Part 6 - Selalu Salah

1.1K 67 1
                                    

"Apa kalian membawaku ke negeri antah berantah? Atau kalian membawaku ke dunia lain?" Tanya Shaka dengan nada ketus kepada Naraga yang kini tengah duduk di kursi sebelah supir di depannya. "Kenapa jalanannya seperti ini? Apa tidak ada tempat lain yang bisa kau temukan untukku?" Tanyanya kesal dengan kepala terarah pada luar jendela mobil yang terbuka.

Entah berapa lama waktu berlalu, yang pasti bukan satu atau dua jam saja dan Shaka sudah tidak bisa lagi mentolelir jalanan yang rusak yang membuat tubuhnya berguncang dan perutnya mual.

Satu-satunya hal yang masih bisa dia cerna dalam perjalanan yang melelahkan ini adalah bau tanah yang basah dan suara dedaunan yang tertiup angin yang menyejukkan wajahnya.

Lantas apa yang Shaka harapkan? Melihat pemandangan indah? Jelas dia tidak akan melihatnya karena dia kini buta. Ya, buta! Umpat Shaka pada dirinya sendiri.

"Anda meminta saya untuk mencarikan tempat yang tenang dengan cuaca yang sejuk, jadi disinilah kita berada." Naraga membela diri.

Shaka mendengus. "Azfar sialan." Gumam Shaka kesal. "Kalau saja dia tidak memberiku ide itu, aku tidak harus melakukan perjalanan menyedihkan seperti ini." Gumamnya yang membuat Naraga hanya bisa menyeringai gemas. "Atau ini memang rencanamu?" Shaka kembali mengarahkan tatapannya ke tempat dimana Naraga duduk. "Kau sengaja melakukan ini. Kau membawaku ke tempat terpencil dengan niat untuk membunuhku secara diam-diam? Menandatangani surat wasiat yang isinya semua harta warisanku kuberikan padamu karena selama ini kau sudah setia mendampingiku, begitu?" Sindirnya tajam.

Naraga hanya mengangkat sudut mulutnya. Ia sama sekali tidak berniat menjawab ucapan Shaka yang ia tahu muncul karena pria itu merasa kesal karena perjalanan panjang yang seolah tidak ada ujungnya.

"Saya sudah menawari Anda untuk pergi dengan menggunakan helikopter, tapi Anda mengatakan kalau menggunakan helikopter hanya akan membuat kepala Anda sakit karena suaranya yang bising." Lagi, Naraga membela diri.

Shaka kembali mendengus. Kali ini dia tidak memberikan jawaban apa-apa karena apa yang dikatakan Naraga memang benar.

Shaka menolak menggunakan helikopter karena suaranya yang bising mengganggu pendengarannya. Belum lagi diombang-ambing di ketinggian tanpa melihat apapun hanya membuat jantungnya terasa sakit karena udara yang menekannya. Namun ia tidak tahu kalau menggunakan mobil pun tidak jauh lebih baik. Dia pikir perjalanannya hanya akan memakan waktu satu atau dua jam, tapi rupanya... sudah berapa lama mereka berkendara?

Bahkan jalan yang tadinya ia nikmati karena mulus, sudah berubah menjadi banyak kelokan dan juga jelek. Berapa banyak jalanan berlubang dan becek yang sudah mereka terjang? Ini perjalanan untuk liburan, bukan pertandingan off road.

Untung saja mereka menggunakan mobil yang bagus, jika dia menggunakan mobil kecil dan murahan, Shaka mungkin sudah muntah berkali-kali selama perjalanan.

"Aku akan memaafkan yang ini, tapi aku tidak akan memaafkan kalian kalau sampai kalian tidak mendapatkan orang yang sesuai seperti yang aku minta." Ancam Shaka dengan geram.

"Anda tenang saja. Lasma sudah mendapatkan orang yang ia yakini akan cocok untuk Anda. Mereka sudah menunggu kita di villa." Naraga meyakinkan.

"Kamu sudah memastikan kalau dia orang yang bisa dipercaya?"

"Ya Tuan." Jawab Naraga tegas. Semua jawaban harus diucapkan karena Shaka tidak akan tahu jika orang lain menjawab pertanyaannya dengan bahasa tubuh.

"Kau sudah mengatakan padanya kalau dia tidak diperbolehkan menggunakan gadget selama bersamaku?"

"Saya sudah mengatakan semua syarat yang Anda minta, Tuan. Tidak ada gadget, tidak ada keluarga yang akan menghubunginya dan mengganggunya selama bekerja ataupun datang berkunjung ke villa Anda. Dia akan siap sedia selama satu kali dua puluh empat jam selama satu minggu penuh untuk menemani Anda." Lanjut Naraga lagi yang lagi-lagi mendapat anggukkan Shaka.

Entangled by Your CharmsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang