2

17 5 3
                                    

Luna menelungkupkan wajahnya ke meja, sementara Biyya masih menyumpah serapahi Lucky. 

"mana orangnya? mau gue tonjok mukanya" ucap Biyya

tak lama kemudian, kantin yang sudah ramai kini semkain ramai pertanda orang yang dicari Biyya telah datang.

" nah itu dia, lo tunggu disini na, biar gue yang yang-"

"bi udah, biarin aja" cegah Luna.

Biyya menghela nafasnya, ia merasa kasihan pada sahabatnya ini. Lihatlah, dengan mata sebam dan bibir pucat, Luna terlihat seperti mayat hidup.

"Yaudah, lo jangan sedih gitu dong"

Luna tersenyum tipis, merasa beruntung mempunyai sahabat seperti Biyya.

"gue gak papa kok"

Biyya kembali menghela nafas.

"maaf ya?"

"for what?"

"gara-gara saran gue-"

tiba-tiba luna menempelkan jarinya dibibir Biyya, membuat gadis itu berhenti bicara.

"gak ada yang salah disini oke? jadi stop bilang gitu"

Biyya bungkam.

"oke, kalo gitu mulai sekarang lo harus berhenti suka sama si brengsek itu, gue bantu"

Luna tersenyum, ia mengangguk. 

mereka akhirnya makan, walaupun Luna tidak nafsu makan. ia melirik sebentar ke meja Lucky. dan laki-laki itu sedang menatapnya.

Luna segera mengalihkan pandangannya, ia tak boleh goyah. ia harus malupakan perasaannya pada Lucky.

"Hai"

Luna dan Biyya mendongak bersamaan, mereka mendapati Abian Felixio - salah satu anggota geng motor yang dipimpin Lucky- tersenyum pada mereka.

"halo" balas Luna ragu.

Pasalnya, ia jarang sekali berbincang dengan Bian walaupun mereka seangkatan.

"gue boleh gabung gak?"

Luna dan Biyya saling pandang sejenak, merasa bingung.

"o-oh yaudah boleh" jawab Luna

Bian tersenyum lalu duduk disalah satu kursi disana. terjadi keheningan sesaat, mereka sibuk dengan makanan masing-masing. termasuk Luna yang hanya mengaduk makanannya. 

"gak dimakan?" tanya Bian.

"i-ini dimakan" ucap luna sambil menyuap makanannya.

Biyya hanya menatap keduanya.

"Bentar gue ke toilet dulu" pamitnya.

Luna ingin protes , namun terlambat Biyya sudah menghilang. sebenarnya ia risih, karna ia tak terbiasa dekat dengan laki-laki. 

"Lo sakit?" tanya Bian.

" eh enggak kok"

"tapi bibir lo pucet"

Luna reflek memegang bibirnya, ia mengambil cermin dan saat itu dia sadar jika dia seperti zombi.

"c-cuma pusing dikit kok"

tiba-tiba Bian memberinya obat sakit kepala.

"diminum, jangan sampai sakit" ucapnya sambil berlalu pergi.

Luna hanya melongo, menatap obat itu. kenapa Bian tiba-tiba perhatian padanya?. padahal sebelumnya, ia hanya berbicara pada laki-laki itu jika penting saja.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 21, 2024 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Bulan & BeruntungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang