Bab 2

2K 59 2
                                    

Keesokan harinya Aruna berangkat ke kota tempat majikan barunya tinggal dengan menggunakan alat transportasi kereta api. Dari stasiun kota Aruna masih harus menempuh perjalanan sejauh 20 km menuju sebuah area perbukitan dengan menggunakan angkutan umum. Setelah menempuh perjalanan hampir 4 jam lamanya sampailah Aruna di sebuah bangunan besar yang merupakan rumah majikannya. Bentuknya seperti mansion mewah seperti yang ada dalam film-film.

Bu Menik menyambut kedatangan Aruna sekaligus memperkenalkan perempuan muda itu pada sang majikan. Berhubung Aruna datang pada saat sang majikan sedang melakukan olahraga maka Aruna harus menambah stok kesabarannya menunggu sang majikan sampai selesai dengan aktivitasnya. Kaki Aruna mulai pegal-pegal karena dia berdiri sudah lebih dari setengah jam di jarak tertentu sambil menunggu sang majikan yang hanya bisa dilihat punggungnya saja oleh Aruna. Tatapan Aruna tidak lepas dari menatap kemolekan tubuh perempuan yang akan menjadi salah satu majikannya itu.

Tak lama kemudian perempuan yang sedari tadi menjadi pusat perhatian Aruna itu berdiri dan berjalan dengan penuh peluh yang membasahi sekujur tubuhnya. Perempuan itu hanya mengenakan setelan pakaian olahraga yang mempertontonkan bentuk dan kulit tubuhnya. Aruna terkagum-kagum melihat kulit majikannya yang putih bersih bak porselen ditambah dengan kecantikan alami yang tetap terpancar meski usianya sudah tak lagi muda. Aruna sampai melihat kulit tangannya yang terbungkus cardigan lusuh. Perbedaannya bak langit dan bumi antara warna kulitnya dengan warna kulit perempuan itu.

"Jadi kamu orangnya? Yang selama ini dicari oleh anak saya atas permintaan cucu saya," komentar wanita berusia 50-an yang kini balik memerhatikan penampilan Aruna dari ujung rambut sampai kaki. "Nama kamu siapa?" tanyanya datar.

"Saya Aruna, Nyonya," ujar Aruna sopan.

"Beliau Nyonya Hafsah. Salah satu majikan di rumah ini," jelas Bu Menik memperkenalkan wanita tadi pada Aruna.

"Bekerjalah yang baik. Kamu bisa ada di sini juga berkat Bu Menik. Saya menghargai bantuanmu, Bu. Jauh-jauh ke ibukota untuk mencarikan orang yang sangat ingin ditemukan cucu saya."

"Sama-sama, Nyonya. Semoga yang ini cocok untuk tuan muda," seloroh Bu Menik sembari menyikut pangkal lengan Aruna.

"Saya juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya karena dipercaya untuk membantu pekerjaan di rumah ini," ujar Aruna sembari sedikit membungkukkan punggungnya.

"Sepertinya kamu belum tahu tugas yang sebenarnya di rumah ini? Dan hal-hal mendasar yang membuatmu bisa bekerja di sini," ujar Hafsah sambil melirik sinis ke arah Bu Menik.

"Maafkan saya, Nyonya! Saya memang belum menceritakan soal itu padanya. Saya kira biar Tuan Besar saja yang nanti menyampaikan padanya soal itu."

"Ah, sudahlah. Saya saja yang akan memberinya penjelasan. Jadi begini. Saya punya seorang cucu laki-laki berusia menjelang 5 tahun. Dan tugas utama kamu adalah menjadi pengasuh untuk cucu saya itu."

"Kalau hanya menjadi pengasuh saya bisa, Nyonya. Kebetulan saya juga suka anak kecil. Saya akan mengurus dan merawat cucu Nyonya Hafsah dengan baik. Saya juga bisa menemaninya bermain dan belajar."

"Yakin, kamu bisa melakukan semua hal itu dengan baik? Saya lihat kamu sepertinya masih muda untuk memiliki seorang anak seumuran cucu saya."

Aruna menggeleng cepat. "Belum, Nyonya. Saya bahkan belum menikah," jawab Aruna apa adanya. "Tapi saya punya keponakan seumuran cucu Nyonya Hafsah. Kebetulan saya yang membantu kakak ipar merawatnya sejak bayi."

"Baguslah kalau begitu. Selain tugas utama kamu sebagai pengasuh cucu saya, kamu juga tetap membantu pekerjaan rumah tangga di rumah ini. Kasihan Bu Menik kalau harus bekerja sendirian di rumah ini sementara usianya sudah waktunya untuk pensiun."

Lugunya Pengasuh AnakkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang