Blushing

2.2K 182 0
                                    

Ares melangkah masuk ke kediaman Amarilys. Tepat di hari ketujuh seperti yang dijanjikan oleh Ash Alkaid, ia mengizinkan Ares untuk bertemu dengan Silencia.

"Saat ini dia sedang beristirahat, jangan mencoba untuk membangunkannya. Karena kondisinya masih belum stabil. Ada sedikit perubahan pada emosinya. Mungkin karena mana mulai bersinergi dengan tubuhnya. Tapi, ini akan segera normal," jelas Ash pada Ares sambil memimpin jalan menuju kamar Silencia.

"Terimakasih telah menjaga Silencia," ungkap Ares. Tidak tulus, namun ia benar berterimakasih.

"Ah, sudahlah. Ini hanyalah permintaan menjaga anak dari teman lamaku. Masuklah." Tanggap Ash dingin.

Ares merasakan detak jantungnya semakin cepat saat langkah yang diambilnya semakin dekat ke kamar Silencia. Walaupun dia sudah berkali-kali mengunjungi Silencia, namun kali ini terasa berbeda. Ada perasaan yang membuatnya merindukan Silencia lebih dari biasanya.

Ares membuka pintu kamar Silencia perlahan-lahan dan melihat Silencia terbaring di tempat tidur. Dia melangkah mendekati ranjang dan menatap wajah Silencia dengan lembut. Melihat Silencia yang terisak karena rasa sakit, membuat Ares semakin merindukan kehadiran Silencia dalam hidupnya. Dia berharap ada sesuatu yang bisa dilakukan untuk membuatnya lebih baik.

Ares duduk di sisi tempat tidur dan mengambil tangan Silencia yang sedikit dingin. Dia memijat telapak tangan Silencia. Wajah cantik Silencia terlihat lebih kurus dari saat mereka bertemu terakhir kali. Sesekali, kening Silencia berkerut menahan sakit.

Dengan wajah iba Ares menatap wanita yang sebentar lagi menjadi tunangan kontraknya ini. Perasaan gelisah saat tidak bertemu Silencia musnah. Ia hanya ingin berada di sisi wanita berparas tirus ini saja.

"Cepatlah sembuh, serigala kecil. Betapa berat hal yang kau tanggung seorang diri. Jika saja kau bisa berbagi sedikit saja rasa sakitmu padaku, aku akan dengan senang hati menerimanya."

Ares bisa merasakan dua detak jantung yang terjadi dalam hatinya. Satu detak jantung yang terus memikirkan rencana untuk membuat Silencia lebih baik. Dan detak jantung yang lain, adalah detak jantung yang merindukan Silencia lebih dari apapun.

Sementara Silencia memejamkan mata dan terus mendengarkan suara Ares, Ares merasakan tubuhnya dikelilingi oleh aroma wangi parfum milik Silencia. Aroma itu seperti mempesona Ares untuk tetap tinggal di samping Silencia dan merawatnya.

Ares melayangkan pandangan ke sekeliling kamar Silencia. Kamar dengan furnitur mewah dari bahan yang terbaik, desain yang elegan tapi tetap terkesan lembut. Meja rias yang diatasnya dihiasi beberapa kerang dan pasir di dalam botol kaca berukuran kecil.

Ares baru menyadari jika Silencia begitu menyukai laut dan timbul ide jika Silencia sembuh nanti, mereka akan melakukan perjalanan ke laut untuk berlibur. Sebuah skenario menarik dan menyenangkan muncul di kepala Ares.

Dia kemudian meninggalkan kamar Silencia, merasa seperti ada yang kurang dalam hatinya. Kabar baik tentang kondisi Silencia bisa membuatnya merasa lega, tetapi detak jantungnya belum berhenti merindukan kehadiran Silencia dalam hidupnya.

Ares terus merindukan Silencia, bahkan ketika dia pergi dari kamar itu. Dia merindukan kehangatan tubuh Silencia yang biasa membuatnya merasa tenang. Dia merindukan suara tawa lepas Silencia dan membuat hatinya tak berhenti tersenyum.

Namun, Ares tak ingin memperlihatkan perasaannya, karena dia tahu kondisi kesehatan Silencia masih dalam masa pemulihan dan butuh ketenangan. Dia menghela napas panjang dan menutup matanya, mencoba menenangkan hatinya yang merindukan Silencia lebih dari apapun.

"Apakah dia terbangun?" Tanya Ash setelah Ares keluar dari kamar Silencia.

Ares menggeleng. "Tidak. Kapan ia biasanya terbangun?" 

"Entahlah, siklus istirahatnya benar-benar kacau. Tapi, sebentar lagi ia akan bisa berjalan dan berlari. Jika mana sudah sepenuhnya menyatu dengan tubuhnya," jelas Ash.

***

Tangan Silencia bergetar. Ia tidak mampu menahan pipimya yang merona lagi. "Apa.. Apa.. Apaaa inii?" Jeritannya tertahan di tenggorokan berusaha agar tidak didengar orang lain.

Saat Ares memasuki kamarnya ia ternyata sudah bangun dan ketika Ares masuk, karena ia tidak memiliki persiapan untuk berdandan, ia harus berpura-pura tertidur.

"Ash sialan. Dia tidak memberitahu ku kalau Ares akan datang?!" Silencia geram dan merasa malu.

Ia lalu menatap tangannya yang di genggam oleh Ares dan menyentuhnya. "Tangannya besar..." Bisiknya sambil merona. Silencia bangun dan menekuk kakinya lalu bersandar. Aroma Ares masih melekat di tangannya. "Apakah aku boleh jatuh cinta pada karakter sampingan? Apa dewa Flocke tidak marah?" Desahnya.

Tessa mengetuk pintu lalu masuk. Membawa nampan yang berisi obat dan air gula untuk menghilangkan rasa pahitnya.

"Nona sudah bangun? Astaga.. Wajah nona merah sekali. Apakah anda sakit lagi?" Tessa meletakkan nampannya dengan buru-buru dan memanggil Ash yang berada di luar.

Belum sempat Silencia mencegahnya, Tessa sudah terlebih dahulu melesat pergi. Silencia memegang pipinya, "Padahal kan ini bukan apa-apa," ujarnya malu. Dadanya berdegup kencang.

Ash masuk dengan mengejutkan dan Silencia tersentak. Pintu yang seakan dibanting mengeluarkan bunyi yang keras.
"Silencia!" Ash dan Tessa berlari menuju Silencia yang duduk di ranjangnya.

"Astaga kalian.." Silencia tersenyum dan terkekeh. Sementara Ash menyentuh keningnya dan Tessa yang terlihat sangat khawatir.

"Sudahlah.. Tidak ada yang terjadi, aku baik-baik saja," hibur Silencia dengan senyum di wajahnya. Padahal ia tahu betul wajahnya memerah karena tangannya digenggam oleh Ares. Teringat akan hal itu, Silencia menepuk pipi dengan kedua tangannya. Ash dan Tessa terkejut hingga mereka langsung menatap Silencia bersamaan.

"Astaga, Nona! Apa yang anda lakukan.. Anda tidak boleh menyakiti diri sendiri!!" Jerit Tessa sambil mengelus pipi mungil Silencia.

"Aku tahu kau pasti tertekan karena terus berada di kamar. Baiklah besok akan kutemani berjalan di taman." Bujuk Ash.

"Tidak, kalian salah paham," gumam Silencia.

Ash menghembuskan nafas panjang,
"Tapi, Tessa bilang wajahmu merah sekali seperti orang terkena demam, apakah benar tidak apa-apa?" Ia lalu melemparkan tatapan tajam ke arah Tessa.

"Itu benar.. Mana mungkin saya berbohong!" Bela Tessa.

"Iya, iya tidak ada apa-apa. Aku sehat." Sulit bagi Silencia meyakinkan Ash yang terlalu protektif terhadap dirinya. Seperti kakak yang melindungi adiknya, pikir Silencia.

Derap kaki terdengar sayup-sayup. Semakin lama semakin terasa dekat. Seseorang berjalan dengan cepat menuju kamar Silencia.

"Astaga, putriku..." Johan tiba-tiba datang dari balik pintu dan berlari ke arah Silencia. Ini terasa seperti deja vu. "Maafkan ayahmu ini karena baru saja tiba." Johan memeluk putri satu-satunya itu. "Bagaimana kondisinya Ash?" Tanya Johan dengan penuh harap.

"Tidak ada pertanda buruk. Semuanya bagus. Tidak lama lagi, Silencia bisa beraktifitas seperti biasa." Ash menjawab, tapi wajahnya menyiratkan keragu-raguan. Dengan cepat Johan memperhatikan raut wajah Ash.

"Apakah ada sesuatu?" Johan bertanya sambil memeluk Silencia. Johan lalu menatap mata Silencia dan mencium keningnya, kemudian ia melepaskan pelukannya. "Banyak yang harus kita bicarakan Ash," tutur Johan lagi sambil berdiri keluar dari kamar.

Ash mengangguk dan mengikuti Johan. Tessa dan Silencia berpandangan. "Apakah ada hal yang tidak boleh aku ketahui?" Tanya Silencia pada Tessa. Tessa mengangkat kedua bahunya.

"Nah, Nona, sekarang sudah waktunya minum obat." Tessa langsung menyuapi Silencia semangkuk obat cair yang rasanya tidak jelas itu.

The Duke's Adopted Daughter (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang