01. Cowok Tutut

24 4 3
                                    

"Tebak, saya mau makan apa?"

Rasanya seperti ditodong oleh benda tajam, seorang gadis yang ditanyai seperti itu pun seketika terdiam dengan raut wajah bingungnya.

"Mie kocok?" jawabnya dengan ragu.

Seringai senyum terlukis di wajah tengilnya. Pemuda itu menggeleng kecil sebelum ia menjawab, "Salah, kamu gagal menjadi pacar saya. Saya mau makan tutut di meja sana. Permisi."

Si gadis sedikit tertawa seperginya seorang pemuda yang tak jelas itu. Dia sama sekali tidak mengenal pemuda asing tersebut, tetapi dia cukup terhibur dengan tingkah lakunya yang aneh. Entah apa tujuan jelasnya sehingga ia bisa melakukan hal itu di hadapannya.

"Siapa, Téh?"

"Aku juga gak tau, Lis."

"Ya udah. Cepet abisin makanannya, bentar lagi masuk."

"Iya, ini dua sendok lagi juga abis, kok."

"Lin? Liniii? Néng?!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Lin? Liniii? Néng?!"

Pitaloka Lini Kusumaputri, nama itu diberikan kepadanya di hari kelahirannya. Tepat pada tanggal 11 September 1991, putri bungsu yang cantik dari pasangan suami istri yang bernama Galih dan Halimun itu dilahirkan di kota kembang, Bandung.

Si bungsu kini telah beranjak dewasa, dengan usianya yang hendak menginjak usia 19 tahun, ia baru memasuki dunia perkuliahannya sekitar satu bulan yang lalu.

"Néng! Kalo Aa manggil tuh buru-buru nyamperin! Jadi kebiasaan kamu mah kaya gitu."

Seorang pemuda yang tengah merecoki si gadis itu adalah Raden, putra sulung dari pasangan suami istri yang sama. Sang ayah begitu mencintai dunia pewayangan, jadi ketika si sulung dilahirkan, ia langsung memberikannya nama 'Badranaya', Raden Bayu Badranaya.

"Ya sebentar atuh, A. Tadi lagi di air. Kenapa?"

"Kata ibu tolong ambilin rantang di rumah uwa Euis, ibu mau ngirim lagi katanya, tapi yang waktu itu belum dibalikin rantangnya."

Lini menatap malas kepada sang kakak yang saat itu tengah sibuk melinting tembakaunya.

"Ibu nyuruh Aa duluan, kan?"

"Iya, tapi Aa lagi sibuk."

"Sibuk naon?! Argh! Sok sibuk pisan."

Raden terkekeh kecil melihat kekesalan dari sang adik. Ia terus memperhatikannya dari dalam hingga si gadis benar-benar menghilang dari pandangannya.

Di tempatnya cukup terik hari ini, Lini sedikit mempercepat langkah kakinya agar ia bisa segera sampai di kediaman saudaranya tersebut.

Memang letaknya tak terlalu jauh, tetapi meskipun sebentar tetap saja kulit putihnya itu akan berubah menjadi sedikit kemerahan ketika ia terkena paparan sinar matahari seperti itu.

ARKAISTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang