Kembali didatangi masa lalu yang tak pernah diharapkan, memang amat sangat tidak menyenangkan. Begitulah kurang lebih perasaan Rana kini. Mendadak datang ke rumahnya, Prasetya, atau yang dulu Rana suka panggil mas Pras, langsung tersenyum lebar saat ia melihat sosok Rana yang tengah mematung dari arah luar rumah. Sekalipun kedekatan mereka sudah tidak seperti dulu lagi, namun bukankah menjaga tali silaturahim itu amat sangat dibutuhkan? Karena itu, disaat ada waktu lowong, serta dengan modal nekad yang ia miliki, Pras langsung saja mendatangi rumah ini.
Sangat amat tidak banyak berubah, begitulah kira-kira penggambaran Pras ketika melihat keadaan rumah ini dari depan. Halaman yang masih kosong melompong, dengan dua kursi plastik diletakkan persis di depan pintu depan rumah, mengantarkan ingatan Pras pada masa itu. Masa-masa dimana ia sering sekali mampir ke rumah ini.
Lalu kini, setelah kurang lebih satu tahun dia tidak mampir tuk berkunjung, Pras berharap sama seperti keadaan rumahnya, si pemilik rumah, alias Rana, tidak berubah sikap kepadanya. Walau pada saat itu mereka putus dengan sangat tidak baik, karena Pras dikatakan selingkuh dengan perempuan lain, namun bagi Pras, Rana adalah salah satu perempuan terbaik yang pernah ia kenal.
"Hai," tegur Pras sambil melambai.
Terlihat meringis, mau tidak mau Rana melangkah menyambut kedatangan Pras. Diikuti tatapan oleh ibu tiri serta adik tirinya, Rana yakin mereka berdua akan menguping semua hal yang Rana dan Pras bicarakan.
"Oh, hai. Ada apa?"
"Enggak papa. Cuma mau mampir sebentar. Boleh ngobrol sama kamu?"
Sangat sopan. Itulah awal mula mengapa Rana bisa menyukai Pras yang usianya 7 tahun lebih tua darinya. Namun yang tidak Rana duga, dan berdasarkan juga informasi dari orang-orang kampung yang mengenal sosok Pras, Pras malah mengecewakannya dengan cara bermain api bersama perempuan lain dari kampung sebelah. Meski Rana belum melihat secara langsung keadaan gila itu, tetapi Rana mengambil sikap cepat untuk memutuskan hubungannya dengan Pras.
Berhasil menghindari Pras sampai kurang lebih setahun ini, akhirnya mereka berjumpa lagi. Lebih tepatnya Pras kembali menemuinya yang sejatinya sudah malas melihat wajah Pras.
"Hm, boleh."
Duduk bersebelahan di atas kursi plastik berwarna hijau, keduanya sama-sama terdiam. Jika Rana malas membuka interaksi dengan laki-laki yang telah membuatnya kecewa, maka Pras terlihat ragu dengan kata-kata yang ia pilih di dalam pikirannya. Padahal dia ingin sekali berbicara lebih dekat, bahkan seperti dulu lagi, dengan Rana saat ini. Akan tetapi, dari yang ia rasakan, sikap Rana sudah tidak seramah dulu lagi kepadanya.
"Apa kabar, Ran? Beberapa minggu lalu aku lihat kamu di atas panggung, waktu kamu tampil di kelurahan. Tapi sayangnya kamu kayak enggak lihat aku pada saat itu."
Menudukkan kepala, Rana ingin sekali mengatakan kepada Pras bila tebakannya salah. Pada waktu itu Rana jelas melihat kedatangan Pras dan yang lainnya. Namun Rana memilih tuk menghindar. Laki-laki menyebalkan, dan hanya bisa memberikan luka memang pantas untuk dihindari.
"Ran ..." panggil Pras gemas. "Kamu kok diem aja? Udah enggak nyaman ngobrol sama aku?"
"Ah, enggak kok. Biasa aja. Emang kamu ngerasanya begitu?"
"Sedikit sih. Jujur aku takut masih marah, ataupun kecewa atas kejadian setahun yang lalu. Padahal seperti yang kamu lihat saat ini, aku benar-benar masih sendiri. Jadi bisa membuktikan kejadian tahun lalu cuma gosip doang."
"Ah? Gitu kah? Jadi masih mau klarifikasi setelah setahun berlalu? Basi banget sumpah."
"Enggak kok. Aku cuma ..."
"Masih mau ngobrol? Tapi maaf aku mandi. Capek banget sumpah! Abis latihan di rumah pak Dedi tadi. Kalau masih mau ngobrol lagi, datang aja ke polsek mata air sabtu depan. Aku ada undangan manggung di sana. Siapa tahu kamu masih mau lanjut ngobrolnya, kita bisa ngobrol di tempat ramai dan dilihat sama orang banyak. Biar mereka semua tahu, kamu yang memulainya kembali, bukan aku. Sst! Diam dulu, aku belum selesai bicara. Mungkin bagimu kata-kataku tadi hal yang sangat sepele, akan tetapi asal kamu tahu, selama setahun belakangan ini hampir semua dari mereka menyangka bila aku yang berharap kamu kembali setelah mereka merasa yakin aku adalah salah satu contoh perempuan bodoh karena memutuskan hubungan dengan seorang polisi muda sepertimu. Namun kenyataannya semua benar-benar kebalikan. Dan kalau aku boleh katakan di sini, kamulah yang berharap hubungan kita terjalin lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Goyangan Panas sang Biduan
General FictionRana seorang biduan dari kampung air menjadi orang nomor satu yang sering dibicarakan. Bukan hanya kecantikannya yang membuat semua mata terpikat padanya, tetapi juga karena suara dan goyangannya yang membuat banyak orang tergila-gila. Terutama pria...