(2) - Truthness

236 30 16
                                    

.

.

.

.

Solar tertawa kecil melihat berita yang terlihat di layar kotak tak jauh di hadapannya.

Sedangkan Yaya, dia bergidik ngeri melihat tingkah Solar yang menurutnya tidak normal.

"Bukankah kau seharusnya memberikan simpati? Dia salah satu mahasiswi mu", kata Yaya ketus.

Solar menoleh, melihat Yaya yang tegang disampingnya entah kenapa menggelitik hatinya.

"Aku memberikan simpati.Kau tidak tau kalau hatiku sedang berdoa untuknya kan?", katanya tak terlihat serius.

Yaya melirik pemuda disampingnya memicing."Kau yang melakukannya?", pertanyaan dengan nada menusuk itu menimbulkan kerut di kening Solar.

"Aku? Membunuhnya begitu maksudmu?", tanya Solar balik. Melihat Yaya yang bergeming, benar sekali kalau gadis ini sedang mencurigainya.

"Kalau aku yang membunuhnya, aku akan menyimpan bola matanya sebagai tropi", jawab Solar santai kembali meneruskan tontonannya.

"Psikopat", desis Yaya tajam.

Solar terkekeh geli. "Tidak baik langsung menuduh seperti itu Sunshine.Aku ini dosen yang baik", sombongnya kembali berfokus pada laptop dipangkuannya.

Tapi perkataan Solar itu justru membuat Yaya semakin yakin dengan firasatnya.

"Kenapa?",

Solar melirik, melihat Yaya menatapnya dengan emosi bercampur benci dan takut.Tapi dia enggan untuk menanggapi.

"Aku sudah bersamamu.Bukankah tidak ada alasan lagi untukmu melakukan hal seperti ini?", tanya Yaya kembali menuntut jawaban.

Solar yang mulai jengah karena pekerjaanya terganggu mengurut dahinya. "Kenapa kau tiba-tiba menuduhku seperti ini Yaya?", tanya Solar melepas kacamatnya sedikit kasar.

Netra silver nya ikut menatap tajam manik hazel yang terlihat mulai berkaca-kaca.

Oh, Solar benci jika harus berhadapan dengan drama wanita seperti ini.

"Lalu, siapa lagi kalau bukan kau yang berani melakukan hal seperti ini Solar?", Solar memutar matanya malas.

"Atas apa kau tiba-tiba menuduhku? Apa kau berpikir aku membunuhnya karena dia sudah menamparmu dan menguncimu di gudang?", melihat Yaya yang terdiam sontak membuat Solar tertawa keras.

Terdengar mengerikan di telinga Yaya.

"Kau percaya diri sekali Yaya.Tapi sayang, bukan aku yang melakukannya", jawab Solar di ujung tawa.

"Lagipula akan lebih baik kalau dimutilasi daripada disimpan di gudang seperti itu", lanjutnya bergumam berniat memasang kacamatanya kembali.

"Aku mau pulang", ucap Yaya tiba-tiba, menghentikan tangan Solar di udara.

Alis tebal pemuda itu naik. "Apa ini? Kau takut padaku?", tanya Solar dengan senyum sinis tersungging di bibirnya.

Yaya berdiri cepat, menenteng tas nya lalu berjalan mendekati pintu depan.Berniat secepat mungkin keluar dari rumah ini.

Tapi,

"Akh", dia menjerit kecil.Terkejut dengan tangannya yang tersetrum ketika hendak memegang handle pintu.

Sialan.Dia lupa dengan pengamanan yang ada di rumah ini.

Dia menoleh ke belakang menyadari Solar yang berjalan mendekatinya dengan santai.Berbeda sekali dengan dia yang mulai mengeluarkan keringat dingin.

SOLAR : GENIUS BOYFRIENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang