Numpang Tidur

240 36 1
                                    

Yegan kembali menghela nafasnya gusar, sedangkan salah satu tangannya terlihat sibuk meraba samping bantal, hendak mencari keberadaan ponselnya berada.

"Jam 23.45." bacanya dalam hati saat telah berhasil menyalakan layar di genggamannya itu.

Entah kenapa anak itu sekarang mulai menyesali keputusan keras kepalanya beberapa saat yang lalu. Sebenarnya Ginan selaku kakak sepupunya itu telah menawarkan diri agar mereka berdua bisa tidur bersama malam ini, -atau bisa di bilang sedikit memaksa lebih tepatnya. Tapi karna Yegan yang baru saja memasuki jenjang pendidikan menengah ke atasnya itu sudah merasa bahwa dirinya telah beranjak dewasa, dan mulai merasa gengsi, anak itu akhirnya dengan tegas tentu saja menolak penawaran sang kakak. Membuat koko Hao yang menjadi saksi atas perdebatan kecil itu, akhirnya membantu yang termuda agar bisa lepas dari paksaan sang kakak.

"Ngga bisa tidur." lirik anak itu kembali dengan nada merengek.

Sebenarnya bukan tanpa alasan penawaran tadi berusaha Ginan lontarkan, anak itu hanya tau betul bahwasannya sang adik adalah pribadi yang sedikit sulit menyesuaikan diri pada lingkungan baru. Bahkan jika di pikir-pikir, Ginan sendiri bisa di bilang lebih tau segala kebiasaan Yegan di banding diri anak itu sendiri.

Setelah bergelung dengan pemikirannya sendiri dalam beberapa saat, Yegan kini akhirnya mulai memantapkan dirinya untuk menghampiri kamar sang kakak sepupu. Dari yang ia ingat tadi, Ginan memiliki kamar yang berada satu lantai dengan kamarnya, membuat Yegan setidaknya kini dapat bernafas sedikit lebih lega.

Dengan sebuah boneka berukuran sedang berbentuk kelinci di pelukannya, anak itu kini berjalan mengendap-endap mendekati kamar yang terletak tepat di sebelahnya. Tidak ingin bersusah payah untuk mengetuk dan membuat kebisingan, Yegan mulai mengarahkan tangannya untuk memutar kenop pintu.

"Yah, dikunci." ucap anak itu sambil mendesah kecewa dalam hati.

Dengan langkah gontai Yegan akhirnya memilih berjalan kembali ke arah kamarnya. Belum sempat langkah anak itu ia bawa masuk, mata Yegan tanpa sengaja melirik sekilas pada lampu kamar lain yang sepertinya masih menyala.

"Kamar siapa ya?" pikir anak itu sambil menerka-nerka dalam hati, setelahnya Yegan kini terlihat sedikit bimbang untuk segera mengambil keputusan.

"Duh, gimana ya? Kalo dipaksa tidur sendiri juga ngga bisa, tapi kalo tidur bareng abang-abang yang lain kan takut merekanya sendiri yang ngga nyaman."

Mencoba untuk tidak terlalu berfikiran negatif, anak itu pun akhirnya memantapkan kembali tujuan awalnya.

"Bodo amat deh, lagian kan tadi koko Hao juga udah bilang sendiri kalo ada apa-apa ngga usah sungkan. Jadi Yegan ngga salah kan kalo cuma mau minta temenin bobok."

Setelahnya anak itu terlihat sedikit berlari mendekati pintu kamar tersebut. Jujur saja, Yegan sendiri tak begitu ingat kamar di depannya ini milik siapa, yang jelas ia hanya ingin segera masuk dan segera menumpang tidur.

Tangan anak itu sedikit terangkat untuk mengetuk pelan pintu berwarna coklat di depannya, sedangkan hatinya mulai bergumam cepat seperti merapalkan mantra.

"Moga-moga aja kamar koko Hao, kalo ngga gitu kamar bang Harsa."

Tanpa sadar, sembari menunggu, Yegan malah menangkupkan kedua tangannya memperagakan gestur sedang berdoa.

Tak membutuhkan waktu lama, pintu di depan anak itu akhirnya terbuka sedikit, menampakkan sosok tinggi jakung dengan raut kebingungan yang sangat ketara. Kacamata yang bertengger di hidung mancungnya entah kenapa semakin membuat sosok tersebut terlihat semakin berwibawa.

Rumah Pulang Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang