Hari ini Ibu Vera meninggalkan rumah dan toko, begitu pula dengan Pak Rudy.
Ibu Vera mengunjungi Nenek Eddie di rumah masa kecilnya, ke kampung halamannya. Sekitar satu jam lebih untuk kesana bila melewati jalan tol. Luar kota, tapi masih satu pulau, sedikit dekat dataran tinggi, setahuku.
Sedangkan Pak Rudy, dia sudah tidak pulang dua hari ini. Aku kurang tahu kemana dan alasannya di balik itu.
Jadi aku pun hanya berdua saja dengan Eddie hari ini, toko hanya di jaga oleh dua pria jangkung. Satu kokoh-kokoh sawo matang dengan bulu lebat, satu lagi kokoh-kokoh putih bening dan ganteng.
Dengan hanya aku dan Eddie saja toko ini terasa membara, tekanan untuk menahan gejolak gairah di antara kami berdua terasa berat. Kami hampir tidak pernah di tinggal berdua begini, Ibu Vera selalu bersikeras untuk tinggal bila Eddie di rumah, sedangkan Pak Rudy selalu menunggu waktunya bertemu dengan Eddie di lantai dua. Namun, karena kerenggangan di balik kedua pasangan itu, hari ini, pada siang ini... hanya ada aku dan Eddie.
Tentu saja aku dan dia tidak bisa langsung bercumbu dan bercinta, kami harus menjaga toko. Walau paling ramai di pagi hari, tapi siang hari begini sesekali pelanggan juga datang. Belum lagi pemborong, terkadang mereka datang mengambil beras di siang atau sore hari.
Aku sedang duduk di bangku dekat meja kasir, dan Eddie bersantai pada kursi di balik meja kasir. Punggungku merebah pada lengan Eddie, dan tangan kami sesekali saling mengusap dari kolong meja. Orang yang berlalu-lalang tidak akan sadar.
Sesekali kami bicara, kebanyakan tentang keperluan toko, tapi kebanyakan kita hanya saling menyentuh dalam diam seperti ini. Sudah seperti sepasang kekasih yang menjalankan bisnis bersama saja, rasanya aku senang sekali.
Semenjak kejadian di rumah Ncek toko sebelah, aku masih belum mengeluarkan pejuhku. Kami berdua kesulitan mendapatkan kesempatan karena beberapa hari ini Ibu Vera bergadang.
Masturbasi? Sekarang rasanya sangat malas untuk mengocok sendiri, soalnya... ada yang lebih nikmat untuk bisa di rasakan, ada seseorang yang bisa membuatku mencapai klimaks, jadi untuk apa mencapainya sendirian? Jadi aku lebih baik menunggu.
Eddie tiba-tiba bangkit dan memeriksa catatan jadwal toko."Hari ini... oh iya, hari itu teman Papa sudah mengambil borongan ya?"
"Sudah, yang lima karung itu kan?"
"Bener-bener... berarti semua tempahan uda di ambil ya."
"Iya..." Jawabku, dengan otak berputar ke hal-hal yang bisa kita lakukan bila memang toko akan sepi terus.
"Sebetulnya Weng, aku ada rencana untuk membeli truk. Soalnya cafe, atau tempat makan lain, sekarang banyak yang bahan masaknya langsung di antarkan oleh supplier. Hanya mengandalkan pendapatan dari relasi Papa saja aku merasa khawatir, apalagi kondisi sekarang begini."
Otak kotorku langsung tertampar, sekarang Eddie sedang serius akan toko karena situasi orang tuanya, sedangkan aku malah sibuk akan hal lain terus.
"Aku bisa belajar bawa mobil kalau kamu mau aku jadi supir truknya Ed. Seharusnya... Ncek toko sebelah mau mengajariku, seharusnya ya." Otak ku kembali ke kejadian kemarin, dia harus mau sebagai bayaran karena telah menikmati pertunjukanku dan Eddie, iya kan?
"Tapi aku masih ragu juga dengan ide itu karena supplier juga menyediakan beras, kalau bersaing dengan supplier, toko beras seperti kita tidak akan bisa menang Koh."
"Bagaimana kalau fokus saja dulu ke target pasar toko Ed? Toko kebanyakan di datangi kaum yang lebih tua, dan penduduk yang tinggal di lingkungan sini. Mungkin boleh menambah produk yang diminati mereka."
KAMU SEDANG MEMBACA
Silsilah Eddie
General Fiction• Only on Wattpad! Tentang Eddie, seorang pemuda tionghoa yang tumbuh, dan di rawat oleh orang tua yang tidak lazim. Saking obsesif, dan protektifnya, mereka sampai melupakan privasinya sebagai seorang pria dewasa. - Untuk di atas umur 18+ (Cerita...