Bab II: Some Boys In My Home

171 13 4
                                    

Bab 2"Some Boys In My Home

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bab 2
"Some Boys In My Home."

HAL yang tidak disukai itu pasti ada di setiap orang, dan tentu saja Brie juga mempunyai-nya. Dari makanan pedas hingga berada di bawah panas adalah salah satu dari sekian hal yang berada di list hitamnya. Namun, tentu saja ada yang lain yang menjadi peringkat tiga teratas, yang paling-paling ia hindari.

Pertama adalah hantu, keduanya itu manusia brengsek, dan ketiganya ya ini, berbagi ranjang dengan orang lain. Ini sungguh menyiksa, ia tidak bisa bergerak kesana kemari saat tidur karena bagian tempat tidurnya yang terbatas. Meski ranjang milik mendiang orangtuanya ini luas, tapi bagi Brie ini kurang luas untuk ukuran dua orang yang tidurnya gerak-gerak mulu, kalau sundanya mah motah namanya.

Pada akhirnya ia menyerah, membuka mata dengan langit-langit kamar yang langsung memenuhi indra penglihatannya. Matanya bergulir ke samping, melirik ke tempat di sebelah kanannya, di mana kakaknya tertidur lelap sambil memeluk bantal guling yang diletakkan di tengah-tengah. Hampir saja ia kembali berpikir untuk mendorong orang ini agar menyingkir dari kasur.

Meski Bian ini adalah saudaranya, tetapi terasa sangat canggung ketika bertemu dengannya lagi setelah delapan tahun terpisah. Apalagi sampai tidur bersama seperti yang sering mereka lakukan saat kecil dulu, bedanya kini mereka sudah sama-sama dewasa. Tapi apa boleh buat, kamarnya telah dirampas dan seluruh kamar tamu di rumah ini penuh karena para sahabat kakaknya.

Melihat itu, Brie memperkirakan, mungkin sahabat Bian yang ada di sini itu kurang lebih ada enam orang jika dilihat dari jumlah seluruh kamar di rumah ini yang terpakai. Oh sial, ia jadi kembali kepikiran bagaimana ia dapat menjalani hari di tengah banyaknya laki-laki di rumah ini.

"Ugh.., haus," gumam Brie lalu memilih untuk beranjak dari ranjang setelah mengecek jam yang menunjukkan pukul sepuluh malam.

Ia memakai sandal milik Bian yang tentu kebesaran di kaki mungilnya, lalu melangkah keluar kamar. Sedikit merinding sebenarnya, karena suasananya terlalu hening hingga membuat bulu kuduknya merinding. Ditambah lagi, rumah ini bergaya Eropa tetapi sedikit klasik. Tak hanya itu, ada juga halaman luas dengan pohon-pohon pinus yang membuatnya tampak seperti hutan dan membuat rumah ini jadi jauh dari tetangga.. semua hal itu membuat rumah ini tampak horror menurut Brie.

Meskipun merasa takut, tetap saja, memuaskan dahaganya lebih penting dari apapun dan mati dehidrasi juga bukanlah sesuatu yang keren, meski itu terasa berlebihan sebenarnya..

Ia juga baru menyadari, bahwa langsung mengurung diri di kamar sesaat setelah sampai di rumah nyatanya membuat Brie tak sempat memperhatikan rumahnya yang ia tinggalkan bertahun-tahun. Di sini sama, tidak ada perbedaan yang signifikan selain cat tembok berwarna putih yang mulai mengusam. suasana yang ada di sini juga sama saja, tetap dingin dan mencekam seperti hari-hari setelah kepergian mama dan papanya.

Welcome HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang