Bagian 4

1.3K 71 0
                                    

Tak terasa 6 bulan telah terlewatkan. Kini kondisi Dimas sudah sangat baik. Semenjak mendapatkan donor ginjal dari Bayu, Dimas dari hari ke hari terus membaik. Berbanding terbalik dengan Bayu, semakin hari kondisi Bayu semakin memburuk. Bahkan hampir setiap detik Bayu bisa merasakan sakit yang teramat. Beberapa hari ini pun Bayu
sering mimisan dan tak jarang Bayu batuk darah.

Bayu akan berusia 17 tahun tepat pada tanggal 11 Agustus yang tinggal satu minggu lagi. Namun sepertinya di Sweet Seventeen yang dianggap oleh semua orang adalah usia istimewa ini tak bisa ia rasakan kebahagiaannya. Tak lain karena kondisi tubuhnya yang tak memungkinkan dan juga karena kedua orangtuanya yang tak pernah mau menemuinya. Jangankan menemuinya, hanya untuk memikirkannya pun itu adalah hal yang mustahil.

Yah, memang semenjak 4 hari yang lalu Bayu dirawat intensif oleh Dokter sekaligus Tantenya,
Widya di Rumah Sakit. Karena beberapa hari yang lalu, Bayu mimisan dan sesak nafas hampir 3 jam tanpa henti. Sampai akhirnya dia ditemukan oleh Bi Sum dalam keadaan hampir tak sadarkan diri di lantai dengan darah berceceran. Wajahnya saja sudah pucat pasi seperti mayat.

Ketika Bayu dirawat dan tengah berjuang mati-matian demi mempertahankan hidupnya. Kedua orangtuanya malah asyik sibuk mengurusi hari ulang tahun Dimas yang jatuh besok. Tak ada niatan sedikitpun untuk menjenguk putra bungsu mereka ini. Atau mungkin tak pernah terlintas di benak mereka untuk menjenguk Bayu.

Kini Bayu dirawat dengan beberapa peralatan medis yang meliliti tubuhnya. Selang oksigen bertengger di hidungnya. Kabel warna warni menempel menghias di dadanya yang tak terlalu bidang. Wajahnya sangat pucat dan kelopak matanya menghitam. Ia terbaring di tempat yang sangat sunyi dimana hanya terdengar suara alat Cardiograph yang berbunyi secara teratur. Bayu berada di tempat ini sendirian tanpa ada yang menemani. Bi Sum yang sebenarnya sangat ingin menemaninya, dilarang oleh kedua orangtuanya.

CKLEKK... Pintu R. Rawat Bayu terbuka. Muncul gadis berwajah oriental masuk ke dalam R. Rawat Bayu. Air muka gadis bernama Tika ini memancarkan kesedihan yang mendalam. Perlahan kaki jenjangnya melangkah menghampiri Bayu yang terbaring di atas bangkar. Lalu, ia duduk disamping Bayu sembari menggenggam tangan Bayu yang dililiti infus.

"Bay, apa kabar kamu ?? Maaf ya, aku baru bisa jenguk kamu..." Tika mencium hangat tangan Bayu. Tatapan matanya begitu sendu dan berkaca-kaca.

"Bay, kamu kok tutup mata kamu sich ?? Aku ada disini.. Kamu bangun ya.. Aku kangen banget sama tatapan hangat mata kamu.." Tika membelai lembut rambut pirang Bayu. Air mata bersiap meluncur dari kedua mata almond gadis yang memiliki rambut panjang ini.

"Maafin aku ya, Bay.. Aku nggak bisa jadi sahabat yang baik buat kamu. Disaat kamu sakit dan kamu membutuhkan teman, aku nggak ada disamping kamu. Bahkan disaat kamu kayak ginie aku baru bisa dateng nemenin kamu.." Tika.

"kenapa sich Bayu kamu nggak cerita sama aku tentang ini ?? Kenapa Bayu ?? Kenapa kamu nggak bilang kalo kamu adiknya Kak Dimas ?? Kenapa kamu nggak bilang kalo kamu anak Pak Hermansyah ?? Dan yang paling penting, kenapa kamu nggak bilang kalo kamu mengidap penyakit separah ini ??" Tess.. Air mata yang sedari tadi menggenang di mata almond Tika kini berhasil meluncur bebas di pipi chubbynya.

"Bayu.. Bayu.. Kenapa kamu lakuin ini ke aku ?? Kenapa kamu harus rahasiain semua ini dari aku ?? Aku itu sahabat kamu, aku berhak tahu.."

"Dan seandainya aja kamu tahu kalo aku cinta itu sama kamu.. Aku akan lakuin apapun asalkan kamu bahagia.. Sekalipun aku harus menggantikan posisi kamu sekarang, aku rela.. Aku ikhlas.."

"EEEEEENGGH..." Perlahan namun pasti kelopak mata Bayu mengerjap dan jemari tangannya bergerak membalas genggaman tangan Tika. Meskipun hanya pergerakan lemah, namun itu mampu membuat Tika tersenyum. Hati Tika merasa lega melihat Bayu mulai siuman dari tidurnya.

The Most Beautiful Times In My LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang