Setelah perjalanan panjang dan melelahkan, Pangeran Orion akhirnya kembali ke istananya. Namun, begitu dia masuk ke dalam kamarnya, kemarahannya meledak seperti bom.
"Sialan!" jeritnya. "Ares benar-benar ingin mengambil semua yang menjadi milikku!"
"Orion, apa yang terjadi?" tanya sahabat sekaligus ajudannya, Marquis Pearce York yang melihat kebingungan pada wajah pangeran. Ia yang baru saja datang langsung menyuruh para pelayan Orion keluar kamar.
"Ares dan Silencia akan bertunangan!" geram Pangeran Orion.
Pearce terkejut mendengar kabar tersebut. "Apakah itu buruk? Maksudku, itu kan hanya sebuah pertunangan."
Kemarahan Pangeran Orion begitu besar sehingga ia hampir tidak bisa menahan dirinya. Pada saat dia mendengar tentang rencana pertunangan Ares dan Silencia, ia mampu mengendalikan diri di depan Ares untuk sementara. Kini, kerutan di dahi dan bibirnya menegang, mata hazelnya yang tajam menatap garang. Wajahnya menjadi merah kehitaman, dan tangan-tangannya mengerut dengan emosi yang membuncah di dadanya.
Orion merasakan amarah besar berkobar dalam dirinya, dengan guncangan kekuatan badai yang bergetar dalam jiwa dan tubuhnya. Suaranya meledak, keras dan bergetar, mengatakan betapa sakit hatinya tentang rencana sang Duke dan Silencia. Setiap jengkal dirinya membara dengan kemarahan dan rasa sakit hati atas situasi yang dihadapinya.
"Bagaimana mungkin mereka melakukannya?!" ucap Pangeran Orion sambil menggertakkan giginya. "Setelah pada akhirnya aku mampu menyingkirkan Giordan dari hadapan Silencia. Duke Sialan itu kini merebutnya dari genggamanku!!!" Orion menghancurkan apa saja yang ada di hadapannya.
Ia melempar vas bunga dan gelas yang tertata di meja kerja hingga pecah berkeping-keping. "Aku mengatur sedemikian rupa agar Silencia dan Giordan sialan itu berpisah, berharap agar ada pembicaraan pernikahan antara aku dan dia. Tapi ayahku, kaisar yang tidak kompeten itu malah sibuk mencari celah untuk menjatuhkan keluarga Amarilys!"
Sedikit demi sedikit, amarahnya terus bertambah dan semakin tidak terkendali. Dia benar-benar merasa terhina, marah dan frustasi. Dia tidak bisa memikirkan cara untuk mendapatkan Silencia kembali. Ia adalah pangeran yang terlupakan. Tubuh lemahnya sudah membatasi untuk belajar seni berpedang dan ia sama sekali tidak bisa menggunakan sihir. Salah satu kelebihannya selain wajah yang tampan adalah bidang strategi dan diplomasi.
Dia merasa nyaris melukai siapa saja yang berada di sekitarnya. Beruntung, Pearce telah menyuruh pelayannya keluar. Momen kemarahannya adalah yang paling sulit untuk dikendalikan. Sebuah aura jahat menyelimuti dirinya saat dia berbicara, suaranya merendah dan halus seperti angin yang menggelayuti hati seseorang. "Aku ingin membunuhnya dan menyimpan Silencia hanya untukku," desisnya.
Orion hancur dan putus asa. Sang ajudan, Marquis Pearce York mencoba menenangkan temannya, "Tenanglah, Orion. Kita akan menemukan cara untuk menghadapi situasi ini."
"Sudah terlambat. Dia akan diambil dariku." Pangeran Orion berkata dengan suara mendesah.
Kemudian, Pearce datang dengan ide yang agak menyenangkan. "Orion, mengapa kita tidak menemui Silencia dan membujuknya untuk tidak menikah dengan Ares?"
"Tidak mungkin dilakukan dalam waktu yang terlalu singkat. Ares sudah mempersiapkan segalanya untuk pertunangan mereka," jawab Orion, menggunakan tangannya untuk meraba-raba dinding kamar. Penglihatannya buram. Mata kirinya yang tidak mampu melihat terasa sakit.
"Masih ada yang bisa kita lakukan, bukan? Kita akan perlahan mencari jalan keluarnya." Pearce mencoba mendapatkan sebuah ide. Ia lalu mendatangi Orion dan membimbingnya menuju kursi untuk duduk.
Pangeran Orion diam sejenak, matanya menatap tajam pada jendela istananya. Tiba-tiba, sebuah keinginan sangat kuat muncul di hatinya. Ia lalu membuka laci kedua pada meja kerja.
Sebuah belati bertahtakan batu zamrud tersarung dengan rapi. Orion mengangkat belati itu dan menunjukkannya pada Pearce.
"Pembunuhan," gumam Orion dingin. Matanya kosong. Pandangannya tidak menentu.
Pearce terbelalak dan panik. "Orion. Jika kau membunuh Duke, maka...""Tidak.." Orion memutus kata-kata yang akan dilontarkan pearce. "Kita membuatnya seperti Ares akan membunuhku." Pearce tahu betul kata-kata itu. Membunuh atau melakukan percobaan pembunuhan terhadap darah kerajaan adalah kejahatan yang di hukum dengan hukuman pancung.
"Orion. Ini berbahaya. Jika terungkap, kau yang akan di hukum mati karena sudah menuduh Duke melakukan percobaan pembunuhan." Pearce cemas. Ia harus menghentikan ide-ide liar dan gila yang ada di dalam otak Orion. Ide Orion juga akan berimbas buruk padanya.
"Begini saja, kau akan kukenalkan dengan lady yang lain. Bukankah Silencia Amarilys bukan satu-satunya gadis cantik di kerajaan?" Hibur Pearce.
Tatapan Orion seakan menusuk Pearce. Pada saat itu Pearce tahu ia telah salah berucap."Ini bukan soal cantik, Pearce. Ini soal aku yang menginginkannya." Orion memegang kepalanya yang semakin sakit.
Tiba-tiba Orion tersentak. Kemarahannya menimbulkan efek negatif pada fisik yang lemah dan rasa optimisnya yang redup. Sakit di dada mulai terasa. Rasa sakitnya meningkat saat ia tak henti-hentinya merasakan ketidakadilan yang sedang ia alami. Napasnya semakin pendek, denyut jantungnya semakin bertambah cepat dan keringat dingin membasahi wajahnya.
"Ares sialan.. Aku akan membunuhnya.. Semua yang menghalangi jalanku.. Aku akan membunuh mereka semua!" Orion kembali berdiri dan merusak barang-barang di sekitarnya.
Orion terus saja berteriak dengan suara tinggi dan berontak. Hal yang amat sangat tidak biasa bagi seorang pangeran yang sopan dan tenang.
Rasa sakit dan kelelahan melanda. Ia benar-benar merasa tak tahan. Napasnya terengah-engah, dan pandangannya kabur. Ia berusaha keras untuk tidak jatuh dan terus berdiri tegar, namun tubuhnya tidak bisa lagi menahan tekanan yang begitu besar.
Tak selamanya seorang pangeran bisa mengatasi segala situasi, dan pada saat seperti itu, ia merasa sedang kehilangan kendali. Ia merasa takut dan frustasi.
"Sudahi semua ini, Orion," kata Marquis Pearce York, mencoba untuk menenangkannya. "Ini hanya akan merugikan dirimu sendiri."
Namun, Orion terlalu marah untuk bisa mendengarkan nasihat Pearce. Ia merasa seperti ia memiliki hak atas apa pun yang ia inginkan dan siapa pun yang ia cintai. tidak lama kemudian, ia jatuh ke lantai dengan sakit yang hebat di dadanya.
Marquis Pearce segera memberikan pertolongan pertama pada Pangeran Orion. Ia mengatur nafas Pangeran dengan hati-hati dan mengusap punggungnya perlahan. Napas Pangeran Orion menjadi tidak teratur.
"Panggil dokter istana, cepat!" Teriak Pearce pada penjaga yang ada diluar kamar.
***
"Yang Mulia, kondisi pangeran ketiga tidak stabil dan saat ini dokter kerajaan telah menuju ke istana beliau." Lapor kepala rumah tangga istana, Vision Riddle.
Kaisar mengerang dan menatap benci pada Vision. "Ah, Orion adalah duri di keluarga kerajaan. Aku tidak berharap banyak pada anak yang sebentar lagi akan mati itu!" Kaisar duduk di tepi tempat tidurnya.
"Ayah tidak boleh berkata begitu, meskipun begitu dia adalah darah daging anda." Julius Star Hilden, pangeran kedua mencoba merebut hati ayahnya. Kepiawaiannya dalam merebut hati lawan bicara sudah tidak bisa diragukan. Terbukti kaisar Hilden selalu memiliki sisi lemah lembut terhadap putranya yang satu ini.
"Kau terlalu berkasih sayang, Julius. Orion selalu menjadi beban di kekaisaran ini. Tidak ada yang bisa dia lakukan. Cari tahu apa yang terjadi kali ini dan laporkan padaku." Perintah Kaisar. Disusul dengan anggukan dari Julius.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Duke's Adopted Daughter (REVISI)
RomanceSuatu hari Hasegawa Aya, seorang wanita berusia 30 tahun mengalami kecelakaan sepulang kerja, dan ketika bangun, ia mendapati dirinya berada di dalam sebuah novel online yang terakhir dibacanya sebelum tewas. Berawal dari rasa simpatinya semasa hidu...