1. Pernikahan

123 24 31
                                    

Namaku adalah Alvian Putra anak kedua dari ibu Adisti dan almarhum ayah Agung, selama ini aku hidup biasa saja sebagai pegawai kantoran disebuah perusahaan xx yang merupakan perusahaan ternama di kotanya. Selama bekerja di sana aku sangat senang dan juga punya banyak teman, dan aku tak pernah menyembunyikan kalau aku seorang gay,

karena ada dari temanku yang juga gay.

Kehidupanku sungguh sangat baik dan juga lurus-lurus saja, kegiatan di akhir pekanku adalah nongkrong dengan teman-teman yang memiliki kesamaan denganku, walau ada diantara mereka yang bukan gay. Dan dalam pikiranku tak pernah sedikit pun aku untuk menjalin hubungan dengan seseorang, karena aku masih ingin fokus bekerja dan juga lanjut S2 ku. Hingga pada suatu hari aku dihadapkan dengan sebuah kenyataan yang memberitahuku kalau aku telah dijodohkan dengan salah satu anak dari almarhum ayahku. Sore itu di rumah keluarga Zhafran terlihat sangat ramai karena mereka sedang membicarakan soal pernikahan antara Alvian dan Leonardo yang sudah
di putuskan sejak lama, semenjak mereka masih kecil.

"Apa maksud papa, apa papa sudah gila hah?! Leon ini pria dan dia juga seorang pria pa." suara Leon menggelegar membuat takut Vian yang duduk dengan tenang diujung sofa, tubuhnya yang kecil membuat Vian terlihat sangat menyedihkan karena duduk dengan posisi menunduk sangat dalam, dan pandangannya menatap lantai yang ada dibawah kakinya.

Di rumah besar itu aku dipanggil dan diberitahu kalau aku harus menikah dengan putra kedua keluarga Zhafran yang ternyata sejak kecil aku telah dijodohkan dengan putra sahabat dari almarhum ayahku yang tak pernah aku ketahui orangnya. Hingga suatu hari aku dan keluargaku dipanggil
untuk datang ke kota besar.

Kedatanganku ke rumah keluarga Zhafran, rumah dari sahabat ayahku. Di rumah itu aku baru dikasih tau kalau aku akan menikah dengan putra kedua keluarga itu yang bernama Leonardo di awal bulan depan, awalnya aku kaget kenapa bisa mereka menjodohkan kami yang sama-sama pria ini, walau sebenarnya aku menyukai pria daripada wanita.
Namun tanpa kusadari aku mulai menaruh hati pada seorang Leonardo yang kulihat dalam diam.

Saat aku bertemu dengannya untuk pertama kalinya, aku merasa kaget karena dia adalah orang yang dalam hati dengan diam aku sukai saat aku bertemu dengan dia disebuah kampus tempatku kuliah. Dan hari ini aku sangat kaget serta takut saat melihat kemarahannya yang menolak untuk perjodohan kami.

"Apa salahnya dengan kalian yang sama-sama pria, ini adalah jaman sudah maju dan tak ada perbedaan antara pria dan wanita." ucap tuan Harco.

"Apa kalian semua sudah gila." ucap Leon dan dia dengan kesal menatap Vian yang sejak dari tadi diam tak bersuara.

"Hei kau, kau pasti juga tak akan setuju dengan hal bodoh ini kan?" tanya Leon pada Vian yang sedang menunduk menatap lantai, "tunggu, jangan bilang kalau kau.." kalimat Leon terhenti dan kemudian dia berdecak sambil tersenyum tipis, "sial, rupanya kau seorang gay ya" ucap Leon yang terdengar mengejek. Mendengar perkataan Leon hati Vian sakit dan dadanya panas, tangan Vian mengepal kuat disisi
tubuhnya lalu dia bangun dan menatap Leon dengan kesal.

"Aku juga tak ingin dijodohkan dengan mu, walau aku memang gay aku juga tak pernah berfikir untuk menikah dengan mu. Orang yang belum aku kenal, dan aku bukan orang sembarangan asal kau tau." ucap Vian menatap lurus pada Leon yang berdiri
tepat didepannya.

"Cih, kalian semua sama Saja. Menjijikkan." ucap Leon dan langsung meninggalkan ruangan itu.

"Vian, jangan takut sayang. Papa akan melangsungkan pernikahan kalian bagaimanpun caranya." ucap tuan Harco dan menepuk bahu Vian yang sejak tadi menunduk dengan diam, dan sekarang sedang bergetar.
Tak ada yang mengalahkan atau menentang ucapan dari tuan Harco, yang pada akhirnya pernikahan antara diriku dan Leon pun berlangsung walau dengan kondisi Leon yang terlihat sangat tak bersahabat karena dia pada dasarnya tak menginginkan pernikahan ini.
Pernikahan kami malam itu terjadi dengan sangat meriah disebuah hotel berbintang, dan kami terlihat sangat serasi menurut orang-orang yang datang
pada acara kami. Dan terlihat wajah papa Harco sangat bahagia.

"Cium, cium, cium" teriak semua orang setelah Kita mengucapkan sumpah pernikahan kami.

Jantungku sudah berdebar tak karuan menatap Leon yang berdiri tegak didepan ku dengan setelan jas hitam dan sorot matanya yang tajam membuatku semakin tak berani untuk menatapnya. Perlahan dia menundukkan wajahnya mendekati wajahku yang memang posisinya lebih tinggi beberapa centi dariku.

"Tetap diam dan jangan melakukan apa pun." Bisik Leon padaku.

Aku tak berani menatapnya dan jantungku jadi semakin tak karuan setelah mendengar bisikan suaranya yang berat, dan perlahan ku rasakan hembusan nafasnya yang menyapu wajahku, tanpa sadar aku memejamkan mata dan mulai ku rasakan daging kenyal menyentuh bibirku, kecupan itu pun telah berubah menjadi sebuah lumatan lembut yang membuatku jadi semakin tak karuan. Hingga detik

berikutnya tanpa sadar aku membalas ciumannya.

"Yeee..." teriak semua orang lagi yang menyadarkan

ku dan membawaku kembali ke kenyataan, dan ku lihat wajah Leon sangat kaku serta sorot matanya sangat tajam menatapku, hingga aku pun
menundukkan mata takut.

"Ayo berfoto bersama" seru semua orang, mulai dari tamu undangan dan juga keluarga mereka semua berfoto bergantian, sehingga Leon tak sempat untuk mengucapkan kata-katanya padaku, sampai pada akhirnya mereka meminta kami untuk berfoto berdua dengan posisi aku melingkarkan tanganku ke leher Leon dan Leon mencium pipiku yang terlihat kalau kami adalah pasangan yang sangat bahagia.

"Vian, tidurlah sayang. Kau pasti capek karena seharian telah menyambut banyak tamu" ucap tuan Harco dengan lembut pada Vian yang terlihat lelah.

"Baik pa, kalau begitu Vian masuk ke kamar dulu" ucap Vian dan berjalan mendekati kamarnya. Dengan langkah pelan Vian memasuki kamar Presidential suite, dengan 1 bad singgel ukuran besar, dapur, ruang tamu dan juga sofa dengan ukuran yang juga besar. Vian merasa takjub dengan ruangan itu, dia berjalan dan berhenti saat dia melihat sosok yang dia kenal. Ya itu Leon suaminya yang baru saja dia nikahi.

"Dengarkan aku, walau kita sudah menikah tapi jangan harap kalau aku akan menganggap kau adalah istriku, karena aku tak pernah mau berhubungan dengan orang menjijikkan sepertimu kau paham." ucap Leon saat dia melihat Vian masuk kedalam kamar hotel itu.

"Tapi aku harus memanggilmu apa ya," ucap Leon menatap sinis pada Vian, "panggilan istri itu terlalu baik untuk orang seperti mu, dan suami,," Leon menjedah kalimatnya. "Tapi maaf aku masih waras." Leon berjalan dan dia menendang bahu Vian dengan sengaja, lalu meninggalkan kamar hotel itu.
Vian yang sejak tadi menunduk dan tak berani menatap Leon hanya berdiri dengan diam seperti seorang anak kecil yang sedang mendapatkan hukuman dari orang tuanya karena telah melakukan kesalahan, setelah mendengar pintu kamar ditutup dengan kesal dan Leon pergi Vian berjalan mendekati kopernya dan mengambil bajunya lalu
masuk kedalam kamar mandi untuk membersihkan dirinya.

"Apa yang terjadi, dan apa salahku. Aku juga tak menginginkan pernikahan ini, aku hanya menjalankan amanat terakhir dari almarhum ayahku saja." gumam Vian menatap pantulan dirinya dari cermin di kamar mandi. "Haruskah dia menghinaku sampai seperti itu." Vian memegang dadanya yang terasa sakit dengan kata-kata Leon padanya dan tatapan jijik Leon.

Setelah selesai membersihkan badannya Vian memilih untuk istirahat dan mengembalikan energinya yang sudah terkuras habis karena berperan dan berpura-pura kalau dia bahagia dalam pernikahannya tadi.

"Bangun, kemasi barang mu dan kita akan langsung pulang ke rumahku hari ini." Leon menendang tempat tidur untuk membangunkan Vian yang masih terlelap dalam damai.

"B-baik, t-tunggu sebentar." Vian dengan tergesa-gesa bangun dan mengemasi barangnya.

Selama dalam perjalanan Vian hanya diam dan duduk dengan tenang di kursi penumpang bagian belakang, rasanya untuk bernafas saja sulit bagi Vian karena aura yang mematikan muncul dari Leon. Vian menatap keluar jendela dan mengamati mobil-mobil yang berlalu-lalang serat pohon yang berjajar rapi diluar. Sekitar 1 jam lamanya akhirnya mobil masuk dalam area parkir disebuah gedung bertingkat.

Tanpa suara Leon berjalan keluar dari mobilnya yang diikuti oleh Vian dibelakangnya. Dalam hati Vian hanya membatin kalau dia tak akan mungkin bisa membeli apartemen di kawasan ini, karena ini adalah apartemen mewah dengan tingkat keamanan yang tinggi.

Bersambung......

Maaf kalo kesan nya jelek. Mohon saran nya. Klo ada typo tandain. Vote yaa bae

Getting married suddenly?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang