyu, tanpa rasa bersalah sebab telah membuat yang lebih tua kesal, "Kan udah dibilang gak usah jemput. Ngeyel banget sih. Ntar kamu telat sekolah."

Haruto yang duduk diatas motornya hanya menyengir lebar, "Ya gakpapa kali, jemput calon pacar emang gak boleh? Lagian kalo gue telat tinggal manjat lewat pagar belakang sekolah, beres."

Junkyu menggelengkan kepalanya, terlalu malas meladeni, "Terserah kamu aja."

"Ayo Kak naik. Daripada naik bus bayarnya mahal. Mending sama gue, gratis. Bonus pelukan."

Junkyu terkekeh ringan menanggapi. Tanpa bicara Ia menerima uluran helm yang diberikan Haruto, "Yaudah ayo."

.

.

.

.

.

"Kyu.."

"Hm?"

Jihoon mengikuti langkah Junkyu menuju meja kerjanya. Lalu bersandar pada meja lain yang terdekat, "Gue lihat-lihat lo dekat sama temen nya si Jeongwoo itu ya?"

"Masih kepagian kalo mau ghibah. Next time aja."

"Serius gue nanya," kali ini bisa Junkyu lihat wajah sahabatnya itu memang serius, "Lo dekat sama bocah baru gede?"

"Gak deket. Temen doang. Dia kan yang nolongin gue waktu mau bunuh diri."

"Nggak, bukan itu maksud gue. Gue rasa lo ngerti tujuan gue nanya ini."

Junkyu menghela napasnya. Lebih memilih fokus pada laptop didepannya daripada menyahuti Jihoon yang pagi ini sudah membuat moodnya rusak

"Junkyu, gue serius. Jangan mengalihkan pembicaraan gini lah." lama kelamaan Jihoon jengah

"Ya emang lo mau jawaban apa dari gue? Ngerti kok gue maksud lo," Junkyu sepenuhnya menghadap kearah Jihoon, "Gue sama Haruto gak sedekat yang lo pikirin. Kita temen, gak lebih. Dia baik ya gue baik."

"Lo ngerespon dia begini bukan karena mukanya yang mirip Travis kan?"

.

.

.

.

.

"Tumben gak telat, abis darimana lo?"

"Biasalah."

Jeongwoo— sahabat sejak kecil nya itu terkekeh, "Selir yang mana lagi yang lo godain?"

"Buka selir ya, tolol. Cuma Kak Junkyu."

Mata Jeongwoo membulat, "Udah ganti selera, To? Demen yang tua sekarang? Kita sama dia beda 11 tahun."

"Tau gue. Tapi dia kelihatannya gak setua itu, malah kayak seumuran kita. Imut njir, padahal cowok dia."

"Naksir lo?" Haruto hanya tertawa sebagai respon. Lalu kembali fokus pada ponselnya sembari menunggu guru yang masuk

Setelahnya mereka asik dengan dunia masing-masing

Haruto menatap ponselnya yang menampilkan foto profil Junkyu. Mengamati wajah tampan sekaligus imut dari pria yang lebih tua darinya itu, "Deketin orang karena kasihan, salah gak sih?"

JE VOUS AI TROUVÉTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang