Haniya tak menyangka jika status lajang-nya hanya akan berlaku sampai hari ini, karena besok ia sudah berstatus menjadi istri ustadz Regan. Jujur saja sebenarnya ia masih belum siap tapi mau bagaimana lagi. Sudah terlambat juga jika sekarang ini ia mengatakan tak ingin menikah dengan ustadz menyebalkan itu.
"Ciee.. Yang bentar lagi jadi istri ustadz Regan" goda Jihan sembari mendudukkan tubuhnya di samping si manis.
"Diem lu Ji!! Atau ini sendok gue lempar ke muka pas-pasan lu itu" mungkin jika bukan Jihan orang itu pasti sudah sakit hati ketika mendengar ucapan Haniya barusan, tetapi berbeda dengan dirinya yang memang sudah terbiasa dengan perkataan pedas sang sahabat yang pastinya tak serius itu.
"Galak-nya di kurangin brot, kasian nanti ustadz Regan kalau kena amuk lu mulu" kata Jihan sembari mengambil satu keripik pisang dari atas piring.
"Bodo!! Lagian kan dia sendiri yang mau nikah sama gue, kalau gue mah ogah. Gue kan maunya nikah sama Renjun" kata si manis santai sembari melihat-lihat foto terbaru sang idola yang semakin terlihat sangat tampan di matanya.
"Kalau nanti lu sampe jatuh cinta sama ustadz Regan, gue cuma bakal mampusin lu doang" kata Jihan sembari berdiri dari duduknya.
"Gue jatuh cinta sama dia?!! Ya gak mungkin lah. Ngaco lu" kata Haniya kesal sembari menatap sahabat sipit-nya itu dengan penuh permusuhan.
"Takdir engga ada yang tau brot, siapa tau aja lu nanti bener-bener jatuh cinta sama dia. Terus punya anak sepuluh yang lucu-lucu" kata Jihan sembari berlari ke arah dapur dengan terburu-buru.
"Jihan asu!!"
"Haniya!!"
~~~~~~~~~~~~~~~~~
Haniya menatap langit-langit kamarnya sembari mendengarkan lagu terbaru dari boyband kesayangannya itu, sekarang ini ia tengah meratapi nasibnya esok hari yang entah akan seperti apa. Fakta tentang ia yang harus ikut ustadz menyebalkan itu setelah menikah membuat dirinya takut.
Padahal ia masih ingin menikmati masa mudanya dengan bersenang-senang, namun kedua orang tuanya itu malah meminta ia untuk menikah muda seperti ini. Padahal umurnya juga masih terbilang sangat muda untuk membina sebuah rumah tangga.
"Hidup gue gini amat dah" kata si manis sembari menghela nafas kasar.
Hidupnya sekarang ini layaknya sebuah lelucon yang selalu ia tertawa-kan setiap saat, menikah muda dengan seseorang yang tak di cintanya benar-benar membuat Haniya sangat frustasi.
Cklek
"Lu gak niat buat bunuh diri kan?" kata Jihan sembari berjalan menghampiri si manis yang tengah berdecak kesal. Lantaran sahabat minus akhlaknya itu sudah mengganggu ketenangannya.
"Nih gue bawain mie instan kesukaan lu" kata Jihan sembari menaruh mie goreng itu di atas nakas.
"Tumben lu mau masakin gue mie, Lagi kesurupan?" Jihan menggeram kesal ketika mendengar ucapan sahabat gembrot-nya itu barusan, niat baiknya memang selalu di salah artikan oleh gadis manis itu.
"Bersyukur dikit brot, gue lagi baik ini" kata Jihan sembari mendudukkan tubuhnya di pinggir ranjang, ia menatap lekat sang sahabat yang tampak tengah bersedih itu.
"Masih mau nikah sama Renjun?" tanya Jihan sembari merebahkan tubuhnya di atas ranjang.
"Jelas!! Kalau itu gak akan pernah berubah" kata Haniya sembari mengambil mangkuk berisi mie instan itu dari atas nakas.
"Udah mau nikah juga masih aja mikirin cowok lain" Jihan benar-benar di buat geleng-geleng oleh tingkah sama gembrot-nya itu.
"Dih apaan!! Ustadz nyebelin itu kali yang dateng di tengah-tengah antara gue dan Renjun"
"Stres!!"
~~~~~~~~~~~~~~~~~
Hanya tinggal beberapa jam lagi ia akan meninggalkan rumah yang sudah menjadi tempat bernaung-nya dari kecil itu, ingin menolak tapi ia tak memiliki pilihan lain apalagi kedua orang tuanya pasti tak akan masalah jika ia dibawa ke rumah ustadz menyebalkan itu.
"Emang Haniya udah gak bisa tinggal disana lagi ya kalau nanti udah nikah?" tanya si manis sembari menatap sang ibu dengan tatapan paling sedihnya, berharap wanita paruh baya itu luluh dan tetap mengizinkannya untuk tinggal disini.
"Tak bisa Han!! Kamu akan menjadi tanggung jawab ustadz Regan setelah menikah nanti, jadi karena itu kamu harus ikut dengan dia" kata sang ibu sembari mengusap rambut anak gadisnya itu dengan penuh kasih sayang.
"Tapi Haniya gak mau bu, Haniya mau disini aja sama ayah dan ibu" kata si manis sembari terisak, sang ibu memang sangat galak tapi Haniya tahu jika di balik itu semua. Wanita paruh baya itu sangat menyayanginya.
"Jika sudah disana kamu harus menuruti semua perkataan ustadz Regan, jangan nakal dan jangan menggunakan bahasa binatang kamu itu ketika berbicara" kata sang ibu sembari membawa tubuhnya kedalam pelukan hangat yang pasti akan sangat ia rindukan nanti.
"Jaga diri kamu baik-baik, telpon ibu sesekali jika kamu memiliki waktu. Jangan bersikap kurang ajar nanti ketika disana. Jadilah istri yang baik dan jangan suka merepotkan suami kamu nanti" Haniya hanya diam mendengarkan nasehat-nasehat yang sang ibu berikan, yang entah nantinya itu akan Haniya lakukan atau tidak.
"Kamu mengerti-kan dengan apa yang ibu barusan katakan?" si manis hanya mengangguk sembari mengelap ingus-nya menggunakan tisu.
"Bagus anak ibu memang yang paling pintar" kata sang ibu seraya mengusap rambutnya dengan bangga.
TBC
Maaf kalau ceritanya jadi makin gak karuan, soalnya ide ku udah bener-bener mentok
KAMU SEDANG MEMBACA
Mas Ustadz
Short Story"Ketika kamu sudah menjadi istriku, maka insyaallah kebahagiaan mu adalah tanggung jawab ku sepenuhnya"