Bab 8

1K 32 8
                                    

Keesokan paginya Batara bangun lebih pagi dari biasanya. Ia memeriksa ponselnya lebih dulu dan menemukan beberapa chat serta panggilan dari Cantika yang meminta dirinya untuk datang ke apartemen wanita itu. "Merepotkan saja. Dia pikir dia siapa?" gerutu Batara lalu beranjak dari ranjang, duduk sebentar di tepiannya. Ia sudah tidak bisa tidur lagi. Batara melangkah menuju pintu kamar setelah meregangkan otot-ototnya yang terasa kaku.

Setelah berada di luar kamar pandangan Batara langsung tertuju ke arah dapur saat menangkap siluet gerakan yang mulai ia hapal pemiliknya. Sebuah senyum terbingkai sempurna diiringi langkah ringan ia mendekati dapur yang lampunya dibiarkan menyala. Sekarang masih pukul lima pagi. Di tempat tinggi seperti ini jam segitu matahari memang belum memancarkan sinarnya dengan sempurna. Sehingga lampu masih tetap dibutuhkan sebagai penerang sebuah ruangan, terutam ruangan-ruangan yang minim penerangan dari cahaya matahari.

"Aruna?" panggil Batara dengan suara serak khas pria dewasa baru bangun tidur.

Aruna yang sedang berdiri menghadap kitchen set terperanjat dari tempatnya. Ia buru-buru balik badan dan mendapati tuan besarnya sedang berdiri di ambang pintu dapur hanya dengan mengenakan boxer dan tubuhnya dibalut kimono dari bahan satin lembut dimana tali kimono tidak terpasang, sehingga menunjukkan otot perut kokoh milik sang tuang besar yang menggoda iman. Demi Tuhan, Aruna sangat ingin menyentuh perut kotak-kotak milik majikannya. Kemudian Batara berdeham, dan lamunan Aruna buyar seketika itu juga.

"Tuan Batara butuh apa? Akan saya siapkan sekarang," jawab Aruna kikuk karena kepergok sedang memandangi perut sixpack milik Batara.

"Kamu tidur berapa jam? Kenapa jam segini sudah sibuk di dapur?" tanya Batara sambil berjalan mendekat ke arah Aruna.

"Hari ini saya harus menyiapkan bekal sarapan untuk Tuan Muda Jingga. Tuan Muda akan ikut perlombaan senam gimnastik di sekolahnya, Tuan," jelas Aruna dengan tutur bahasa yang sopan dan lemah lembut. Membuat Batara terkesima setiap kali mendengar suara Aruna yang mendayu-dayu tetapi tidak terkesan dibuat-buat apalagi menggoda. Sayangnya Batara sudah terjerat oleh pesona pengasuh anaknya itu. Sehingga apa pun yang dilakukan oleh Aruna, yang ada dalam pikiran Batara adalah gadis itu sedang menjeratnya lebih jauh.

"Bu Menik ke mana? Kenapa kamu sibuk sendiri mengurus kebutuhan Jingga?"

"Hari ini Bu Menik pamit pulang ke rumahnya karena harus menghadiri acara pernikahan salah satu kerabatnya, Tuan."

"Jingga belum bangun?" tanya Batara lagi. Kini dia sudah berada sekitar tiga langkah dari hadapan Aruna.

"Belum, Tuan. Saya akan membangunkan Tuan Muda Jingga jam enam seperti biasanya."

"Ya, sudah. Kamu lanjutkan saja pekerjaanmu. Saya akan tetap di sini menemani kamu."

"Tapi, Tuan? Bagaimana mungkin seorang tuan besar berada di dalam dapur menemani asisten rumah tangganya sedang bekerja? Itu tidak benar. Lebih baik Tuan Batara bilang dulu butuh apa nanti akan saya siapkan dan saya antar untuk Tuan."

"Ini perintah, Aruna! Kamu kerja lagi sana! Anggap saja saya tidak ada di tempat ini," ujar Batara dengan senyum menggoda.

"Baik, Tuan," jawab Aruna sungkan kemudian berbalik badan melanjutkan pekerjaannya menyiapkan sarapan serta bekal untuk Jingga.

Dan Batara sudah tidak bisa menahan dirinya untuk tidak memeluk Aruna. Ia berjalan tergesa lalu menghambur untuk memeluk tubuh Aruna dari arah belakang. Ia tidak peduli misalnya Aruna akan marah, memaki ataupun menamparnya. Lagipula hal itu akan mustahil dilakukan oleh Aruna. Perasaan Batara berkecamuk dan susah dijelaskan dengan kata-kata. Selain rasa bahagia karena bertemu lagi dengan Aruna yang sudah beberapa hari ini tidak dilihatnya, ia juga merasa dipedulikan oleh orang lain yang dianggapnya hanya sebagai asisten rumah tangga dan pengasuh anak laki-lakinya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 5 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Lugunya Pengasuh AnakkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang