Dia Fabregas⭐

162 52 28
                                    

Senyuman gadis itu semakin melebar, bola matanya yang sebiru lautan itu berbinar-binar menatap langit malam. Tepat di malam ini, Aura berumur 17 tahun, rasa sedih dan bahagia tercampur aduh, 17 tahun adalah umur keramat para peri, peri yang berumur 17 tahun akan melaksanakan ujian kedewasaan di bumi!, sendirian!, itu mengerikan. Harus bergaul dengan makhluk yang berbeda jenis, aku seorang peri, sedangkan mereka?, manusia biasa, belum lagi harus beradaptasi dengan lingkungan baru, dan parahnya lagi, harus berjalan atau menaiki alat transportasi bila ingin bepergian, tidak ada sayap indah yang bisa di andalkan untuk terbang. Sedetik kemudian, bintang-bintang bersinar mengelilingi tubuhnya, sayap hijaunya hilang, tongkat bintangnya ikut menghilang, gaun hijaunya berubah menjadi sebuah dress putih polos.
“Happy birthday!!” sebuah sorakan bahagia terdengar begitu pintu kayu kamarnya terbuka, keluarganya masuk dengan balon angka 17 dan cake cokelat di tangan ibunya.

Pagi-pagi sekali, tepat pukul 07.00, Aura menarik kopernya dan menaiki sebuah kereta dengan empat unicorn putih di depannya, istilah delman untuk warga Indonesia. Kereta itu perlahan berjalan dan akhirnya terbang meninggalkan Floratopia, jantungnya berdegup kencang, tangan lentiknya menggenggam erat tas ransel kecil berisi make up.
“Selamat tinggal Floratopia, aku akan kembali tahun depan,” ucapnya sambil menghela nafas. Dari kejauhan terlihat samar sahabatnya yang tengah melambaikan tangan, Chika, Rea, Rere, dan Ana.

Setelah sekitar dua hari ia terbang bersama unicorn-unicorn putih itu, akhirnya ia sampai di sebuah kota, Jakarta. Ramai kendaraan berlalu lalang di depan mata, tepatnya ban yang terus berputar ke berbagai arah di atas aspal.
“Panas banget!!” pekiknya, gerah ia rasakan. Ia mengikat rambutnya yang sejak tadi terurai. Ia baru menyadari bahwa pakaiannya berubah kembali, blus putih dan kulot jeans berwarna biru. Ia mengangguk-angguk,
“Cakep juga,” pujinya sendiri
“Aura!” panggil seorang wanita di depannya, wanita itu cantik, dengan rambut yang diikat, Aura menatap datar wanita itu.
“Gue Khaira, peri yang ditugaskan-“
“Iya, oke, gua lapar. Bisa kita makan?” potong Aura dengan wajah polosnya. Khaira memutar bola matanya dan mendengus, ia menarik tangan Aura, menghampiri mobilnya yang berwarna putih itu dan masuk ke dalamnya.
“Kau ingin menculik ku?” tanya Aura dengan sorot mata penuh kecurigaan.
“Ck, Lo mau makan apa mau jadi detektif? gua wanita baik-baik yang mau mengajak Lo makan, mending diam aja Lo,” ucap Khaira kesal, ia tidak menatap raut wajah Aura yang kebingungan,
“Oh ya, tolong ganti kosakata bahasa Lo,” lanjut Khaira mengingatkan.
“Iya, gua juga tahu,” sinis Aura tersenyum licik.
“Bagus deh,” balas Khaira kusut.
Mereka makan di Saung Kay, sebuah tempat makan di daerah Jakarta Barat, terlihat Aura yang memang kehausan meneguk setengah gelas es teh,
“Gue pengen makan brownies,” ucap Aura melihat sekeliling, Khaira menggeleng tak percaya, Aura sepertinya adalah seorang gadis yang periang, ramah, dan-
“Ayo pulang!”
“Hah?”
Mau tak mau Khaira menurutinya, Aura bilang ia lelah dan ingin tidur. Khaira membawa Aura masuk ke dalam apartemennya,
“Kok gak warna-warni? sayap gua juga gak muncul-muncul?” herannya sambil melihat sekeliling kamar Khaira,
“Ini Jakarta, bukan Floratopia!” ketus Khaira,
“Yang bilang Floratopia juga siapa dah?, ngeselin amat,” sahut Aura tak mau kalah, Khaira menggeleng, ia malas menanggapi.
“Tidur sana, besok sekolah,” suruh Khaira sambil menatap Aura dengan wajah yang masih kesal.
“Iya” sahut Aura pendek, ia sudah mengantuk dan lelah setelah dua harian berada dalam perjalanan menuju Jakarta ini, ia menguap. Menatap sekeliling kamar Khaira,

“Aura...”
“Ra, bangun sekolah!!”
Khaira menatap jam dindingnya, sudah pukul 6 pagi, Aura belum bangun juga, dengan kasar Khaira membuka gorden jendela kamarnya.
“Duhh, silau!!” pekik Aura yang melindungi matanya yang masih sulit dibuka dengan tangannya. Khaira menatap tajam, tangannya menunjuk ke arah jam dinding, dengan terpaksa Aura bangun dan berjalan dengan malas menuju kamar mandi, sedangkan Khaira menggeleng pasrah dan membuat sarapan.
“Apa ini?” heran Aura melihat Khaira yang meminum sebuah air berwarna putih, bukan bening.
“Susu, kalo di sini terbuat dari susu sapi, kalo di Floratopia dari unicorn pelangi kan?” tanya Khaira seraya menyodorkan segelas susu hangat, Aura mengangguk dan meminumnya.
“Kalo ini?” tanya Aura sambil membuka lapisan roti itu.
“Roti bakar bluberry” jawab Khaira, sedangkan Aura hanya mengangguk-angguk mengerti.
Mereka berangkat pukul 06.59

Secret fantasyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang