02

53 27 0
                                    

Pekan terakhir yang biasa ia habiskan untuk bersantai, kini berganti dengan ia yang memeras keringat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pekan terakhir yang biasa ia habiskan untuk bersantai, kini berganti dengan ia yang memeras keringat. Suasana kedai yang cukup ramai membuat rasa lelahnya kian menumpuk. Terlebih dengan hujan yang setiap hari menyapa saat ia akan berangkat. Rasanya, ia baru menikmati harinya saat gadis yang mencuri perhatiannya beberapa hari lalu tiba.

Katakanlah ia bodoh karena menghabiskan empat hari hanya untuk memikirkan cara menanyakan nama serta nomor telepon gadis dengan tag nama Moon itu. Ia bahkan lupa jika kedai tempatnya bekerja selalu menggunakan alias pada tag nama karyawannya.

"Sunrise, pesenan meja nomor 7 ya!" Seruan dari Star seolah menariknya dari tamasya di alam pikirnya. Dengan segera ia mengambil nampan yang telah terisi oleh makanan dan minuman itu. Memaksa otaknya untuk berhenti memikirkan gadis yang kini tengah berdiri di balik mesin kasir.

"Kalo mau kenalan sama Moon mah nanti aja. Biasanya Moon pas istirahat suka ke taman sebelah." Suara bisik dari Star menyapa rungunya. Lelaki dengan perawakan lebih tinggi darinya itu kini melempar senyum padanya. Ia lalu kembali ke arah dapur, kembali menyiapkan pesanan lainnya.

"Bego," umpatnya.

"Hah? Gue?" Harsha sedikit terlonjak kala suara yang menjadi nada kesukaannya itu justru membalas umpatannya.

"Bu-bukan, Moon."

"Yuk lanjut kerja lagi, itu si Sky udah mau selesai istirahatnya." Harsha menganggukkan kepalanya. Tidak ingin rasanya ia mendapatkan lirikan mata dari Sky yang terkenal menakutkan itu.

"Moon, nanti ada waktu?" Bibirnya baru saja mengatup, namun ia sudah menyesali pertanyaan yang baru saja keluar.

"Ada, sih."

"Oke!" Tanpa memberi tahu lebih lanjut, Harsha memilih untuk meneruskan kegiatan mengantar pesanan para pengunjung kedai, meninggalkan gadis itu dengan sejuta tanya di kepalanya. Tidak, bahkan Harsha pun bingung apa yang akan ia lakukan nanti. Lelaki itu sama sekali tidak memiliki rencana yang tersusun di kepalanya. Ajakan itu hanya sebuah celetukan tanpa pikiran yang matang. Sebuah kebodohan yang ia lakukan, pikirnya.

"Nggak, masih ada tiga jam buat mikirin kemana sama mau apa," gumamnya. Netranya lalu kembali melihat ke arah Moon yang kini bergantian dengan Orbit.

"Kirain mau ngikutin Moon ke taman?" Suara milik Star kembali memaksanya untuk kembali ke dunia nyata. Lelaki itu kembali menampakan senyum yang cukup menyebalkan dipandang oleh Harsha.

"Ntar aja," jawabnya singkat. "Kak, ada rekomendasi kedai kopi yang oke nggak?"

"Ada dong. Nih, Solar Beans." Sebuah jawaban yang tidak membantu, pikir Harsha. Sosok itu lalu kembali masuk ke dapur, meninggalkan Harsha yang menahan rasa kesalnya.

"Tapi iya sih, abis kerja di kedai kopi, masa jajannya di kedai kopi lain," gumamnya.

***

Teriknya matahari siang seolah tidak menghalangi niat Geandra untuk berjalan di sekitar hunian barunya. Kegiatan yang biasa ia lakukan saat ia kehilangan ide-idenya. Terlebih setelah mendapat panggilan suara dari sang ibu.

Whisper of the Silent Hearts [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang