Adaline

8K 24 0
                                    

Suara derap langkah kaki terdengar keras di ruangan private yang dipesan khusus untuk acara malam ini.

Adaline menyibakkan rambutnya, kemudian membuka pintu kamar hotel bintang 7, tempatnya akan bersenang-senang malam ini.

"Welcome, babe." Seth menarik tubuh Adaline di atas pangkuannya.

"Calm, babe. Tenang, sayang. Pelan-pelan saja, malam ini adalah malam kita." Adaline menggigit telinga Seth.

Seth terkekeh geli.

"Tubuhmu terlalu menggoda. I'm horny." Seth menurunkan baju Adeline, perlahan.

Seth membelai bahu Adeline yang terbuka.

Adeline tersenyum miring.

Dia memegang sesekali membelai wajah Seth.

"Ukh. Kau sengaja memancingku, Aline?" Smirk.

Tangan Seth mulai menyusupi bagian paha Adeline.

"Ahh ... Seth, lebih masuk lagi." Adeline mulai terpancing.

She's a hyper sex anyway.

Tapi Adeline sangat pemilih dalam mencari "teman tidurnya"

Hanya pria tampan dan kaya yang bisa menikmatinya.

"Kiss me, lalu aku akan memanjakan tubuhmu dengan sentuhanku," bisik Seth sembari meniup wajah rupawan Adaline.

Adaline mencengkram belakang kepala Seth lalu menciumnya.

Kaki Adaline melingkari tubuh Seth.

"Fuck me! Hhft ... " Napas Adaline terengah-engah setelah berciuman cukup lama dengan Seth.

"As your wish, babe."

Malam itu adalah malam mereka berdua. Kenikmatan dunia seakan tiada habisnya, padahal nyatanya hanyalah sementara.

Ujung dari dunia adalah kematian yang telah digariskan Tuhan, manusia tak berhak merenggut nyawanya sendiri.

----

Adaline tengah mengeringkan rambutnya dengan hair dryer ketika melihat Seth datang dengan hanya menggunakan handuk di pinggangnya.

"Jangan lupakan janjimu, Seth. Tempatkan aku menjadi karakter utama dalam film yang akan kau rilis." Adaline mendekat pada Seth.

"Sure, babe. Aku puas dengan hasil kerjamu semalam. Can I feel it, again?" Seth mencium Surai hitam Adeline.

"No, Seth. Saat ini aku hanya menginginkan satu darimu yaitu menjadi peran utama dalam film yang akan kamu rilis bulan depan."

"Satu malam untuk satu keinginan," Adaline membelai Wajah Seth.

"Sayang sekali, aku tak dapat merasakan tubuhmu lagi." Seth mendengus.

"Buatlah projek film yang luar biasa lagi, siapa tau aku tertarik untuk memainkannya," ucap Adaline.

"Aku pergi dulu, Seth. See you." Adaline mengecup bibir Seth sekilas.

-----

Adaline berjalan dengan cepat dengan kacamata hitam dan maskernya.

Sebagai seorang selebriti, ia harus menjaga citranya.

Meski New York adalah kota yang bebas, tapi Adaline ingin bermain di balik layar.

Biarlah hanya para konglomerat yang berhasil ia jerat yang tau tentang siapa dan seberapa liarnya seorang Adaline.

"Ketenaran ku akan semakin melonjak dengan memainkan peran ini." Adaline tersenyum miring.

Ambisinya sangat menggebu.

"Seth ternyata tidak sememuaskan yang ku pikirkan, shit!" Adaline menghela napas kecewa.

Sudah sekitar 3 lelaki yang sudah ia tiduri, karena hal ini pula karirnya dengan cepat melonjak.
Namanya tercantum dalam barisan artis papan atas, padahal baru satu tahun ia terjun dalam dunia hiburan.

---

"I'm home, sweetie." Adaline memasuki Apartmentnya.

"Kak Aline, welcome home!" Sambut Gisella, adik kandung Adaline.

"Sella mau kemana?" tanya Adaline, melihat Adiknya sudah berdandan rapi membawa buket bunga.

"Bukannya kak Aline sudah berjanji bahwa kita akan mengunjungi makam mommy?" Gisella nampak kecewa.

"I'm so sorry, Sella. Kakak siap-siap sebentar. Wait a second."

"Baik, kak."

---

"Mommy, I really miss you. Aku sangat merindukanmu," ujar Gisella.

Sementara Adaline hanya diam saja.

Dia tak sanggup jika berhubungan dengan mommy nya yang meninggal karena tidak mempunyai biaya untuk perobatan.

"Mommy, seharusnya mommy tidak menikahi Daddy yang miskin dan kasar sehingga kita dulu tak akan semenderita itu dan mungkin mommy juga masih hidup sekarang." Batin Adaline mengutuk.

Mommy nya dulu memiliki karir yang bagus dalam dunia perkantoran, sayangnya mommy harus resign karena menikah dengan Daddy yang miskin, posesif, kasar, dan meninggalkan mereka saat sang Mommy sakit parah.

"Menyebut pria baj*Ngan itu sebagai Daddy saja rasanya aku ingin muntah."

"Kakak, ayo kita pulang!" Gisella mengandeng tangan Adeline.

"Okay, sweetie."

Sekarang hanya tersisa Gisella lah keluarganya, ia akan menjaga dan menghidupi Gisella dengan layak dan berkecukupan, apapun caranya.

Pelacur MerahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang