Mohon memberikan dukungannya
Natasha akhirnya sampai di rumah pukul 10 malam, apalagi salju turun lumayan deras dan mengganggu proses transportasi sehingga dia baru sampai ke rumah lumayan malam. Tentu saja kedua orang tua Natasha mulai mengomel karena sangat mencemaskan sang anak. Meski dia harus dimarahi tentu Natasha tak keberatan justru Natasha malah merindukan orang tuanya apalagi sudah bertahun-tahun lamanya mereka tidak bertemu.
"Cepat ganti bajumu atau kau akan segera membeku karena kedinginan..."
Natasha segera pergi ke kamar setelah Mrs Mauderer menyuruhnya dan kamar tersebut berada di lantai atas meninggalkan Edward yang juga tampak kedinginan. Mrs Mauderer tampak prihatin pada Edward karena pria itu sudah lama dibuang oleh keluarganya. Bisa dibilang dia saat ini hanyalah seorang yatim piatu yang bergantung pada Natasha. Sayangnya anaknya itu tidak peka padahal sejak dulu bahkan sebelum Natasha menikah dengan Willis, Mrs Mauderer tahu jika Edward sangat mencintai anaknya.
"Pakailah ini nak semoga saja baju pria tua ini muat untukmu, kau tahu tinggi badanmu itu benar-benar luar biasa"
Mr Mauderer memberikan pakaian hangatnya untuk Edward. Dia merasa kasihan dan tidak tega meskipun bisa saja pakaian milik pria tua itu tidak cukup saat dikenakan Edward. Yah pria itu memang sangat tinggi dan sering kesulitan dalam mencari pakaian.
"Terima kasih Mr. Mauderer" Edward tersenyum tulus.
Berteman selama bertahun-tahun lamanya dengan Natasha membuat Edward sangat mengenal kedua orang tua Natasha. Bahkan orang tua Natasha sendiri sudah menganggap Edward sebagai anaknya. Tentu saja ini sebenarnya merupakan kesempatan Edward untuk maju dan melamar Natasha tapi nyatanya Edward belum berani. Terjebak dalam situasi friendzone sungguh melelahkan namun Edward begitu takut kehilangan Natasha sehingga dia masih merasa nyaman dengan statusnya sebagai sahabat Natasha untuk saat ini.
"Salju di luar sangat deras Ed, menginaplah malam ini atau kau akan mati kedinginan!"
Natasha tersenyum pada pria tinggi itu dan dia sudah mengganti pakaiannya dengan outfit yang lebih santai. Wanita itu tetap terlihat cantik dengan rambut panjangnya yang terurai meski memakai pakaian santai dan membuat Edward terus tergila-gila padanya.
"Kau benar Nat..."
Lagipula Edward belum mendapatkan apartemen di sekitar rumah Natasha sehingga lebih baik saat ini dia menginap disini saja.
***********
"Kabarnya kasus pembunuhan Mr Elvar akan dipengacarai oleh seorang wanita" ucap Samuel memberi tahu Willis sambil menyalakan rokok.
"Aku sama sekali tak peduli pengacara pembunuh itu mau pria atau wanita, asalkan aku bisa memenangkan kasus ini. Kau tahu Mr Elvar mati dalam keadaan menggenaskan dan itu sangat menyedihkan!"
Hari ini Willis berada di kantor kejaksaan untuk menganalisis kasus yang dia dapatkan. Kebanyakan kasus yang harus dia telaah lebih lanjut adalah kasus pembunuhan. Entahlah padahal saat ini polisi Inggris sudah berpatroli semaksimal mungkin namun tetap saja kasus kejahatan tak kunjung menurun. Willis meminta rokok pada sahabatnya itu dan asap mulai mengepul di ruangan. Padahal pemerintah sudah memberikan aturan jika saat bekerja, seorang jaksa tidak boleh merokok dalam ruangan karena bisa mengganggu pernafasan. Tapi tetap saja Willis tak peduli lagipula pemerintaham Inggris tak tahu soal ini.
"Ah ya aku harus pergi ke ruang sidang pada hari ini Will, doakan aku supaya menang di kasus ini"
Samuel segera pergi meninggalkan kantor kejaksaan setelah menepuk bahu Willis sahabat baiknya. Meskipun mereka bekerja di kantor yang sama, namun seringkali mereka harus bekerja sendiri-sendiri. Apalagi Willis terkenal sebagai jaksa yang handal dalam kasus yang sulit sehingga Samuel dan Willis selalu mendapat kasus yang berbeda. Samuel terkadang mendapatkan kasus yang ringan karena dia pernah gagal memenangkan kasus pembunuhan berat dan saat itu terdakwa hanya dijatuhi hukuman penjara.
"Pastikan kau tidak kalah pada kasus ini Sam, atau bisa saja kau malah dipindahkan ke Westminster. Lebih buruknya kau bisa saja dimutasi ke pegunungan Alpen" ucap Willis tertawa.
Setelah Samuel pergi, Willis kembali menyelami kasus pembunuhan. Dia yakin jika Mr Elvar dibunuh dengan motif perebutan warisan. Tapi Willis merasa motif ini tidak cukup untuk menuntut terdakwa dengan hukuman seberat mungkin.
Kabarnya korban ditusuk dengan benda tajam tentu saja seharusnya tersangka bisa dijatuhi hukuman mati. Tapi hukum di Inggris cukup lemah dan boleh jadi hukuman yang dijatuhkan malah lebih ringan. Hal ini tidak boleh sampai terjadi apalagi Mr Elvar lumayan kenal baik dengan Willis. Dia harus berjuang supaya korban mendapatkan keadilan. Saat tengah berpikir keras, sekertaris Willis datang sambil mengetuk pintu.
"Mr Zaitsev ada tambahan dokumen untuk anda dari pihak kepolisian..."
"Tolong kau sortir dulu Elena supaya aku bisa membacanya dengan mudah"
Elena Glory yang saat ini menjadi asistennya mengangguk dan mulai meninggalkan ruangan Willis. Biasanya dokumen yang diberikan oleh pihak kepolisian sangat menyusahkan dan berantakan. Sehingga Willis paling benci jika harus membacanya sekarang. Mengapa otak kepolisian seringkali tidak sesuai ekspektasinya padahal Willis yakin polisi Inggris mendapatkan pelatihan terbaik. Terkadang kita memang jangan terlalu menaruh ekspektasi yang tinggi pada sesuatu atau akan berakhir kecewa.
*********
"Jadi kau yang akan menjadi pengacaraku nona?"
Natasha mendatangi Gregory Mindel di penjara dan dia mendapatkan tatapan remeh. Tentu saja Natasha memang pengacara baru dan tersangka merasa skeptis wanita itu bisa membantunya. Sungguh tak bisa dimengerti kasus sesulit ini malah dikelola oleh pengacara baru. Padahal Gregory ingin mendapatkan pengacara terbaik karena dia sudah membayar mahal firma hukum Law of Peace.
"Benar Mr Mindel saya yang akan menjadi pengacara anda, perkenalkan saya Natasha Mauderer dari Firma Hukum Law of Peace!"
"Memangnya kau bisa membantuku? Cih mengecewakan sekali firma hukum terkenal malah mempekerjakan seorang wanita!"
Natasha menghela nafas panjang saat mendengar hinaan ini. Dia memang pengacara baru tapi Natasha tidak bodoh. Bisa-bisanya di negara maju seperti Inggris masih ada orang yang menganggap kemampuan wanita dengan sebelah mata. Ternyata di belahan dunia manapun wanita selalu dianggap remeh.
"Bagaimana kalau anda melihat kinerja saya dulu sebelum mengatakan saya tidak mampu" ucap Natasha memberikan pendapat.
Gregory Mindel menaikkan alisnya dan tertawa. Dari segi penampilan, Natasha lebih mirip sebagai seorang artis daripada seorang pengacara. Tapi tidak bijak juga jika seseorang hanya dinilai dari luarnya saja bukan?
"Baiklah coba saja kau buktikan mampu atau tidak. Tapi kalau tidak tentu saja tebakanku di awal itu tidak salah"
"Baik.. saya mengerti, anda tinggal tunggu dan lihat seberapa jauh saya bisa menangani kasus ini. Setelah itu tolong nilai saya dengan objektif karena kemampuan seseorang tidak dilihat dari gendernya..."
Dengan tatapan dingin akhirnya Natasha memutuskan pamit. Dia tidak boleh membiarkan orang-orang menganggapnya sepele. Natasha yakin mampu menangani kasus ini meskipun ini adalah kasus pertamanya. Meskipun kasus ini memang berat namun pasti ada celah yang bisa dimasuki Natasha sehingga tersangka bisa mendapatkan hukuman yang adil.
Natasha mulai melajukan mobilnya setelah mendapatkan berkas yang banyak di kantor polisi. Malam ini dia takkan tidur dan akan mempelajari kasus pembunuhan yang melibatkan Gregory Mindel.
Dalam mobilnya, Natasha mulai membaca dokumen jika korban bernama Piere Elvar. Korban berusia 60 tahun dan memiliki hubungan kerabat dengan tersangka. Dengan semangat yang membara wanita itu segera meluncur ke kantornya dan memutuskan lembur.
Natasha tentu saja tak menyangka jika di kasus pertamanya dia harus menghadapi mantan suaminya sendiri.
Dunia memang sangat sempit bukan?.......
Bersambung......
KAMU SEDANG MEMBACA
My Ex Wife
RomanceWillis Zaitsev merasa sangat kesal harus bertemu dengan mantan istrinya lagi. Keinginannya untuk move on tampaknya kian sulit apalagi Natasha Mauderer sang mantan istri malah bekerja di bidang yang sama dengannya.