Beberapa detik yang lalu pesan dari Haruto baru saja Junkyu terima. Katanya pemuda Jepang itu akan menjemputnya
Duduk di lobi seorang diri. Merenung pada pembahasan Ia dan Jihoon tadi pagi. Perihal dirinya yang merespon sikap Haruto. Jihoon menanyakan alasannya
Jika boleh jujur, apa yang dikatakan Jihoon adalah benar. Bukan tanpa alasan dirinya menerima baik kehadiran bocah itu. Sebab sampai detik inipun Junkyu masih belum mampu melupakan dan mengikhlaskan kepergian kekasihnya
Kehadiran Haruto tentu sedikit banyaknya mengobati kerinduan yang ada. Wajah pemuda itu sama persis dengan Travis. Beberapa sikap dan kebiasaannya juga hampir sama. Hanya saja, Travis lebih lembut dalam bertutur kata
Namun jauh dalam dirinya. Kehadiran Haruto tidaklah lebih dari sekedar pengobat. Bukan, Junkyu tidak menaruh rasa pada seorang bocah. Sebab mau bagaimanapun sosok Watanabe Haruto muncul didepannya, pandangan Junkyu tetaplah pada seorang Travis
Ya, benar. Junkyu menganggap Haruto adalah Travis
Bahkan beberapa kali Ia pernah salah dalam menyebutkan nama. Beruntungnya Haruto tidak mempermasalahkan itu, Ia memaklumi
Lamunannya buyar ketika terdengar suara klakson motor didepan sana. Ada Haruto yang masih lengkap dengan seragam sekolahnya tengah melambaikan tangan sembari tersenyum manis
Melambaikan tangan,
tersenyum,
Persis seperti kebiasaan Travis. Baik semasa hidup ataupun ketika Junkyu mencarinya melalui kamera
"Ngapain melamun sendirian disitu? Dideketin setan nanti nanges." ucap Haruto sambil menyerahkan helm pada Junkyu
"Iya setannya kamu."
"Ya Tuhan, hati mungilku tercabik-cabik." Haruto memegang dadanya dramatis. Membuat gelak tawa terdengar dari yang lebih tua
"Apasih, jadi manusia kok alay. Malu sama muka, ganteng-ganteng alay. Nanti gak ada yang naksir."
"Ya gakpapa gak ada yang naksir, biar lo gak cemburu."
Tangan Junkyu terangkat untuk menepuk pelan kepala Haruto, "Mulutmu mending mingkem aja, kalo bersuara aku takut makin jengah. Yang ada nanti kalap bunuh kamu."
Haruto terkekeh sambil menjalankan motornya, melirik sejenak Junkyu diboncengannya yang tengah melihat lalu lalang kendaraan, "Kak, kita mampir makan dulu ya?"
.
.
.
.
.
Junkyu hanya bisa diam melamun. Tak mempedulikan Haruto yang mengkhawatirkannya karena tiba-tiba terdiam kaku
"Kak Junkyu kenapa sih? Jangan bilang omongan gue tadi bener, ada setan yang nempel ke lo makanya jadi tiba-tiba diam gini."
Yang lebih tua menggeleng pelan, "Gakpapa, Haru. Cuma agak kaget aja."
"Kaget kenapa?"
Apa harus Junkyu jujur jika Ia teringat Travis setelah melihat menu yang dipesan Haruto? Sebab selera mereka sama, menyukai es krim rasa strawberry
"Nggak kok, Vis" jawabnya spontan. Namun ketika menyadarinya, Ia segera melirik Haruto, "Eh, maaf maksud aku---"
"Gue Haruto, Kak. Bukan Travis mantan lo. Kita beda walaupun muka kita sama," Haruto kembali pada tempat duduknya, enggan melirik Junkyu, "Kak Junkyu masih belum bisa ikhlasin dia ya? Apa jangan-jangan lo ngerespon gue selama ini cuma karena gue ngingetin lo sama dia? Iyakan?"
Dan apa harus Junkyu jujur jika tebakan Haruto tepat?
"Bukan gitu. Aku cuma salah ngomong aja tadi. Maaf ya?" elaknya
Haruto tersenyum, "Iya deh, Kak. Gue percaya sama lo. Lo bilang Tokyo ibukota nya Indonesia juga gue percaya kok."
Junkyu benar-benar merasa tidak enak pada Haruto. Ia takut menyinggung pemuda itu walaupun diantara keduanya tidak ada yang menaruh rasa
"Maaf ya, Haru.."
"Gakpapa, Kak. Santai ajalah. Gue mah orangnya gak baperan, serius."