1. Tragedi Honda Becak

641 45 6
                                    

Hallo, Ay, selamat datang di cerita baru Buna.

Ini Buna tes ombak dulu, kalau rame Buna lanjut, kalau enggak Buna Stop.

Ini Buna tes ombak dulu, kalau rame Buna lanjut, kalau enggak Buna Stop

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Lontong! Eh, salah. Tolong, ini becaknya enggak mau berhenti. Remnya lemes banget, aduhhh, lagi diet kayaknya, nih, motor!" teriak gadis berambut coklat seraya melambaikan kedua tangannya ke atas seolah-olah meminta pertolongan.

Sejenak, ia kembali tersadar dari tingkah konyolnya. "Lupa kalau motor harus dikendalikan," ucapnya, lalu kembali memegang kendali stir motornya.

"Abang Avan, Bang Lintang, Kak Liora tolong!" teriaknya heboh di sepanjang jalan.

Tidak jauh dari posisinya, seorang pedagang terlihat tengah binggung; ia menatap gerobaknya kemudian menatap ke arah lain. Apa yang harus ia lakukan, menyelamatkan dirinya atau dagangannya? Ia jadi bingung sekarang.

"Om, awas!" teriak gadis itu lagi, dan kini terdengar suara becak dan gerobak yang beradu keras.

"Huwaa ini gimana caranya bisa nyangkut?" rengek gadis itu ketika mendapati tubuhnya bertengger di atas pohon.

"Emak!"

Gadis itu seketika tersentak kaget saat mendengar suara orang lain dari arah atas kepalanya; perlahan ia mendongak ke atas untuk memastikan siapakah makhluk Tuhan yang berada di atas sana.

"Ngapain, Om?" tanyanya dengan lugu saat melihat pria pemilik gerobak memeluk erat batang pohon dengan mata yang terpejam.

"Nangis! Kamu nggak liat saya lagi nangis, nih," omel pria itu dengan kesal.

Gadis itu tersenyum kecil kemudian menggeleng. "Nggak! Lagi merem, nih," sahutnya, kemudian menutup kedua matanya rapat-rapat.

"Kamu lagi, kamu lagi, kamu lagi, bisa enggak sehari enggak usah keluar rumah! Kalau kamu keluar, pasti ada aja masalah yang muncul."

Gadis itu kembali membuka matanya. "Namanya hidup, pasti ada masalah, Om. Vio mah cuma menambahnya saja, lumayan biar ada yang bisa dijadikan bahan berduka."

"Matamu!"

"Ini mataku, mata kiri mataku, mata kanan mataku, mata-mata," sahut Viola seraya membesarkan kedua matanya, membuat pedagang pria itu mencebikkan bibirnya kesal.

Viola Jevannie Vallerie, itulah nama panjang dari gadis itu. Anak bungsu dari empat bersaudara, ia baru saja menyelesaikan pendidikan SMA-nya sebulan yang lalu.

Helaan nafas kasar terdengar dari bibir Viola ketika para warga sudah ramai berkumpul di bawah pohon sana. Sudah ia pastikan rumahnya pasti akan kedatangan tamu-tamu lagi seperti biasanya.

Bukannya ia menolak tamu, hanya saja mereka berbeda. Mereka akan datang seraya berteriak menyerukan namanya, seolah-olah ia merupakan seorang pembuat onar. Kalau kalian tidak percaya? Lihat saja nanti.

SiblingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang