(6) - Ais's Regret

212 27 14
                                    

.
.
.

"Mana Yaya?", tanya Halilintar langsung begitu berada di depan Solar.

Solar tak menjawab.Dia mengepalkan tangannya menahan diri untuk tak langsung menonjok wajah datar Halilintar di hadapannya.

"Untuk apa kau mengikutiku?", balas Solar dengan pertanyaan.

Halilintar yang sedikit lebih tinggi dari Solar menatapnya nyalang.

"Kau tau jawabannya.Minggir, aku akan membawa Yaya", Solar menghadang jalan Halilintar yang hendak melewatinya.

"Pergi Halilintar.Kali ini kau sudah kelewatan", peringat Solar berusaha menormalkan nada bicaranya.

Halilintar mendengar itu menoleh ke samping untuk menertawakan nya.

"Lihat siapa yang menasihatiku?", sarkasnya sinis. "Bukankah kau yang sudah kelewatan dengannya Pak Dosen?", lanjutnya.

Solar mendadak pusing, aksi kejar-kejaran dan perkelahiannya tadi menguras tenanganya.Belum lagi dia yang kurang tidur dan setumpuk pekerjaan menantinya dirumah.

Dia harus menyelesaikan ini dan membawa Yaya pulang, bisa gawat kalau gadis itu terus-terusan melihat perkelahian.

"Aku bicara baik-baik padamu Halilintar.Pergilah, Yaya tidak akan pergi bersamamu", peringat Solar sekali lagi.

Halilintar bergeming sejenak. "Kau tidak berhak melarangku.Dan jangan pernah berpikir bahwa aku tidak tau apa yang kau lakukan pada Yaya selama ini", tuding Halilintar menujuk dada Solar.

Solar mengerutkan dahinya, pura-pura tak mengerti. "Memang apa yang aku lakukan? Aku mengajaknya hidup bahagia", jawaban yang sengaja dibuat polos itu lagi-lagi mengundang kekehan sinis Halilintar.

"Bahagia? Hidup bersama dengan mengancam keluarganya apa bisa disebut bahagia? Jangan bercanda", Halilintar berdecak di akhir kalimat.

"Kenapa? Ada yang salah dengan caraku?", pancing Solar masih berpura-pura.

"Tentu saja brengsek.Yaya menyayangi keluarganya dan kau memanfaatkan itu.Sekarang jauhi Yaya atau aku akan membuat kalian jauh dengan caraku", giliran Halilintar memberi pemuda yang lebih muda darinya ini peringatan.

"Caramu? Kurasa caraku dan caramu tidak ada bedanya Halilintar", balas Solar penuh ejekan. "Kita berdua sama-sama brengsek, dan sama-sama menginginkan Yaya dengan cara yang salah.Bukan begitu?", lanjutnya menatap Halilintar dengan mata berkilat.

Halilintar dengan kesabaran tipisnya mulai mengarahkan tinjunya tepat di hidung Solar membuat pemuda berkacamata itu mundur beberapa langkah ke belakang.

Tubuhnya sempoyongan dan pengar mulai merangsek ke otaknya.Tangannya menyentuh hidungnya yang mengeluarkan darah segar, lalu tertawa kecil.

"Sepertinya kau tersinggung dengan ucapanku",

"Bangsat",

Halilintar menarik kerah Solar dan berniat melayangkan tinju kedua tapi urung begitu mendengar teriakan dari belakang.

"Hentikan", teriak Yaya berlari mendekat.

Halilintar melihat kedatangan Yaya langsung melepaskan cengkramannya membuat Solar tersungkur.

"Yaya", panggil Halilintar pelan.

Yaya langsung saja berjongkok memastikan keadaan Solar."Kau baik-baik saja Solar?", tanya Yaya panik tanpa sadar meninggalkan embel-embel 'kak'.

Solar tak menjawab dan hanya tersenyum sembari menyeka darah di hidungnya.

"Apa yang kau lakukan Hali?", tanya Yaya tak percaya mendongak ke arah Halilintar.

SOLAR : GENIUS BOYFRIENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang